Adiwilaga membawa Ekawira sejauh mungkin dari tempat yang kini tak lagi memiliki ketenangan itu.
Pria paruh baya itu, tahu bagaimana harus bertindak saat ini. Memang, untuk sekarang Ekawira tidak memiliki ilmu Kanuragan yang mumpuni dan tidak membahayakan bagi kalangan pendekar. Namun, di masa depan, kekuatan yang ada pada raga Ekawira akan mampu mengubah dunia persilatan.Setelah terbang cukup jauh, akhirnya dia berpijak di atas tanah, di dekat hutan belantara yang jarang sekali dimasuki oleh manusia karena terkenal akan hewan buas dan para siluman yang menjadi penghuni di sana.Adiwilaga membaringkan tubuh Ekawira di tanah. Selanjutnya dia mengalirkan tenaga dalamnya ke raga sang murid.Tak perlu waktu lama, Ekawira pun mulai membuka matanya."Guru Adiwilaga," ucapnya untuk pertama kali. Kemudian langsung mengubah posisinya menjadi duduk bersila."Kau baik-baik saja?" tanya Adiwilaga tampak sangat cemas."Iya, Guru. Aku baik-baik saja. Hanya sedikit sakit di bagian dada saat terkena kekuatan Guru, tadi," ungkap Ekawira datar."Iya, itu tidak lama lagi akan hilang. Hanya perlu istirahat dan memulihkan tenaga dalam."Adiwilaga tak mampu menjelaskan detailnya untuk sekarang. Seharusnya mereka yang terkena tenaga dari Pedang Batu Selembur, setidaknya akan mengalami cacat karena organ tubuh mengalami kerusakan. Namun, tidak dengan Ekawira sekarang.Ada kekuatan istimewa yang tertanam di raga Ekawira, sehingga membuat organ dalamnya kuat, meskipun tidak memiliki tenaga dalam."Sebenarnya, mereka-mereka itu, siapa? Mengapa mereka menyerang guru?" tanya Ekawira setelah berhasil mendapatkan ketenangannya.Ada keheningan di antara keduanya."Mereka mengincar pusaka yang baru kuciptakan. Pedang Batu Selembur."Adiwilaga menarik pedangnya, kemudian menunjukkannya pada sang murid. Ekawira berdecak kagum ketika melihat Pusaka ampuh tersebut."Pusaka ini sangat luar biasa, Guru. Apa Guru yang membuatnya sendiri?"Ekawira tidak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh pedang tersebut. Sepasang mata, menatap penuh binar kekaguman."Iya, pedang ini terbuat dari batu meteor," aku Adiwilaga datar."Batu Meteor, Guru?""Iya. Batu Meteor yang kutemukan pedalaman hutan ini. Batu Meteor ini, berada di dalam tubuh seekor siluman kera raksasa. Diriku berhasil mengalahkan siluman itu dan mendapatkan batu meteor ini."Ekawira mengangguk dengan penuh takjub, sampai mulutnya membentuk huruf O besar. "Guru, apa aku boleh memegangnya?" tanyanya ragu."Tentu saja. Kau boleh menyentuhnya."Ekawira tersenyum sumringah. Melihat muridnya sangat antusias, membuat Adiwilaga ikut bahagia.Ekawira menyentuh gagang pedang batu Selembur. Sentuhannya sangat hati-hati karena ini kali pertama ia memegang sebuah senjata.Sementara itu, Adiwilaga mulai merasakan adanya marabahaya yang datang mendekat. Dia langsung menggenggam pergelangan tangan Ekawira sangat kuat."Ada apa, Guru?" Ekawira melebarkan matanya. Ikut waspada."Pelankan suaramu." Adiwilaga berbisik sambil mengedarkan pandangannya penuh was-was.Ekawira mengangguk pelan. Sementara Adiwilaga segera menggenggam pedang batu Selembur.Adiwilaga menarik Ekawira untuk berpindah tempat. Melompat setinggi mungkin. Berpijak di atas dahan pohon.Wuhuuusss ...Sebuah belati melesat cepat dari arah depan. Adiwilaga kembali menarik Ekawira untuk pergi. Hanya hitungan detik saja, belati itu menancap di dahan pohon, tempat keduanya berada tadi.Belati yang datang bukan cuma satu, tapi ada beberapa lainnya. Adiwilaga menggunakan pedang batu Selembur untuk menangkis belati-belati itu, sembari memastikan Ekawira baik-baik saja."Guru, kau tidak apa-apa?""Kau tenang saja. Mereka tidak akan bisa melukaimu."Adiwilaga semakin meningkatkan kewaspadaannya. Tak berselang lama. Seseorang pun datang, dari arah barat. Ia melayang-layang di udara dengan jurus ilmu meringankan tubuhnya."Awas!" Adiwilaga, menarik tangan Ekawira agar terhindar dari ayunan pedang sosok bertopeng hantu itu.Kilatan cahaya menyambar cepat, tepat di posisi kepala Ekawira berada tadi. Lewat dari satu detik saja, maka Ekawira akan kehilangan kepalanya. Nyaris memang."Kau tidak apa-apa?" tanya Adiwilaga. Ekawira mengangguk pelan, dengan sedikit hembusan napas lega karena telah selamat dari maut, yang sungguh mengintai setiap saatnya.Keduanya tidak bisa mengobrol dengan leluasa, lantaran sosok bertopeng hantu itu, masih melayang-layang di udara sembari mengibaskan pedangnya terus-menerus.Dengan gerakan cepat, Adiwilaga berusaha menghindari ayunan pedang dari lawannya itu. Hal serupa dilakukan Ekawira. Tentus aja ia tidak bisa terus-menerus bersembunyi di balik bayangan gurunya. Situasi yang dihadapi sangat tidak memungkinkan untuk merasa takut.Gerakan Ekawira memang tak selincah gurunya. Adiwilaga sudah banyak melewati pertarungan hidup dan mati. Sementara Ekawira, baru detik ini mengahadapi pertarungan sungguhan.Tidak ada satupun serangan lawan yang mampu mengenai Adiwilaga maupun Ekawira. Sosok pria, memakai topeng menyerupai hantu itu, lantas bertengger di salah satu dahan pohon."Ternyata, kau masih hebat juga, Adiwilaga!" serunya sambil menyunggingkan senyuman. Meskipun, memakai topeng. Akan tetapi, mulutnya masih terlihat. Hanya sepasang mata saja yang tertutup.Adiwilaga menaikkan kewaspadaannya, "Sudah lama sekali, kita tidak berjumpa, Tengkorak Iblis." Dalam sekali lihat, Adiwilaga langsung mengenali sosok bertopeng itu."Apa Guru mengenalnya?" tanya Ekawira di tengah-tengah kegentingan yang ada.Adiwilaga hanya mengangguk tanpa kata. Kendatipun, sudah dibuat repot, Adiwilaga masih mampu mempertahankan ketenangannya. Dia harus tetap menjaga Pedang Batu Selembur bagaimanapun juga.Seseorang yang diajaknya berbicara, bukanlah orang sembarangan. Ia sosok pendekar sakti dari aliran hitam, yang sangat ditakuti di dunia persilatan.Sosoknya yang dalam beberapa tahun terakhir tak terdengar kabarnya, menciptakan kecemasan dalam benak Adiwilaga. Mengingat, dirinya sudah beberapa kali bertarung dengan Pendekar berjuluk, Tengkorak Iblis itu."Sepertinya, hari ini akan menjadi pertarungan yang sangat menyenangkan. Beberapa saat lalu, diriku tidak menemukan lawan yang sepadan. Melawan orang-orang lemah, membuat tanganku gatal saja. Melihatmu, ada di sini, maka permainannya akan semakin menarik!" serunya disertai tawa horor."Kudengar kau berhasil menciptakan pusaka ampuh, yang dapat menghancurkan sebuah desa hanya dengan satu kali ayunan saja?"Pada akhirnya sorot mata itu, langsung tertuju pada Pedang Batu Selembur, yang digenggam oleh Adiwilaga. Namun, dia tidak terlalu memusingkann sosok Ekawira karena yang menjadi titik fokusnya adalah Pedang Batu Selembur.Sementara itu, Adiwilaga menahan napasnya sejenak. Tak menduga akan berhadapan dengan Tengkorak Iblis di sini, dalam kondisi tidak prima.Tanpa basa basi lagi, Tengkorak Iblis mulai melesat cepat dari pohon besar itu. Mengarah pada Adiwilaga di sana."Pergilah, Ekawira!" Sebelum memulai pertarungan, Adiwilaga mendorong muridnya itu, supaya menjauh.Ekawira mundur beberapa langkah. Sementara Adiwilaga langsung menarik Pedang Batu Selembur dari sarungnya. Kilau cahaya yang tercipta, mampu menyilaukan mata Tengkorak Iblis untuk beberapa saat.CLING ...Dua mata pedang saling beradu. Tenaga dalam menjadi penyanggah tubuh untuk tetap seimbang. Nyatanya Tengkorak Iblis mampu mendapatkan kembali kesadarannya dengan cepat.Ekawira tak bisa diam begitu saja, melihat gurunya mulai bertukar beberapa jurus dengan Pendekar Tengkorak Iblis itu. Selama ini dia sudah belajar ilmu Kanuragan. Sudah saatnya ia keluar dari titik lemahnya. Bagiamanapun juga, ia tidak bisa terus mengandalkan Adiwilaga sebagai pelindungnya."Guru!" Niat hati ingin menolong. Namun, ayunan kakinya langsung terhenti, ketika sesosok wanita cantik, dengan selendang sutra berwarna hitam, berdiri tepat di hadapannya.Jarak yang tercipta kurang dari lima meter, sontak membuat Ekawira mundur beberapa langkah, guna menghindar dari segala kemungkinan yang ada."Senang berjumpa denganmu, Anak Muda. Dilihat dari penampilanmu, sepertinya kau adalah pendekar baru di dunia persilatan?" Wanita itu menyapa Ekawira dengan suara lembut dan mendayu-dayu. "Kalau boleh tahu, siapa namamu, Anak Muda?" Ia menutupi mulutnya dengan selendang. Suaranya terdengar malu-malu dan mengecap air liurnya.Ekawira langsung memasang kuda-kuda dan posisi siap untuk bertarung. Wanita itu tertawa geli. "Apakah, kau murid dari Pak Tua itu?" Ia terus menanyai Ekawira. Namun, hal tersebut tak membuat Ekawira menurunkan kewaspadaannya.Adiwilaga, yang terus bertukar jurus dengan Pendekar Tengkorak Iblis, telah mendapati muridnya sedang berhadapan dengan wanita, yang sosoknya tak asing bagi dunia persilatan."Ekawira! Berhati-hatilah dengannya. Dia adalah Dewi Laba-laba Hitam!"Adiwilaga tidak memiliki waktu untuk memberikan penjelasan detail tentang wanita yang mengenakan selendang hitam itu.Biarpun begitu, Ekawira dapat menangkap ucapan dari gurunya, yang diartikannya sebagai peringatan, untuk menjauhi lawan di hadapannya sekarang."Owh, jadi namamu, adalah Ekawira? Nama yang sangat indah, setampan orangnya," pujinya sambil tersenyum penuh kemenangan, di balik selendangnya.Ekawira tak memedulikannya. Sebaliknya, tingkat kewaspadaannya semakin tinggi, seiring dengan aura kegelapan dari tubuh Dewi Laba-laba Hitam, mulai tampak oleh netranya.Kini dia mulai merasakan adanya aura bahaya di sekelilingnya. Tubuhnya pun seolah mendapatkan dorongan sangat kuat, membuat seluruh aliran darahnya berdesir hebat. Entah kekuatan apa ini?"Menyerahlah saja, Anak Muda. Sebaiknya kau menjadi kekasihku dan tinggal bersamaku di istana para siluman. Hahaha.""Cih. Lebih baik, diriku mati di tempat ini, dari pada menjadi kekasihmu. Para kaum siluman!" tegas Ekawira, tanpa sedikitpun keraguan.Dewi Laba-laba hitam, melebarkan matanya. Dia mengibaskan selendangnya secara kasar. "Beraninya kau, Anak Muda, menghinaku!"Kali ini Ekawira yang tertawa, "Hahaha. Kalian, para siluman, tidak pantas mendapatkan rasa hormat. Sebentar lagi, diriku akan menghabisi nyawamu dan membalaskan kematian mereka yang tak berdosa!"Ekawira berseru lantang. Secara tidak langsung menantang lawan bicaranya itu. Ucapannya tidak lantas membuat pendekar sakti dari aliran hitam tersebut bergetar.Ekawira seolah mendapatkan kepercayaan dirinya untuk melawan. Sungguh kekuatan aneh apa ini? Pikirnya demikian."Baiklah. Mari kita buktikan, siapa yang lebih kuat. Kau atau diriku!" Tanpa banyak basa basi lagi, Dewi Laba-laba hitam langsung menarik pedangnya dari sarung.Ekawira tidak memiliki senjata, sehingga dia harus melawan Dewi Laba-laba Hitam dengan tangan kosong."Ah, pemuda tampan, kau akan menjadi milikku," kata Dewi Laba-laba Hitam dengan suara seraknya, seraya merentangkan empat lengan labanya.Ekawira menatap dengan mata yang penuh tekad. "Aku tidak akan menyerahkan diriku begitu saja, Dewi."Pertarungan pun dimulai. Dewi Laba-laba Hitam melancarkan serangan pertamanya, sebuah tendangan keras yang ditujukan ke arah dada Ekawira. Dengan refleks cepat, Ekawira menangkis dengan kedua tangannya. Meski terdorong beberapa langkah mundur, dia tetap tegak berdiri."Kau cukup cepat, pemuda," ujar Dewi Laba-laba Hitam, meraih ekornya yang panjang dan mengayunkannya menuju Ekawira. Namun, Ekawira berhasil menghindar dengan melompat ke samping.Tak lama kemudian, Dewi Laba-laba Hitam mengeluarkan serangan pukulan bertubi-tubi dengan keempat lengannya. Ekawira berusaha menghindar dan menghalau setiap pukulan dengan tangannya. Hentakan demi hentakan membuat tanah di sekitar mereka bergetar.Walaupun Ekawira mampu bertahan dengan kekuatannya, tenaganya
Dengan mata berkaca-kaca dan emosi yang memuncak, Ekawira melihat gurunya yang terkapar. Api kemarahan berkobar di dalam dadanya, tidak terima melihat Adiwilaga tewas di tangan Tengkorak Iblis. Ekawira merasa tanggung jawab besar untuk melanjutkan pertarungan dan membalas kematian gurunya."Mengapa kau melakukan ini, Tengkorak Iblis!" seru Ekawira, suaranya bergema di seluruh hutan, memecah keheningan malam.Tengkorak Iblis menatap Ekawira dengan dingin, tersenyum licik. "Kau berani sekali, pemuda. Namun, apa yang bisa kau lakukan tanpa gurumu?"Tanpa menjawab, Ekawira dengan lembut meletakkan mayat Adiwilaga di tanah, menghormati gurunya yang telah mengajarkannya banyak hal. Dia kemudian berdiri tegap, memegang pedang warisan dari Adiwilaga dengan erat."Sekarang giliranmu merasakan kekuatanku, Tengkorak Iblis!" kata Ekawira dengan suara yang penuh determinasi.Pertarungan pun dimulai. Ekawira menyerang dengan penuh semangat, mengayunkan pedangnya dengan kecepatan dan kekuatan yang s
Pusaran angin itu, membawa tubuh Ekawira berserta Pedang Batu Selembur, sejauh mungkin dari para pendekar aliran hitam itu.Perlahan-lahan, pusaran anginnya menghilang. Tubuh Ekawira pun terkapar di atas dedaunan kering, sedangkan Pedang Batu Selembur berada tidak jauh darinya.Seketika itu juga, muncul seorang pria sepuh yang seluruh rambutnya telah memutih, langsung menghampiri Ekawira yang tidak sadarkan diri di sana. Dia sedikit mengibas pakaiannya yang seperti jubah itu. Kemudian duduk berjongkok di samping kanan Ekawira. Dua ruas jarinya menyentuh tengkuk Ekawira. "Pemuda ini memiliki fisik yang lemah, tetapi tenaga dalamnya sangat kuat," gumamnya sesaat setelah memeriksa kondisi Ekawira, yang tidak sadarkan diri itu. "Seandainya bukan karena kekuatan besar ini, mungkin nyawanya sudah tiada setelah mendapat serangan dari Dewi Laba-laba Hitam dan Tengkorak Iblis." Kemudian ia mengangkat tangan kanannya dan berada tepat di atas tubuh Ekawira. Pria sepuh itu, mengalirkan seluru
Kekuatan Batu Bintang Perak, hanya muncul dalam kurun waktu seratus tahun sekali. Hanya manusia terpilih saja lah yang dapat memiliki Kekuatan Batu Bintang Perak di dalam tubuhnya.Pada kelahiran Ekawira, terjadi penomena alam yang luar biasa. Langit siang, seketika berubah menjadi gelap, tepat sebelum Ekawira lahir. Selama ini, tidak pernah terjadi hal semacam itu. Alam seolah ikut menyambut kelahiran Ekawira. Guntur menyambar di mana-mana. Angin pun berhembus kencang seperti badai yang siap meluluhlantakkan apa pun yang ada di depannya. Meskipun begitu, tidak ada satupun korban jiwa. Tidak ada yang mengalami musibah di hari itu. Bahkan mereka tidak tahu menahu, bahwa saat itu sedang terjadi badai. Sungguh aneh. Ya, tidak bisa ditelaah oleh akal manusia. Namun, itulah yang terjadi di hari itu. Alam seolah hanya ingin menunjukkannya pada orang-orang yang detik itu, menjadi saksi kelahiran Ekawira saja. Bukan itu saja, tepat sesaat Ekawira lahir ke dunia. Sang ayah pun menghilang, s
Hari mulai sore. Namun, Ekawira masih berada di tempatnya tanpa bergeser sedikitpun dari sana. Astagina sesekali memantau perkembangan latihan yang dijalani Ekawira. Sesekali itu juga, ia mendapati beberapa hewan buas datang mendekati Ekawira, mencoba untuk mengganggu konsentrasi pemuda itu. Astagina tentu tidak berdiam diri. Semua hewan buas yang datang mendekat, dibuat lari terbirit-birit dengan aura kematian yang dimiliki pria sepuh itu. Pria sepuh itu, tidak terlalu menggunakan banyak tenaga untuk mengusir hewan-hewan buas, sebab ia tidak mau konsentrasi Ekawira jadi terganggu akibat pertarungan ringan tersebut.***Tak terasa, sudah tiga hari berlalu. Ekawira masih duduk bersila di tempatnya. Dia tidak minum maupun makan. Tidak ada yang mampu menggoyahkan konsentrasinya kali ini. Ekawira telah bertekad untuk menaklukkan setiap tantangan dalam latihan bela dirinya. Kini fisiknya sedang ditempa, supaya kuat, ketika Kekuatan Batu Bintang Perak bereaksi. Astagina tersenyum lebar.
Hari berikutnya. Ekawira pun menjalani sesi latihan kedua, untuk mampu mengendalikan sepenuhnya kekuatan Batu Bulan Perak yang ada di dalam tubuhnya.'Batu Bintang Perak, adalah kekuatan penghancur sangat dahsyat. Kekuatan mengerikan itu tercipta dari sifat buruk manusia di muka bumi ini.' papar Astagina, yang kembali terbayang dalam benang Ekawira.Pendekar muda itu duduk bersila di atas batu besar, di bawah derasnya guyuran air terjun tanpa memakai baju, tapi masih mengenakan pakaian bawah. Ekawira harus memusatkan pikiran, menyatukan dirinya terhadap alam. Menyerap hawa murni dari sekitarnya. Dengan begitu, Kekuatan Batu Bintang Perak yang ada pada dirinya, dapat dikuasai. Meskipun Ekawira tahu, kekuatan besar itu tidak akan semudah itu untuk dikuasai.'Dalam kisahnya. Seorang Raja sakti mandraguna, bernama Raja Suwardana. Ia memimpin suatu negeri. Penghuni negeri itu, adalah bangsa jin dan dedemit. Pasukannya adalah kaum siluman yang haus akan darah manusia ...'Ekawira memejamk
Astagina tidak jadi pergi. Dirinya merasakan ada bahaya sedang mendekati area tersebut. Entah apa itu, sampai detik ini dirinya masih belum yakin sepenuhnya dengan tebakannya tersebut.Aura yang tiba-tiba muncul ini sangat mengusik ketenangannya. "Seharusnya, mereka tidak di tempat ini. Aku bisa merasakan aura itu. Dedemit air. Rawa Taraka."Kecemasan Astagina kian meningkat ketika telah hadir tiga sosok makhluk hijau. Seluruh tubuh mereka dipenuhi lumpur dan ganggang hijau. Tinggi mereka lebih dari dua meter, sehingga tampak seperti monster.Aroma busuk dari tubuh mereka sangat menyengat. Astagina hampir kehilangan kesadarannya, jikalau dirinya tidak menggunakan tenaga dalamnya untuk menekan aura mereka."Hei, kalian para Dedemit! Bagaimana bisa kalian berada di tempat ini, ah?!" Astagina meninggikan suaranya, sekaligus mengeluarkan tenaga dalamnya guna menekan aura bertarung dari ketiga mahluk, yang disebut Dedemit Air itu.KHAAAUUUUNGGG ...Mereka meraung sangat keras karena tekan
Astagina pun sudah berada di ambang batas kesabarannya. Dia tidak lagi menganggap lawan di depan matanya lemah. Dirinya juga tidak bisa berlama-lama menahan mereka karena akan berakibat fatal, untuk dirinya maupun Ekawira."Memang tidak ada cara lain lagi. Mereka harus dimusnahkan atau kehadiran mereka akan mengganggu pertapaan Ekawira di sana."Astagina menoleh ke belakang disertai helaan napas lega, lantara Ekawira masih terpaku di tempatnya. Menandakan, pertapaannya tidak terganggu."Kris Samber Nyawa!" serunya demikian sambil mengeluarkan sebuah benda pusaka yang terikat di pinggangnya.Kris Samber Nyawa, setidaknya Itulah yang diserukan pria sepuh itu. Mengangkat tinggi-tinggi benda pusakanya tersebut. Kris tersebut lantas mengeluarkan cahaya keemasan yang sangat menyilaukan mata. Dalam satu tarikan napas, Astagina sudah berada di tengah-tengah para Dedemit Air itu. Tangannya mengayun cepat, menghunuskan Kris tersebut ke salah satu Dedemit Air.DWAARRRR ..Hancur lebur hanya me
"Ajian Daraka Cakra." Astagina lantas mengenali jurus tersebut dalam satu kali lihat. Pun dengan Adiwilaga yang lebih dulu melihat ajian tersebut.Ajian Daraka Cakra, yang terkenal dapat menyembuhkan segala macam penyakit dalam waktu singkat, selama masih terdapat tenaga dalam yang cukup untuk menggunakan ajian tersebut. Di dunia persilatan, Ajian Daraka Cakra, tidak bisa dimiliki sembarang orang. Hanya mereka yang menghuni Gunung Lawu, sajalah yang dapat menguasai Ajian tersebut.Adiwilaga dan Astagina saling berpandangan. Sebelum akhirnya kembali menatap Priyambada dengan penuh kewaspadaan. "Hahaha. Tentu kalian mengenali ajian ini bukan?" Priyambada tertawa penuh kemenangan. Melihat perubahan reaksi dari lawannya, lantas membuatnya seperti di atas angin. Bukan rahasia umum lagi, mereka yang dapat menguasai Ajian Daraka Cakra menjadi lawan yang tak terkalahkan di dunia persilatan ini. "Apa yang harus kita perbuat sekarang, Kakang?" bisik Astagina merasa ketar ketir, mendapati
"Ternyata kau, Siluman Harimau!" seru sosok pria sepuh yang sebelumnya berwujud bola cahaya putih itu.Manusia Harimau itu menyeringai penuh makna. "Rupanya kau yang menjadi pelindung pemuda ini?" balasnya penuh selidik. Memicingkan matanya guna memastikan dugaannya itu."Dia adalah muridku!" aku pria itu penuh keyakinan. Ucapannya yang sungguh-sungguh, menegaskan bahwasanya ia adalah Adiwilaga. Nyatanya memang demikian. Adiwilaga, tidak dapat membiarkan masalah datang menghampiri muridnya yang sedang fokus bersemedi di sana. "Hahaha. Jadi, ramalan itu memang benar adanya. Malam itu, Kekuatan Batu Bintang Perak, memilih putra dari Tri Sapati sebagai persemayamannya dan sekarang ia telah tumbuh dewasa. Kau pinter juga rupanya, menyembunyikan sosok paling dicari di dunia persilatan ini." Ia menyela dan berdengus kesal di waktu bersamaan.Adiwilaga menulikan pendengarannya. Memilih untuk tidak memedulikan celotehan dari pria yang dipenuhi bulu-bulu itu. Keselamatan muridnya yang terpen
"Penguasa Gunung Arga menginginkan Kekuatan Batu Bintang Perak, yang tertanam dalam raga Ekawira," tutur Adiwilaga diiringi helaan napas panjang. Meski hanya sebatas Jiwa yang bergentayangan, tetapi ia masih memiliki perasaan kuat, layaknya manusia pada umumnya.Astagina membola. Mendengar pengakuan tersebut, dia hampir kehilangan ketenangannya. Namun, dia segera mengembalikan pikirannya yang mulai bercabang-cabang itu."Ta-pi, Kakang." Astagina terbata-bata, sulit untuk menyusun kata-katanya. "Maksudku ... bagaimana bisa Penguasa Gunung Arga, mengetahui tentang Kekuatan Batu Bintang Perak, sementara tidak ada satupun orang yang mengetahui, bahwasanya di dalam raga Ekawira, telah tertanam Kekuatan Batu Bintang Perak?"Adiwilaga menoleh kesamping, dipandanginya pria yang usianya tidak terpaut jauh darinya itu."Diriku memahami betul keresahanmu terhadap keselamatan Ekawira. Namun, kau harus mengetahui satu hal. Di balik pertapaan yang dilakukan Ekawira sekarang, telah memancarkan aura
Astagina pun sudah berada di ambang batas kesabarannya. Dia tidak lagi menganggap lawan di depan matanya lemah. Dirinya juga tidak bisa berlama-lama menahan mereka karena akan berakibat fatal, untuk dirinya maupun Ekawira."Memang tidak ada cara lain lagi. Mereka harus dimusnahkan atau kehadiran mereka akan mengganggu pertapaan Ekawira di sana."Astagina menoleh ke belakang disertai helaan napas lega, lantara Ekawira masih terpaku di tempatnya. Menandakan, pertapaannya tidak terganggu."Kris Samber Nyawa!" serunya demikian sambil mengeluarkan sebuah benda pusaka yang terikat di pinggangnya.Kris Samber Nyawa, setidaknya Itulah yang diserukan pria sepuh itu. Mengangkat tinggi-tinggi benda pusakanya tersebut. Kris tersebut lantas mengeluarkan cahaya keemasan yang sangat menyilaukan mata. Dalam satu tarikan napas, Astagina sudah berada di tengah-tengah para Dedemit Air itu. Tangannya mengayun cepat, menghunuskan Kris tersebut ke salah satu Dedemit Air.DWAARRRR ..Hancur lebur hanya me
Astagina tidak jadi pergi. Dirinya merasakan ada bahaya sedang mendekati area tersebut. Entah apa itu, sampai detik ini dirinya masih belum yakin sepenuhnya dengan tebakannya tersebut.Aura yang tiba-tiba muncul ini sangat mengusik ketenangannya. "Seharusnya, mereka tidak di tempat ini. Aku bisa merasakan aura itu. Dedemit air. Rawa Taraka."Kecemasan Astagina kian meningkat ketika telah hadir tiga sosok makhluk hijau. Seluruh tubuh mereka dipenuhi lumpur dan ganggang hijau. Tinggi mereka lebih dari dua meter, sehingga tampak seperti monster.Aroma busuk dari tubuh mereka sangat menyengat. Astagina hampir kehilangan kesadarannya, jikalau dirinya tidak menggunakan tenaga dalamnya untuk menekan aura mereka."Hei, kalian para Dedemit! Bagaimana bisa kalian berada di tempat ini, ah?!" Astagina meninggikan suaranya, sekaligus mengeluarkan tenaga dalamnya guna menekan aura bertarung dari ketiga mahluk, yang disebut Dedemit Air itu.KHAAAUUUUNGGG ...Mereka meraung sangat keras karena tekan
Hari berikutnya. Ekawira pun menjalani sesi latihan kedua, untuk mampu mengendalikan sepenuhnya kekuatan Batu Bulan Perak yang ada di dalam tubuhnya.'Batu Bintang Perak, adalah kekuatan penghancur sangat dahsyat. Kekuatan mengerikan itu tercipta dari sifat buruk manusia di muka bumi ini.' papar Astagina, yang kembali terbayang dalam benang Ekawira.Pendekar muda itu duduk bersila di atas batu besar, di bawah derasnya guyuran air terjun tanpa memakai baju, tapi masih mengenakan pakaian bawah. Ekawira harus memusatkan pikiran, menyatukan dirinya terhadap alam. Menyerap hawa murni dari sekitarnya. Dengan begitu, Kekuatan Batu Bintang Perak yang ada pada dirinya, dapat dikuasai. Meskipun Ekawira tahu, kekuatan besar itu tidak akan semudah itu untuk dikuasai.'Dalam kisahnya. Seorang Raja sakti mandraguna, bernama Raja Suwardana. Ia memimpin suatu negeri. Penghuni negeri itu, adalah bangsa jin dan dedemit. Pasukannya adalah kaum siluman yang haus akan darah manusia ...'Ekawira memejamk
Hari mulai sore. Namun, Ekawira masih berada di tempatnya tanpa bergeser sedikitpun dari sana. Astagina sesekali memantau perkembangan latihan yang dijalani Ekawira. Sesekali itu juga, ia mendapati beberapa hewan buas datang mendekati Ekawira, mencoba untuk mengganggu konsentrasi pemuda itu. Astagina tentu tidak berdiam diri. Semua hewan buas yang datang mendekat, dibuat lari terbirit-birit dengan aura kematian yang dimiliki pria sepuh itu. Pria sepuh itu, tidak terlalu menggunakan banyak tenaga untuk mengusir hewan-hewan buas, sebab ia tidak mau konsentrasi Ekawira jadi terganggu akibat pertarungan ringan tersebut.***Tak terasa, sudah tiga hari berlalu. Ekawira masih duduk bersila di tempatnya. Dia tidak minum maupun makan. Tidak ada yang mampu menggoyahkan konsentrasinya kali ini. Ekawira telah bertekad untuk menaklukkan setiap tantangan dalam latihan bela dirinya. Kini fisiknya sedang ditempa, supaya kuat, ketika Kekuatan Batu Bintang Perak bereaksi. Astagina tersenyum lebar.
Kekuatan Batu Bintang Perak, hanya muncul dalam kurun waktu seratus tahun sekali. Hanya manusia terpilih saja lah yang dapat memiliki Kekuatan Batu Bintang Perak di dalam tubuhnya.Pada kelahiran Ekawira, terjadi penomena alam yang luar biasa. Langit siang, seketika berubah menjadi gelap, tepat sebelum Ekawira lahir. Selama ini, tidak pernah terjadi hal semacam itu. Alam seolah ikut menyambut kelahiran Ekawira. Guntur menyambar di mana-mana. Angin pun berhembus kencang seperti badai yang siap meluluhlantakkan apa pun yang ada di depannya. Meskipun begitu, tidak ada satupun korban jiwa. Tidak ada yang mengalami musibah di hari itu. Bahkan mereka tidak tahu menahu, bahwa saat itu sedang terjadi badai. Sungguh aneh. Ya, tidak bisa ditelaah oleh akal manusia. Namun, itulah yang terjadi di hari itu. Alam seolah hanya ingin menunjukkannya pada orang-orang yang detik itu, menjadi saksi kelahiran Ekawira saja. Bukan itu saja, tepat sesaat Ekawira lahir ke dunia. Sang ayah pun menghilang, s
Pusaran angin itu, membawa tubuh Ekawira berserta Pedang Batu Selembur, sejauh mungkin dari para pendekar aliran hitam itu.Perlahan-lahan, pusaran anginnya menghilang. Tubuh Ekawira pun terkapar di atas dedaunan kering, sedangkan Pedang Batu Selembur berada tidak jauh darinya.Seketika itu juga, muncul seorang pria sepuh yang seluruh rambutnya telah memutih, langsung menghampiri Ekawira yang tidak sadarkan diri di sana. Dia sedikit mengibas pakaiannya yang seperti jubah itu. Kemudian duduk berjongkok di samping kanan Ekawira. Dua ruas jarinya menyentuh tengkuk Ekawira. "Pemuda ini memiliki fisik yang lemah, tetapi tenaga dalamnya sangat kuat," gumamnya sesaat setelah memeriksa kondisi Ekawira, yang tidak sadarkan diri itu. "Seandainya bukan karena kekuatan besar ini, mungkin nyawanya sudah tiada setelah mendapat serangan dari Dewi Laba-laba Hitam dan Tengkorak Iblis." Kemudian ia mengangkat tangan kanannya dan berada tepat di atas tubuh Ekawira. Pria sepuh itu, mengalirkan seluru