"Kok malah asyik ngobrol?. Kapan selesainya? Itu juga tamu-tamu besar di depan, kasih kue atau aoa?," Ucap Bu Harti. Ia sengaja kebelakang untuk memantau pekerjaan Aisyah."I-ya, Bu." Aisyah langsung dengan cekatan mencuci semua bekas piring dan gelas kotor di wastafel, sementara Alifah sahabatnya terus memandang Bu Harti tajam, lalu berlalu pergi.Aisyah beranjak mengambil satu persatu jenis kue-kue, lalu di tarus di atas beberapa piring, dengan segera dia mengantarnya ke depan sana, untuk di suguhkan pada para undangan.Aisyah berjalan ke depan, semua mata tamu undangan menyaksikan dengan menatapnya iba.Ryan yang melihatnya merasa geram. Dia menatap tajam ka arah ibu serta bapak dan saudara tirinya, Wajah mereka sama sekali tidak ada rasa bersalah, manusia macam apa mereka ini?."Aisyah. Apa yang kamu lakukan, hah?" Tanya Ryan. Ia turun dari pelaminan dan mengahampiri istri pertamanya."Mas. A-ku, "
"Ryannnnnn!Teriak Ibu Harti pada putranya."Lancang, kenapa kamu ada di sini?"Tanyanya."Kenapa? Kenapa aku ada di kamar bersama istriku sendiri? Pertanyaan macam apa itu, Bu." Tanya balik Ryan."Aisyah memang istri kamu, tapi kamu juga memiliki istri yang lain, apalagi kalian baru menikah. Apa kamu tidak kasihan? Meninggalkan Marni sendirian di malam pertama kalian" Saat Ryan akan membatah ucapan ibunya Aisyah menggenggam tangan suaminya untuk diam, dan menurut."Mas. Benar apa yang di katakan ibu," Ucap Aisyah.Ryan semakin tak percaya, bahwa istrinya malah mendukung ibunya yang meminta suaminya untuk tidur dengan wanita lain.Apakah istrinya sudah tak mencintainya? Apakah setelah ini dia akan merencanakan untuk meninggalkannya? Ryan bisa gila jika terus memikirkannya.Lagi-lagi Ryan harus menuruti keinginan ibunya, padahal Ryan sudah beberapa kali menolak dan membantah, namun istri malah mendukung untuk Ryan turuti kemauan ibunya.Ryan kembali ke kamar pengantin, tanpa ia sadar M
Setelah semua sudah selesai makan. Aisyah langsung membersihkan meja, lalu mengumpulkan piring kotor itu di wastafel. Setelah semua sudah bersih ia cuci. Aisyah meminta izin pada suami dan semuanya. bahwa dia akan pulang kerumahnya."Mas Ryan, Ibu" Ucapku. Saat semua berada di ruang tamu.Mas Ryan langsung menoleh, tatapan nanar mengarah ke arah ku."Pulanglah. Ngapain juga kamu di sini, mau numpang makan?" Kata Bu Harti ketus.Perkataan itu jelas membuat hati Aisyah sakit tapi tak berdarah.Sementara Ryan diam, suaminya yang selalu membela saat ia di sakiti oleh ibunya, sekarang bisu tak bicara apa-apa.Harapannya pupus, Aisyah berbalik ingin meninggalkan mereka."Tunggu dulu, Aisyah!" Cegah Bu Harti. Aisyah menoleh." "Dengar. Ryan akan bersama Marni, selama yang dia mau. Jadi biarkan mereka menikmati masa pengantin barunya, dan kamu jangan coba-coba menganggu mereka, di sini." Kata Bu Harti. "Y
Hari ini Alifah akan mengantarkan aku ke rumah yang akan menjadi tempatku bekerja.Butuh tiga puluh menit perjalanan untuk sampai di sana. Saat mobil yang di kendarai Alifah itu berhenti di sebuah rumah, rumah yang lumayan besar baginya.Di sana kami sudah di tunggu, dan di sambut oleh seorang wanita paruh baya yang masih muda di usianya."Bu Puspa. Ini Aisyah teman saya yang akan bekerja di rumah ibu. Aisyah ini bu Puspa, "Jelas Alifah. Saat kami di persilahkan untuk duduk di ruang tamunya."Aisyah. Nama yang cantik," Ujar Bu Sarah. Namun tatapannya tak lepas dari wajah ini.Apakah ada yang salah dengan wajahku?. Aku agak risih dan tak enak di pandang seintim itu oleh beliau."Terimakasih. Ibu juga masih cantik dan segar" Balasku. Aku sungguh tak bohong. Di usia yang tak lagi muda, calon majikanku itu masih terlihat segar.Bu Puspa memgembangkan senyumannya saat mendengar pujianku, ia lalu menjelaskan apa yang akan aku kerjakan nanti di rumahnya."Kamu boleh pulang pergi, dan datang
Plak.Sebuah tamparan mendarat di pipiku. Tamparan itu begitu keras sehingga membuat tubuh ini terjatuh ke lantai.Aku mendongak. Menatap tajam orang yang tak pernah aku sangka akan bertindak kasar seperti ini.Selama sepuluh tahun pernikahan baru kali ini, Mas Ryan bermain tangan. Rasa sakit yang aku rasakan karena tamparan darinya tak sebanding dengan rasa sakit di hati ini."Syah, Maaf aku tak bermaksud--" Ujarnya dengan wajah bersalah."Cukup, tidak ada yang perlu di jelaskan, kamu sudah terlanjur menamparku, Mas" Ucapku lirih dengan tangan memegang pipi."Aku minta maaf."Aku tersenyum miris mendengar ucapannya. Dia pikir dengan maaf bisa menyembuhkan sakit ini, bahkan dia menamparku di hadapan madu dan keluarganya.Sesak rasanya dada ini, membayangkan semua yang telah aku korbankan untuk mereka, tapi apa yang kudapat, hinaan dan tuduhan yang menyakitkan apalagi dengan perubahan suaminya.Aku
"Iya. Aku lelah jika harus menjadi yang kedua, Mas. Aku ingin menjadi satu-satunya, dan lagi aku bisa memberikan semua yang kamu mau. Jadi ceraikan istri pertamamu, Mas" Pinta Marni.Marni memang sudah memberikan segalanya untukku. Tapi aku tak sanggup jika harus berpisah dari Aisyah, dia istri yang sangat aku cintai saat ini, walaupun akhir-akhir ini dia jadi pendiam dan sangat dingin.Namun dia masih mau melaksanakan kewajibannya. Ia menyiapkan segala keperluanku. Aisyah masih mau melayaniku, dia istri yang baik dan solehah bagiku, Aku berusaha untuk menyenangkannya dengan uang nafkah yang layak, namun Aisyah malah menolak, ia sama sekali tidak mau menerima uang yang aku peroleh dari adik madunya."Kalau kamu tidak menceraikannya. Lebih baik aku pergi dan mengugurkan janin ini" Ancam Marni. Ia merajuk dengan menghentakan kakinya.Tidak. Apa yang baru saja dia bilang?Dia akan pergi dan meninggalkan aku. Tidak, aku tidak mau seperti dulu lagi, hidup miskin di bawah tekanan ibu serta
"Siapa pria itu?"Tanyaku. Saat Aisyah langsung kubawa masuk kedalam rumah."Pak Rama, dia anak majikanku" Jawab Aisyah datar, auranya begitu dingin.Ya Allah kenapa dengan istriku?Dia begitu dingin dan menjadi sangat pendiam sekarang.Dimana Aisyah istriku yang ku kenal, istriku yang menyambutku dengan hangat dan berkata lemah lembut sekarang hilang, Aisyah sungguh telah berubah."Kenapa kamu dekat dengan dia? Kamu itu masih punya suami nga baik dekat-dekat sama pria lain." Aisyah hanya menatapku tajam, nyaliku langsung ciut dengan tatapannya yang mengerikan menurutku."Kamu bilang aku masih punya suami? Tapi kok aku marasa seperti seorang janda, tanpa nafkah lahir dan batin yang di berikan oleh pria bergelar suamiku" Ucapan yang baru Aisyah lontarkan membuat tenggorokanku tercekat. Aku sadar selama sebulan ini, aku tak pernah memperhatikannya lagi. Ibu dan Marni selalu menghalangi dan mencegahku setiap aku ingin
"Semua keputusan pasti ada resikonya, aku sudah merelakanmu di miliki oleh wanita lain, maka aku harus berbagi dengannya, namun ketidak mampuanmu, ketidak adilanmu, aku harus mundur, aku harus mengikhlaskanmu untuknya. Jangan menyiksa diri ini lagi, kumohon ceraikan aku sekarang juga" PintanyaDeg."Kamu ingin membuatku gila! Aku sangat mencintaimu, sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikanmu, berikan aku kesempatan sekali lagi, kita mulai ini dari nol, aku janji akan bersikap adil kali ini" Bujukku. Menghadapi sikapnya yang dingin seperti ini saja aku sudah stres, apalagi membayangkan aku harus kehilangannya."Jika kamu mencintaiku, lepaskan aku jangan biarkan aku tersiksa dengan pernikahan ini" Pintanya semakin gigih ingin berpisah dariku.Tubuhku lemas mendengarnya. Aisyah selama ini sudah menemaniku, ia ikhlas menjalani pedihnya hidup bersamaku, aku yang tadinya bukan siapa-siapa dulu tak pernah di perdulikan orang lain, termasuk