Senyuman Favian yang terkesan agak suci itu memengaruhi Wina dan juga Jihan. Debaran jantung mereka sebelumnya karena ingin melihat Zeno pun menjadi lebih tenang.Jihan yang tidak pernah sembarang minum di luar mengambil gelas kaca warna-warni itu, lalu menyesap isinya. Aroma teh yang ringan dan rasa yang unik langsung menyerbu lidahnya.Jihan terdiam selama beberapa saat, lalu menengadah menatap Favian. "Wajahmu memang mirip dengannya, tapi kamu bukan dia."Itu berarti bagi Jihan, tidak ada yang bisa menggantikan Zeno. Zeno adalah pribadi yang unik dan semirip apa pun orang lain dengan Zeno, mereka tidak akan bisa menjadi Zeno.Favian sangat puas dengan tanggapan Jihan itu. "Kalau kamu bisa membedakan kami, itu berarti Zeno sangat penting bagimu. Persahabatan yang erat selayaknya keluarga ini adalah sesuatu yang sangat berharga."Jihan menurunkan pandangannya untuk menutupi kesan kesepian dalam sorot tatapannya. "Aku juga sempat berpikir betapa baiknya kalau kamu itu dia. Tapi, saat m
Lama sekali Jihan memasak, dia baru selesai saat hari menjelang senja. Jihan keluar sambil membawa beberapa piring bergaya barat dan menaruhnya di atas meja bambu.Entah masakan apa yang Jihan hidangkan di atas piring itu. Wina tidak berani memakannya, tetapi Favian mau tidak mau harus memakannya.Bagaimanapun juga, dia yang tadi melihat Jihan menaburkan setengah toples garam ke dalam panci. Favian sebenarnya agak takut untuk memakan masakan Jihan.Di sisi lain, Jihan tampak tenang dan agak percaya diri. Jihan pun menyerahkan pisau dan garpu kepada Favian yang duduk di seberangnya. "Cobain."Favian tidak mungkin menolak kebaikan hati Jihan, jadi dia mengambil alat makan itu dan memotong steak yang terhidang. Lama sekali Favian hanya memotong daging, sebelum akhirnya selesai dan berpaling ke piring yang lain.Ada semacam cairan berwarna kuning di dalamnya, sepertinya terbuat dari pasta kari. Aroma kari memang tercium, tetapi penampakannya sulit untuk dijelaskan.Favian tidak berniat mak
Jihan menatap James dengan dingin dan acuh tak acuh, "Kenapa? Kamu nggak bisa menemukan Jovan, jadi kamu berencana menggunakan cip itu untuk mengendalikanku dan menemukannya?"Vian bilang James sudah mencari Jovan ke penjuru dunia, tetapi tidak kunjung ketemu. Jovan seolah mendadak lenyap dari dunia ini. James pasti menemui Jihan karena merasa buntu, bukan?James pasrah menerima dugaan Jihan itu. "Aku nggak sejahat itu. Aku mau bicara soal cip itu karena aku ingin memberitahumu kalau aku sudah menghancurkan sistem peledakannya. Mulai hari ini, nggak ada cip apa pun lagi yang mengendalikanmu."Jihan sontak terkejut. Sepulang dari Mebasta, Jihan berusaha menghancurkan sistem peledakan cip itu, tetapi gagal."Sistem peledakannya memang sudah dihancurkan, tapi kalau cip itu dikeluarkan, bisa-bisa infeksi virus dan bakterinya menyebar," kata James. "Mau nggak mau cip itu akan berada dalam otakmu selamanya."Jihan sudah tahu akan hal itu, jadi dia tidak memberikan tanggapan apa pun. James pu
Wina mengibaskan tangannya dengan tidak peduli. "Itu nggak ada hubungannya dengan Kakak, Kakak 'kan cuma mengikuti perintah. Lagian, Kakak juga sudah membantuku."Andrew menurunkan pandangannya untuk menyembunyikan rasa bersalahnya, lalu menatap perut Wina. "Apa kamu sudah punya nama buat calon anakmu?"Wina mengikuti arah pandangan Andrew, lalu menggelengkan kepalanya. "Belum. Apa Kak Andrew punya saran?"Ekor mata Andrew pun menatap Jihan yang berdiri menunggu Wina tidak jauh dari situ. "Kalau ada dia di sini, aku nggak berani menyarankan nama apa pun."Wina ikut menengadah dan menatap Jihan yang tinggi, tampan dan berwibawa itu. "Dia itu cuma dingin di luar, tapi sebenarnya berhati lembut kok. Kalau banyak menghabiskan waktu dengannya, nanti Kakak tahu sendiri."Jihan selalu baik hati kepada orang-orang yang ingin dia lindungi dan sayangi. Jika tidak, tidak mungkin Zeno, Daris dan Alta sudi mengikuti Jihan selamanya."Menghabiskan waktu dengannya?""Paling-paling aku hanya akan data
Hingga kematiannya, Jovan tidak mengungkapkan identitas Vian yang sebenarnya. Dia menyembunyikan rahasia kelahiran Vian demi melindungi Vian. Vian jadi merasa agak tersentuh.Jovan memang menyembunyikan identitas Vian yang sebenarnya dan bahkan membuat Vian menganggapnya sebagai ayah, tetapi kenyataannya Jovan memang tidak pernah menyakitinya dan memperlakukannya dengan sangat baik. Bahkan Jovan sendiri yang menyusui Vian sewaktu masih kecil.Vian sedang duduk di restoran tepi pantai sambil makan malam ketika salah seorang anggota markas Organisasi Shallon menyampaikan kabar kematian Jovan kepadanya. Dia memegang ponselnya dan berulang kali bertanya apakah Jovan ada mengatakan sesuatu kepada James sebelum meregang nyawa, tetapi anggota itu bilang tidak ada.Vian pun menurunkan pandangannya dan refleks menangis. Dia bertanya kepada anggota itu apa ayahnya sempat makan sebelum akhirnya meninggal.Anggota itu melaporkan bahwa sudah beberapa hari Jovan tidak makan karena terus dikejar dan
Namun, itu semua adalah cerita di kemudian hari. Saat ini, yang terpenting adalah Wina harus melahirkan anaknya.Sekembalinya dari Britton, Jihan langsung pergi ke rumah Jefri untuk menjemput istrinya.Selama dua hari kepergian Jihan, Wina tinggal bersama Sara untuk mengurus anak kembar mereka bersama Jefri.Untungnya, Jefri lebih menyukai anak perempuannya. Selama Wina tidak bersaing dengan Jefri untuk mengurus Edna, mereka damai-damai saja.Dengan kehadiran Wina dan Jefri, tentu saja Sara bisa lebih santai. Dia berbaring di atas tempat tidur dan menikmati waktu istirahatnya.Saat Jihan berjalan masuk, Jefri dan Wina sedang menggendong Ethel dan Edna."Kak Wina, karena Kak Jihan menamai kedua anakku, berarti aku juga boleh menamai anak kalian, 'kan?"Jefri menggendong bayinya dengan terampil, lalu menunjuk ke arah Ethel dan juga Edna yang digendong oleh Wina."Supaya nama mereka mirip, nanti nama anak kalian Ninel. Jadi, Ethel dan Edna ada temannya. Gimana?""Nggak gimana-gimana."Bel
Mata Jihan terasa begitu pedih. Dia pun menahan emosinya yang mendadak berubah itu dan refleks melangkah maju hendak melihat rupa anaknya dengan lebih jelas.Jihan memang pandai mengendalikan emosinya, tetapi Wina sangat mengenal Jihan. Dia bisa membaca emosi suaminya dari alisnya. Wina pun meraih tangan ramping Jihan dan meletakkannya di atas perutnya.Telapak tangan Jihan diletakkan persis di atas jemari si janin yang bergerak-gerak. Tangan Jihan dan tangan si janin saling menempel walaupun terpisah oleh perut Wina seolah-olah anak itu sedang menyapa ayahnya.Begitu merasakan tangan kecil di bawah telapak tangannya, Jihan harus mati-matian menahan air mata yang menggenangi pelupuk matanya. Terutama saat mendengar Wina bertanya, "Sayang, anak kita lucu, ya?"Jantung Jihan bahkan seperti berhenti berdetak selama sepersekian detik. Seandainya tidak ada Alexa di sini, Jihan pasti akan mengabaikan citranya dan memeluk Wina, lalu berbaring di atas perut Wina untuk merasakan gerak anak mere
Untung saja Jihan pulang tepat waktu dan menemukan Wina yang terjatuh. Jihan bergegas membawa Wina ke rumah sakit dan mendesak Alexa untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.Wina terlalu banyak bepergian sehingga tidak sempat melakukan kontrol kehamilan sebagaimana semestinya. Wina hanya melakukan pemeriksaan ala kadarnya yang tidak sesuai dengan prosedur. Wina belum pernah menjalani pemeriksaan secara menyeluruh.Kali ini, Wina mendadak pingsan sebelum mandi. Bukan karena Wina kekurangan oksigen akibat mandi terlalu lama, tetapi Jihan juga tidak tahu apa penyebabnya. Jihan merasa sangat cemas, jadi dia minta istrinya diperiksa secara menyeluruh.Setelah menyelesaikan pemeriksaan, Alexa pun memeriksa rekam medis Wina. Ternyata Wina sudah menjalani operasi besar lebih dari sekali, menjalani transplantasi jantung dan juga memiliki mata yang bermasalah. Tubuh Alexa mendadak menjadi dingin.Seandainya Wina tidak mengalami pre-eklampsia, yaitu tekanan darah yang tinggi akibat kehamila