Beberapa orang bergegas langsung pergi ke Parama, melihat Lilia yang duduk di depan jendela kaca. Postur tubuh, sikap, dan ekspresinya persis sama dengan Yuno. Seakan ingin memberi tahu orang-orang, baik yang sudah hidup maupun yang sudah mati, bahwa dia masih cinta ....Ketika Daris melihat Lilia yang sudah tak bernyawa, dia menjatuhkan diri dan berlutut di depannya. Pria yang tidak pernah menunjukkan emosinya itu menangis.Daris merasa ini salahnya. Dia kurang peduli dan kurang melindungi Lilia. Dia telah gagal mengemban tugas sebagai kakak. Lilia mencapai titik ini juga karena salahnya. Karena dia telah menjadikan Lilia sebagai perisai dan membawa bencana untuknya. Itu semua karena dia.Daris menyalahkan dirinya sendiri. Dia mengangkat tangan dan menampar dirinya keras-keras. Dinda buru-buru menghentikannya, lalu perlahan berlutut, memeluk lengan Daris dan menangis tanpa suara bersamanya.Wina melepaskan tangan Jihan, berjalan menghampiri Lilia, menatap wajah yang telah kehabisan da
Wina tak kuasa menahan tangisnya saat membaca surat wasiat Lilia. Meskipun Lilia sendiri sudah sangat menderita, setiap kata dan kalimatnya menunjukkan rasa perhatian dan kasih sayangnya kepada kerabat dan sahabatnya.Wina berjanji kepada Lilia untuk menjadi bagian dari keluarganya. Dia berjanji untuk selalu menemaninya dan untuk memberikan kehangatan rumah. Segalanya belum terwujud, tetapi Lilia telah tiada ....Sejak pertama kali bertemu dengan Lilia, Lilia selalu membantu Wina. Entah saat Wina sakit, maupun saat Wina dalam bahaya, Lilia selalu menjadi yang terdepan untuk melindunginya. Lilia yang begitu baik, bagaimana mungkin dia pergi begitu saja ....Wina tak kuasa menerima kenyataan pahit ini. Berlutut di samping Lilia, dia kembali memeluk erat tubuh Lilia yang telah kaku. Seolah dengan memeluknya, Wina dapat menghidupkan Lilia yang telah tiada ....Wina memeluk Lilia dengan erat, tidak mengizinkan siapa pun mendekat. Seperti halnya Sara, Wina berusaha untuk menghangatkan tubuh
Tubuhnya yang kurus dan lemah gemetar tak terkendali, bagaikan baru saja dihantam badai. Rasa sakit menjalar dari dalam ke luar, menyebar ke seluruh tubuhnya. Bahkan ujung jarinya pun terasa seperti ditusuk jarum.Tubuhnya lemas, dia tidak bisa berjalan sama sekali. Dia hanya bisa menopang tubuhnya dengan telapak tangan di tanah dan merangkak menuju Lilia. Dia hampir tidak berani menyentuhnya, tetapi tak kuasa menahan diri untuk tidak mengangkat tangannya dan menyentuh wajahnya dengan lembut ....Rasa dingin yang menusuk itu, Reo yang berprofesi sebagai dokter, langsung tersadar. Lilia benar-benar telah pergi. Wanita yang selalu dia puja, telah tiada ....Wajah Reo memucat sedikit demi sedikit. Air matanya yang jatuh seperti butiran hujan yang menghantam jendela, terus mengalir tanpa henti ....Dia tidak ingin orang lain melihat kesedihannya. Dia hanya menundukkan kepalanya, diam-diam mengambil Lilia dari tangan Wina. Saat memeluknya erat, jari-jarinya perlahan mengencang, seolah memel
Saat Lilia dimasukkan ke dalam tungku pembakaran, Wina tak berani melihat. Dia memalingkan wajahnya dan memeluk Jihan erat-erat. Air matanya mengalir seperti air mancur yang tidak terbendung.Lilia, sahabat terbaik, akhirnya menjadi abu. Abu itu disimpan dalam kotak kecil. Entah dia kehilangan kebebasan atau justru mendapatkan kebebasan baru.Pada akhirnya, Lilia tidak akan pernah kembali ke dunia ini. Dia mengikuti orang yang dia cintai ke dunia lain, untuk membangun kebahagiaannya sendiri di sana.Pada kenyataannya, semua itu hanya khayalan indah manusia. Setelah kematian, tidak ada lagi yang tersisa. Jiwa yang disebut-sebut itu hanyalah harapan yang dibebankan oleh orang yang masih hidup.Yuno dan Lilia, pada akhirnya, saling tidak menyadari cinta mereka hingga akhir hayat. Baru di saat-saat terakhir, mereka menyadari betapa mereka saling mencintai.Menyesal?Menyesal.Namun, inilah kenyataan yang harus dihadapi.Setelah Lilia dikremasi, Reo sendiri yang menaburkan abunya. Dia memil
Mirlo baru saja keluar dari ruang kerjanya. Mendengar perkataan itu, wajahnya yang pucat pasi langsung berubah muram. Dia tidak menyangka setelah menyelesaikan masalah Yuno, dia harus kembali menghadapi Daris. Kehidupannya bagaikan petualangan yang penuh rintangan ....Mirlo menatap Daris dengan tatapan sedingin es, membuat Daris mendongak dengan perlahan. "Apa kamu yang bilang ke Lilia kalau Yuno sudah dikremasi dan abunya dilarung ke laut?"Mirlo menjawab tanpa ekspresi, "Kak Daris, aku cuma menemani Kak Lilia saat dia berziarah untuk Kak Yuno. Aku memberi tahu kebenarannya agar dia nggak berziarah ke makam yang salah. Apa yang salah dengan itu?"Daris mencabut pisau yang tertancap di sofa, lalu mengusap mata pisau dengan jarinya. "Ya, kamu memang nggak salah. Tapi, seandainya kamu nggak memberi tahu Lilia yang sebenarnya, dia nggak akan meninggal."Sulit untuk menebak maksud perkataannya. Mirlo yang pandai membaca situasi memilih untuk diam dan tidak membalas. Dia malah memperlihatk
Daris terbakar api balas dendam, sedangkan Wina terpuruk dalam duka setelah kehilangan sahabatnya. Dia tidak bisa tidur nyenyak selama sebulan ....Di setiap malam yang sunyi, wajah Lilia yang ceria selalu hadir dalam mimpinya. Wajah itu bisa serius, tersenyum, atau menangis. Itu sangat jelas tergambar, seolah terpatri dalam ingatannya ....Konon, setelah seseorang meninggal, jejak keberadaannya dan kenangan tentang wajahnya di dalam pikiran kita akan perlahan memudar sampai menjadi samar dan tak teringat lagi. Itulah awal dari proses penghapusan kenangan ....Tekad Wina untuk tidak melupakan Lilia membuatnya terobsesi dengan foto dan mimpi tentangnya. Hari demi hari, dia tenggelam dalam kesedihan dan akhirnya jatuh sakit karena depresi ....Hati Jihan hancur melihat Wina terbaring sakit. Dia menemaninya di samping tempat tidur. Keningnya berkerut dan matanya terpaku pada wajah pucat Wina."Sayang, kalau kesehatanmu memburuk, bagaimana aku bisa hidup tanpamu?"Saat waktunya tiba, dia h
Sara mengangkat dagunya sedikit dan mendekat ke bawah mata Jefri."Tindakan apa?"Wangi tubuh Sara yang menyegarkan dan menenangkan, berpadu dengan aroma alkohol yang samar menyeruak saat dia mendekat, membuat Jefri dilanda rasa gelisah. Tiba-tiba saja Jefri tidak berani menatap mata Sara.Dia awalnya memiliki pikiran tertentu, tetapi ketika Sara benar-benar mendekat, Jefri menjadi takut. Dia menolehkan kepalanya sedikit, ingin menghindari sentuhan jarak dekat.Sara yang mabuk terpeluk erat dalam pelukannya. Dia mulai kehilangan fokus dan tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang ada di depannya. Sambil menggenggam lengannya, Sara memejamkan mata dan perlahan mendekat ....Saat dia mendekat, Jefri tidak menghindar lagi. Dengan tubuh yang tegang, Jefri menatapnya lekat-lekat. Saat dia melihat tangan Sara menyentuh dadanya, jantungnya berdebar kencang. Namun, Jefri tetap diam dan terus menatapnya ....Jari-jari Sara menggenggam erat kemeja putih Jefri. Dengan sedikit tarikan, dia menari
Sara memang sudah patuh, tetapi Sara masih menjambak rambut Jefri dengan erat, tak mau melepaskannya. Seolah itu adalah senjata rahasianya untuk melawan pelecehan.Meski waspada, Sara merasakan ketenangan di hatinya. Dia seolah-olah percaya bahwa pria yang memeluknya tidak akan menyakitinya. Dengan patuh, dia melepaskan tangannya dan melingkarkan lengan di leher pria itu, mendekap pria itu dengan erat.Jefri memiliki tubuh yang tinggi dan kekar, sementara Sara bertubuh mungil. Saat Sara meringkuk padanya, dia tampak seperti anak kecil yang berlindung di pelukan Jefri.Dengan penuh kasih sayang, dia menggendong Sara seperti boneka, berjalan ke lift, dan turun ke tempat parkir bawah tanah. Dia mendudukkannya di kursi depan sebelah kanan dan memasangkan sabuk pengaman untuknya.Sambil mengemudi, dia sesekali melirik Sara. Melihat rambutnya yang berantakan menutupi wajah dan tidur dengan sangat lelap, Jefri tak kuasa menahan senyum di bibirnya.Ketika senyum tipis menghiasi wajahnya, dia m
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je