Begitu mengetahui kebenarannya, Jordan menghabiskan semalaman dalam kondisi yang kaget dan tidak habis pikir. Padahal Keluarga Lionel dan Keluarga Dinsa sedang berseteru, tetapi mereka mendadak berkerabat berkat kehadiran Jihan.Jordan awalnya masih ingin balas dendam, tetapi Permana memperingatkannya untuk melupakan masalah ini karena mereka bersaudara. Jordan dilarang balas dendam ke Jihan kecuali ada anggota Keluarga Lionel yang diam-diam menikam Keluarga Dinsa.Tentu saja Permana mengeluarkan peringatan seperti ini karena dia tahu Jordan tidak mungkin bisa mengalahkan Jihan. Demi mempertahankan garis keturunan terakhir Keluarga Dinsa, dia sengaja menggunakan "kata-kata yang baik" untuk membujuk Jordan.Permana membujuk Jordan karena yang paling sulit menerima kenyataan ini adalah Jihan, bukan Keluarga Dinsa. Bagaimanapun juga, Jihan harus memanggil Permana dengan sebutan "paman". Dalam hal senioritas, Permana benar-benar di atas Jihan.Setelah mendengarkan penjelasan ayahnya, Jorda
"Enak saja! Bajingan apanya! Lagian, ayahku juga ganteng kok!" sahut Jordan sambil cemberut."Ah, keluar dari sini, sialan!" bentak Jodie dengan marah.Jordan mengencangkan cengkeramannya pada sabuk pengaman, lalu menyahut dengan ekspresi membangkang, "Nggak mau!"Di saat Jodie hendak menendang Jordan saking marahnya, Jihan yang duduk di kursi belakang pun menatap ke kursi depan dengan matanya yang indah itu."Jodie, Jordan, kakak ipar kalian itu lagi hamil. Jangan bertengkar dan fokus menyetir.""..."Ucapan acuh tak acuh Jihan itu sukses membungkam kedua pria yang kekanak-kanakan itu berhenti bertengkar. Jordan menurut karena yang menegurnya adalah kakak sepupunya sendiri, sementara Jodie menurut karena tidak mau menyulitkan Wina.Bagaimanapun juga, Jodie juga merasa khawatir karena Wina sedang hamil. Jodie pun memperlambat laju mobilnya dan memendam hasratnya untuk menendang Jordan habis-habisan.Di sisi lain, Cessa sedang bersujud berdoa. Setiap pukul 10, dia akan ke sini untuk men
Seandainya Favian tidak muncul, Cessa mungkin bisa mengendalikan diri selama satu tahun. Namun, kehadiran Favian justru ibarat setetes air hujan yang menyebabkan riak saat terjatuh ke atas permukaan air yang tenang.Semua orang berusaha meyakinkan Cessa bahwa Favian bukanlah Zeno. Zeno tidak memiliki tahi lalat di matanya dan tidak suka makan daun ketumbar. Zeno juga tidak suka mengenakan pakaian kasual atau membaca kitab. Favian bukanlah Zeno karena kedua pria itu menyukai hal-hal yang sangat berbeda.Namun, Cessa yakin Favian adalah Zeno. Zeno jadi orang yang berbeda karena kehilangan ingatannya akan Cessa. Dia sangat yakin bahwa Zeno kembali menemuinya dalam bentuk lain, mengganggu Favian dan mengejutkan orang awam yang ada di sekitarnya. untuk menjadi seorang Buddhis. Murid itu turun dari altar.Suatu hari, Favian turun dari atas altar dan berjalan menghampiri Cessa. Saat itu Cessa masih berlutut di atas bantalan untuk berdoa mengucapkan terima kasih kepada langit yang sudah membaw
Setelah itu, Favian akhirnya rela menggantikan posisi Zeno. Bukan hanya karena keinginannya sendiri, melainkan juga karena pesan dari mimpinya. Dia bahkan tidak pernah memaksa Cessa untuk memanggil namanya yang sebenarnya hingga akhir hayatnya.Setelah bersama dengan Cessa, Favian berubah menjadi Zeno seutuhnya. Dia bahkan menyukai apa yang Zeno sukai. Terkadang saat melihat wajah Cessa, Favian jadi bertanya-tanya dia ini sebenarnya Zeno atau Favian.Bertahun-tahun setelah itu, Cessa dan Favian dikaruniai dua orang anak. Namun, Cessa mendadak menyadari bahwa Favian bukanlah Zeno. Cessa pun kabur meninggalkan Favian entah ke mana dan tidak pernah bertemu dengan pria itu lagi.Favian juga berhenti mempertanyakan dia itu Zeno atau Favian. Favian berlutut di depan Cessa dan berulang kali mengatakan bahwa dia adalah Zeno yang lupa ingatan dan meminta Cessa agar jangan meninggalkannya.Saat itu, sebenarnya Cessa sudah tahu siapa yang ada di hadapannya sebenarnya. Dia bisa tahu karena dia sec
Jihan sontak terpana memandangi wajah Favian yang sama persis dengan Zeno itu. Rasanya dia bisa membayangkan Zeno merangkak keluar dari sarang ular itu dan berjalan menghampirinya dengan terhuyung, lalu memamerkan kehebatannya yang berhasil keluar dari sarang ular itu dengan selamat.Berulang kali Jihan berharap itulah yang terjadi, bahkan imajinasinya itu sampai terbawa mimpi. Sayangnya, sorot tatapan datar Favian berbeda dari Zeno. Zeno memiliki sorot tatapan yang tetap berbinar sekalipun sudah melalui berbagai macam rintangan, sementara sorot tatapan Favian terlihat seperti seseorang yang sudah melepaskan diri dari masalah duniawi.Begitu melihat Favian, Jihan langsung bisa membedakannya dari Zeno. Meskipun begitu, Jihan tetap menyimpan harapan karena wajah Favian yang sama dengan Zeno. Dia pun menjawab, "Menemuimu."Begitu mendengar suara Jihan, ekspresi Cessa yang sedang meminum madu hangat pun sontak berubah menjadi lebih serius. Matanya juga tampak menyalang dengan marah. Namun,
Senyuman Favian yang terkesan agak suci itu memengaruhi Wina dan juga Jihan. Debaran jantung mereka sebelumnya karena ingin melihat Zeno pun menjadi lebih tenang.Jihan yang tidak pernah sembarang minum di luar mengambil gelas kaca warna-warni itu, lalu menyesap isinya. Aroma teh yang ringan dan rasa yang unik langsung menyerbu lidahnya.Jihan terdiam selama beberapa saat, lalu menengadah menatap Favian. "Wajahmu memang mirip dengannya, tapi kamu bukan dia."Itu berarti bagi Jihan, tidak ada yang bisa menggantikan Zeno. Zeno adalah pribadi yang unik dan semirip apa pun orang lain dengan Zeno, mereka tidak akan bisa menjadi Zeno.Favian sangat puas dengan tanggapan Jihan itu. "Kalau kamu bisa membedakan kami, itu berarti Zeno sangat penting bagimu. Persahabatan yang erat selayaknya keluarga ini adalah sesuatu yang sangat berharga."Jihan menurunkan pandangannya untuk menutupi kesan kesepian dalam sorot tatapannya. "Aku juga sempat berpikir betapa baiknya kalau kamu itu dia. Tapi, saat m
Lama sekali Jihan memasak, dia baru selesai saat hari menjelang senja. Jihan keluar sambil membawa beberapa piring bergaya barat dan menaruhnya di atas meja bambu.Entah masakan apa yang Jihan hidangkan di atas piring itu. Wina tidak berani memakannya, tetapi Favian mau tidak mau harus memakannya.Bagaimanapun juga, dia yang tadi melihat Jihan menaburkan setengah toples garam ke dalam panci. Favian sebenarnya agak takut untuk memakan masakan Jihan.Di sisi lain, Jihan tampak tenang dan agak percaya diri. Jihan pun menyerahkan pisau dan garpu kepada Favian yang duduk di seberangnya. "Cobain."Favian tidak mungkin menolak kebaikan hati Jihan, jadi dia mengambil alat makan itu dan memotong steak yang terhidang. Lama sekali Favian hanya memotong daging, sebelum akhirnya selesai dan berpaling ke piring yang lain.Ada semacam cairan berwarna kuning di dalamnya, sepertinya terbuat dari pasta kari. Aroma kari memang tercium, tetapi penampakannya sulit untuk dijelaskan.Favian tidak berniat mak
Jihan menatap James dengan dingin dan acuh tak acuh, "Kenapa? Kamu nggak bisa menemukan Jovan, jadi kamu berencana menggunakan cip itu untuk mengendalikanku dan menemukannya?"Vian bilang James sudah mencari Jovan ke penjuru dunia, tetapi tidak kunjung ketemu. Jovan seolah mendadak lenyap dari dunia ini. James pasti menemui Jihan karena merasa buntu, bukan?James pasrah menerima dugaan Jihan itu. "Aku nggak sejahat itu. Aku mau bicara soal cip itu karena aku ingin memberitahumu kalau aku sudah menghancurkan sistem peledakannya. Mulai hari ini, nggak ada cip apa pun lagi yang mengendalikanmu."Jihan sontak terkejut. Sepulang dari Mebasta, Jihan berusaha menghancurkan sistem peledakan cip itu, tetapi gagal."Sistem peledakannya memang sudah dihancurkan, tapi kalau cip itu dikeluarkan, bisa-bisa infeksi virus dan bakterinya menyebar," kata James. "Mau nggak mau cip itu akan berada dalam otakmu selamanya."Jihan sudah tahu akan hal itu, jadi dia tidak memberikan tanggapan apa pun. James pu
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je