Huhm .... Hayooo kira-kira gimana? Chinta lanjut tunggu ramean dikit ah... 😂😂😘
Alisha masih berdiri terpaku, mencoba mencerna kata-kata pria itu.Membunuh?Siapa yang dibunuh? Maksudnya seseorang itu siapa?Atau jangan-jangan…Entahlah, dia tidak berani menebak-nebak, hanya saja, entah kenapa dia merasa kalau ada perasaan aneh mulai menyusup dalam hatinya. Ini sedikit berlebihan dan terasa seperti hal yang siap meledak.Hingga akhirnya, dia memutuskan untuk keluar dari tempat itu dan menyusul Zayden. Dia menghubungi Zayden, hanya saja tidak ada jawaban. Saat mendatangi kamar Zayden, juga sama, tidak ada sahutan.“Apa … dia gak balik ke kamar ya?” gumam Alisha.“Ya kalo gak ke kamar dia pergi kemana?” tanya Alisha sambil berpikir keras. Kakinya berjalan tak kenal lelah melewati koridor hotel ini, lalu berakhir di lobi hotel. Melihat jam di pergelangan tangannya sudah pukul 4 sore.“Duh! Apaan sih, kayak anak kecil aja! Padahal tinggal angkat aja teleponnya kok susah sekali sih!” gerutu Alisha.Akhirnya dia mempunyai ide.Dia menghubungi seseorang dengan harapan b
Alisha duduk diam, isi kepalanya terasa penuh dan sangat berisik, apalagi dia terngiang-ngiang kalimat sang nenek yang bertanya tentang masa lalu Zayden, ternyata itulah kenapa wanita itu terlihat skeptis saat Alisha mengatakan kalau semua orang memiliki masa lalu. Bukankah dia terlalu naif dan sombong dengan pernyataannya sendiri?Alisha kembali mengatur napasnya, agar bisa menjaga moodnya tetap baik, walau sebenarnya itu cukup sulit.“Al, apa kamu mendengarkanku?” tanya Yumi dengan suara pelannya.Yumi sudah yakin sejak awal, kalau Alisha pasti akan menyukai Zayden! Dia adalah Zayden, yang mana walaupun semua orang menghujatnya sebagai pria penyuka sesama jenis, tetap akan ada wanita yang berlomba berdiri paling depan untuk meraihnya, dan mengatakan kalau cinta bisa mengubah segalanya!“Alisha,” panggil Yumi lagi.“Ah, iya, Yum! Aku tidak apa-apa kok!” Lalu Alisha terkekeh ringan. “Kamu … yakin tidak apa-apa?” tanyanya Yumi dengan nada khawatir.“Tidak apa-apa kok!” Alisha masih ter
Tiga puluh menit sebelum rapat dengan calon klien, Alisha sudah memastikan semuanya berjalan aman, dia juga sudah berkoordinasi dengan orang-orang dari calon klien ini terkait persiapan-persiapannya. Tentu saja, masalah pribadi tidak boleh membuat moodnya berantakan, dia harus tetap profesional dengan pekerjaannya, lagipula dia datang kemari bukan untuk urusan pribadi, kan? Setelah urusan di sini selesai, Alisha kembali menghubungi Zayden, hanya saja pria itu masih belum menjawabnya. Jelas saja hal ini membuat Alisha mendadak khawatir! Bagaimana jadinya kalau tiba-tiba Zayden tidak datang?! Dengan cepat dia mengambil tindakan untuk kembali menyusul Zayden ke kamarnya. “Al, mau kemana?” tanya Tika saat berpapasan di depan lift, saat itu Tika ingin menuju ke ruang pertemuan yang sudah disiapkan bersama rekan mereka yang lain. “Aku mau menemui Pak Zayden dulu, memastikan makan malamnya aman atau tidak.” Tanpa mendengar jawaban dari Tika Alisha berjalan dengan langkah cepat. Alisha
Rapat berjalan lancar dan menghasilkan kerjasama yang mulus. Untuk selanjutnya akan dilakukan penandatanganan kontrak di kantor pusat OWL. Sepanjang rapat itu, Alisha tak hentinya memperhatikan Zayden, dia benar-benar sangat profesional, mulai dari gayanya bicara, gestur tubuhnya yang terlihat cukup bijak, dan semua itu tidak menampakkan apa yang sebenarnya terjadi beberapa jam sebelum ini.Dalam hal ini Alisha merasa lega. Sepertinya dia yang sedikit berlebihan untuk mengkhawatirkan pria itu, mungkin … yang perlu dikhawatirkan saat ini adalah dirinya sendiri yang secara perlahan berjalan mendekati pria itu!Setelah, semuanya bubar, Alisha melihat Zayden yang langsung pergi ke luar bersama dengan klien mereka.“Baguslah,” gumamnya pelan.Walaupun dia bergumam dengan nada senang dan bibir yang tersenyum, tetapi tetap saja dia tidak bisa membohongi hatinya sendiri, atas apa yang dia ketahui dari Zayden.“Al, berhubung kita akan bertemu dengan klien yang satu lagi besok siang, malam ini a
Mendengar pengakuan itu, Yumi langsung menarik Alisha ke dalam pelukannya. Jantungnya berdebar, namun ia berusaha menenangkan Alisha yang terlihat begitu rapuh.Yumi tahu betul, meskipun Alisha selalu tampak kuat, dia punya cara tersendiri untuk menyembunyikan kesedihan. Dan kini, kesedihan itu begitu jelas terlihat, walau tanpa air mata seperti wanita kebanyakan. Sepanjang Yumi mengenal Alisha, Yumi tidak pernah melihatnya sekali pun menangis, termasuk saat ini.Sebenarnya, Alisha cukup senang saat tahu informasi kalau Zayden tidak menyimpang, setidaknya apa dia masih bisa ada kesempatan untuk memperoleh hatinya? Walaupun hal ini dirasa terlalu serakah.Hanya saja … jika sudah berhubungan dengan seseorang dari masa lalu … rasanya hal itu tidak mungkin! Apalagi dia bisa melihat jelas sorot kehilangan mendalam yang dirasakan oleh Zayden saat dirinya menyinggung tentang masalah masa lalu Zayden itu.“Sebenarnya … ini yang kutakutkan sejak awal, Al!” Suara Yumi memecah keheningan yang a
“Aku hamil anakmu, tapi kamu malah sibuk berpacaran dan akan menikah dengan wanita lain!? Tega kamu!” Seruan nyaring Alisha di restoran elit ibu kota itu menarik perhatian semua orang. Alisha berdiri di tengah ruang restoran, tepat di hadapan seorang pria yang tengah makan bersama wanita lain. Air mata mengalir deras menuruni wajahnya, tampak begitu menyedihkan hingga banyak orang merasa kasihan padanya dan memandang tajam pria di depannya. “Sudah menghamili anak orang, tapi masih bermain-main dengan wanita lain. Dasar pria nggak bertanggung jawab!” “Hah … padahal tampan, tapi kenapa sikapnya seperti seorang bajingan …,” sahut tamu yang lain. Mendengar makian-makian ini, pria yang tertuding itu menatap Alisha tajam. “Nona, kita bahkan tidak saling mengenal. Bagaimana mungkin kamu bisa hamil anakku?” tanyanya dingin. Kalimat sang pria membuat Alisha menangis semakin kencang. “Ya Tuhan, demi menutupi aibmu, sekarang kamu berpura-pura tidak mengenalku?! Padahal sebelumnya kamu
Alisha berlari sekuat tenaga, napasnya memburu. Dia bahkan tidak berani menoleh ke belakang. Yang ada dalam pikirannya sekarang hanya satu: jangan sampai pria itu mengejarnya! Begitu melihat taksi melintas, Alisha langsung melambaikan tangan. "Berhenti!" serunya. Usai masuk ke dalam mobil dan mengatakan tujuannya kepada sang sopir, Alisha menyandarkan kepalanya di sandaran kursi dan menghela napas panjang. "Ya Tuhan, kekonyolan macam apa ini? " gerutunya, masih setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Niat hati ingin membantu teman, tapi Alisha malah mempermalukan dirinya sendiri dengan salah orang!? Yang benar saja! Alisha ingat, di awal sebelum memasuki restoran, dia sudah menanyakan jelas di mana meja Alvin Wicaksana. Akan tetapi, kenapa pelayan mengarahkannya ke meja yang salah!? Di saat itu, Alisha terdiam, mencoba mengingat adegan awal dirinya tiba di restoran. “Permisi, meja Tuan Wicaksana di sebelah mana, ya?” Karena ramainya restoran, sang pela
*Beberapa saat sebelumnya* Di dalam ruangan kantor eksekutif yang luas, Zayden Wicaksana tampak duduk dengan ekspresi dingin, menelusuri sejumlah dokumen di tangan. “Tuan, ini laporan lengkap perihal nama-nama karyawan yang diduga memiliki keterlibatan dengan manajemen lama yang bermasalah. Ada juga sejumlah karyawan berprestasi yang kami harap bisa dipertahankan dan digunakan untuk menggantikan manajemen lama,” ucap manager HR seraya memberikan sebuah tablet kepada Zayden. “Hmm, aku akan mengeceknya. Kamu bisa pergi,” ucap pria tersebut. Saat Manager HR meninggalkan ruangannya, Zayden pun beralih mengalihkan pandangan pada tablet yang baru saja diletakkan di mejanya. Dia mulai memeriksa satu persatu data karyawan, sampai akhirnya … pandangannya terpaku pada satu wajah yang terlihat sangat familier. Mata Zayden menggelap, dan dia melihat nama karyawan tersebut. Alisha Gayatri. Seketika, rahang Zayden mengeras dan senyuman sinis yang mengerikan terlukis di bibirnya. “Ali
Mendengar pengakuan itu, Yumi langsung menarik Alisha ke dalam pelukannya. Jantungnya berdebar, namun ia berusaha menenangkan Alisha yang terlihat begitu rapuh.Yumi tahu betul, meskipun Alisha selalu tampak kuat, dia punya cara tersendiri untuk menyembunyikan kesedihan. Dan kini, kesedihan itu begitu jelas terlihat, walau tanpa air mata seperti wanita kebanyakan. Sepanjang Yumi mengenal Alisha, Yumi tidak pernah melihatnya sekali pun menangis, termasuk saat ini.Sebenarnya, Alisha cukup senang saat tahu informasi kalau Zayden tidak menyimpang, setidaknya apa dia masih bisa ada kesempatan untuk memperoleh hatinya? Walaupun hal ini dirasa terlalu serakah.Hanya saja … jika sudah berhubungan dengan seseorang dari masa lalu … rasanya hal itu tidak mungkin! Apalagi dia bisa melihat jelas sorot kehilangan mendalam yang dirasakan oleh Zayden saat dirinya menyinggung tentang masalah masa lalu Zayden itu.“Sebenarnya … ini yang kutakutkan sejak awal, Al!” Suara Yumi memecah keheningan yang a
Rapat berjalan lancar dan menghasilkan kerjasama yang mulus. Untuk selanjutnya akan dilakukan penandatanganan kontrak di kantor pusat OWL. Sepanjang rapat itu, Alisha tak hentinya memperhatikan Zayden, dia benar-benar sangat profesional, mulai dari gayanya bicara, gestur tubuhnya yang terlihat cukup bijak, dan semua itu tidak menampakkan apa yang sebenarnya terjadi beberapa jam sebelum ini.Dalam hal ini Alisha merasa lega. Sepertinya dia yang sedikit berlebihan untuk mengkhawatirkan pria itu, mungkin … yang perlu dikhawatirkan saat ini adalah dirinya sendiri yang secara perlahan berjalan mendekati pria itu!Setelah, semuanya bubar, Alisha melihat Zayden yang langsung pergi ke luar bersama dengan klien mereka.“Baguslah,” gumamnya pelan.Walaupun dia bergumam dengan nada senang dan bibir yang tersenyum, tetapi tetap saja dia tidak bisa membohongi hatinya sendiri, atas apa yang dia ketahui dari Zayden.“Al, berhubung kita akan bertemu dengan klien yang satu lagi besok siang, malam ini a
Tiga puluh menit sebelum rapat dengan calon klien, Alisha sudah memastikan semuanya berjalan aman, dia juga sudah berkoordinasi dengan orang-orang dari calon klien ini terkait persiapan-persiapannya. Tentu saja, masalah pribadi tidak boleh membuat moodnya berantakan, dia harus tetap profesional dengan pekerjaannya, lagipula dia datang kemari bukan untuk urusan pribadi, kan? Setelah urusan di sini selesai, Alisha kembali menghubungi Zayden, hanya saja pria itu masih belum menjawabnya. Jelas saja hal ini membuat Alisha mendadak khawatir! Bagaimana jadinya kalau tiba-tiba Zayden tidak datang?! Dengan cepat dia mengambil tindakan untuk kembali menyusul Zayden ke kamarnya. “Al, mau kemana?” tanya Tika saat berpapasan di depan lift, saat itu Tika ingin menuju ke ruang pertemuan yang sudah disiapkan bersama rekan mereka yang lain. “Aku mau menemui Pak Zayden dulu, memastikan makan malamnya aman atau tidak.” Tanpa mendengar jawaban dari Tika Alisha berjalan dengan langkah cepat. Alisha
Alisha duduk diam, isi kepalanya terasa penuh dan sangat berisik, apalagi dia terngiang-ngiang kalimat sang nenek yang bertanya tentang masa lalu Zayden, ternyata itulah kenapa wanita itu terlihat skeptis saat Alisha mengatakan kalau semua orang memiliki masa lalu. Bukankah dia terlalu naif dan sombong dengan pernyataannya sendiri?Alisha kembali mengatur napasnya, agar bisa menjaga moodnya tetap baik, walau sebenarnya itu cukup sulit.“Al, apa kamu mendengarkanku?” tanya Yumi dengan suara pelannya.Yumi sudah yakin sejak awal, kalau Alisha pasti akan menyukai Zayden! Dia adalah Zayden, yang mana walaupun semua orang menghujatnya sebagai pria penyuka sesama jenis, tetap akan ada wanita yang berlomba berdiri paling depan untuk meraihnya, dan mengatakan kalau cinta bisa mengubah segalanya!“Alisha,” panggil Yumi lagi.“Ah, iya, Yum! Aku tidak apa-apa kok!” Lalu Alisha terkekeh ringan. “Kamu … yakin tidak apa-apa?” tanyanya Yumi dengan nada khawatir.“Tidak apa-apa kok!” Alisha masih ter
Alisha masih berdiri terpaku, mencoba mencerna kata-kata pria itu.Membunuh?Siapa yang dibunuh? Maksudnya seseorang itu siapa?Atau jangan-jangan…Entahlah, dia tidak berani menebak-nebak, hanya saja, entah kenapa dia merasa kalau ada perasaan aneh mulai menyusup dalam hatinya. Ini sedikit berlebihan dan terasa seperti hal yang siap meledak.Hingga akhirnya, dia memutuskan untuk keluar dari tempat itu dan menyusul Zayden. Dia menghubungi Zayden, hanya saja tidak ada jawaban. Saat mendatangi kamar Zayden, juga sama, tidak ada sahutan.“Apa … dia gak balik ke kamar ya?” gumam Alisha.“Ya kalo gak ke kamar dia pergi kemana?” tanya Alisha sambil berpikir keras. Kakinya berjalan tak kenal lelah melewati koridor hotel ini, lalu berakhir di lobi hotel. Melihat jam di pergelangan tangannya sudah pukul 4 sore.“Duh! Apaan sih, kayak anak kecil aja! Padahal tinggal angkat aja teleponnya kok susah sekali sih!” gerutu Alisha.Akhirnya dia mempunyai ide.Dia menghubungi seseorang dengan harapan b
Zayden masih diam. “Masih tidak mau cerita ya?” Alisha terkesan sedikit memaksa. Zayden menarik napas dalam dan berkata, “Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan–” “Kalau kasusnya begini, jelas aku harus tahu, setidaknya ini melibatkanku sebagai istrimu. Kecuali kalau aku tidak ada di tengah-tengah kalian!” potong Alisha cepat dengan nada frustrasi. Entah kenapa susah sekali membuka mulut Zayden ini! SREET! Suara kursi tertarik mundur, Alisha berdiri dari tempat duduknya, berjalan mondar-mandir di sekitar kursinya dan kursi Zayden sambil menghela napas panjang. Sementara, Zayden masih di tempat yang sama, duduk membisu seperti patung, menatap lurus tanpa ekspresi. Alisha menghentikan langkahnya tepat di depan pria itu. Matanya menatap sebal, bibirnya manyun, dan kedua tangan dilipat di depan dada. “Ya sudah kalau kamu nggak mau cerita!” serunya dengan nada tinggi, bola matanya berputar malas. “Menyebalkan sekali! Nggak nenek, nggak cucu, sama-sama biki
Suasana sedikit menjadi dingin, dan … baru saja Helena akan bicara, bunyi ponsel Alisha terdengar nyaring. Dia diam sejenak menatap layar ponselnya.Zayden.Namun, Alisha membuatnya menjadi senyap dan meletakkan kembali ponsel itu di atas meja. Helena melihatnya dengan tatapan menyelidik.“Zayden pasti menghubungimu, kan?” tanyanya dengan nada datar.Alisha mengangguk. “Benar, Nek.” “Kenapa kamu tidak menjawabnya? Dia pasti akan sangat khawatir padamu.” Helena berkata pelan namun penuh penekanan.Hal ini membuat minat Alisha makin tinggi terhadap apa yang terjadi pada keduanya. Dia menyipitkan matanya dan memandang ke arah Helena dan berkata, “Khawatir? Kenapa Zayden harus khawatir, Nek? Aku bersama neneknya, kan? Tidak mungkin juga neneknya melakukan sesuatu padaku.” Memancing!Akan tetapi Alisha lupa kalau yang berada di hadapannya ini bukan orang sembarangan yang bisa diberdayakan begitu saja.Helena tersenyum sekilas lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.“Itu pikiranmu, kan? Berbe
Helena menatap Alisha tanpa berkedip. Sorot matanya tajam, menusuk hingga membuat Alisha tak kuasa mengalihkan pandangan."Aku ingin mendengarnya darimu, Alisha," Helena mengulang, suaranya kali ini lebih dalam, lebih menekan. "Apa kamu... benar-benar mencintai Zayden?"Ruangan terasa semakin hening. Seolah udara mendadak lenyap dari sekitar mereka.Alisha meremas ujung rok yang menutupi pahanya, berusaha mencari kekuatan untuk membuka mulut, tapi suaranya justru menghilang.Helena mengangkat satu alisnya, seakan tidak sabar menunggu. "Kalau kau ragu..." bisiknya, nyaris seperti sebuah ancaman tersembunyi, "sebaiknya kau berhenti sekarang sebelum kau membuat cucuku lebih terluka dari sebelumnya."Alisha tertegun.Seketika wajah Zayden melintas di benaknya—tatapan dinginnya, sikap acuhnya, perhatian kecilnya ... dan semua luka yang mungkin disembunyikan pria itu dari dunia, entah kenapa itu semua nampak nyata. Apalagi, sikap Zayden padanya beberapa hari terakhir ini, seolah-olah dia ad
Siang itu suasana terasa berbeda. Bahkan sikap Zayden ini membuat penilaian 180 derajat berbalik kepada Zayden. Sikap angkuh, sombong dan juga sok berkuasa langsung sirna begitu saja. Mereka melihat sisi lain yang dimiliki oleh Zayden.“Kebetulan calon klien kita yang akan kita temui ini ada halangan dan dia baru bisa bertemu di jam setengah delapan malam. Mereka juga sudah mengatur tempatnya, di hotel yang nanti kita tempati.” Zayden berkata dengan suara tegas dan penuh dengan wibawa.“Lalu, untuk masalah perusahaan dan penyelidikannya, juga bisa kita tunda untuk hari ini, karena saya mendapat informasi kalau tempat mereka tutup dan baru ada di hari Senin, jadi kemungkin untuk tim marketing, kita akan ada di sini sampai Senin malam.” Zayden berkata sambil melihat ke arah tim marketing yang duduk dekat Alisha.Mereka menganggukkan kepala pelan.“Selebihnya, siang ini, sebagai bentuk permintaan maaf saya, mari kita makan di restoran western yang katanya paling enak di kota ini.” Zayden