Hari ini Alifah akan mengantarkan aku ke rumah yang akan menjadi tempatku bekerja.Butuh tiga puluh menit perjalanan untuk sampai di sana. Saat mobil yang di kendarai Alifah itu berhenti di sebuah rumah, rumah yang lumayan besar baginya.Di sana kami sudah di tunggu, dan di sambut oleh seorang wanita paruh baya yang masih muda di usianya."Bu Puspa. Ini Aisyah teman saya yang akan bekerja di rumah ibu. Aisyah ini bu Puspa, "Jelas Alifah. Saat kami di persilahkan untuk duduk di ruang tamunya."Aisyah. Nama yang cantik," Ujar Bu Sarah. Namun tatapannya tak lepas dari wajah ini.Apakah ada yang salah dengan wajahku?. Aku agak risih dan tak enak di pandang seintim itu oleh beliau."Terimakasih. Ibu juga masih cantik dan segar" Balasku. Aku sungguh tak bohong. Di usia yang tak lagi muda, calon majikanku itu masih terlihat segar.Bu Puspa memgembangkan senyumannya saat mendengar pujianku, ia lalu menjelaskan apa yang akan aku kerjakan nanti di rumahnya."Kamu boleh pulang pergi, dan datang
Plak.Sebuah tamparan mendarat di pipiku. Tamparan itu begitu keras sehingga membuat tubuh ini terjatuh ke lantai.Aku mendongak. Menatap tajam orang yang tak pernah aku sangka akan bertindak kasar seperti ini.Selama sepuluh tahun pernikahan baru kali ini, Mas Ryan bermain tangan. Rasa sakit yang aku rasakan karena tamparan darinya tak sebanding dengan rasa sakit di hati ini."Syah, Maaf aku tak bermaksud--" Ujarnya dengan wajah bersalah."Cukup, tidak ada yang perlu di jelaskan, kamu sudah terlanjur menamparku, Mas" Ucapku lirih dengan tangan memegang pipi."Aku minta maaf."Aku tersenyum miris mendengar ucapannya. Dia pikir dengan maaf bisa menyembuhkan sakit ini, bahkan dia menamparku di hadapan madu dan keluarganya.Sesak rasanya dada ini, membayangkan semua yang telah aku korbankan untuk mereka, tapi apa yang kudapat, hinaan dan tuduhan yang menyakitkan apalagi dengan perubahan suaminya.Aku
"Iya. Aku lelah jika harus menjadi yang kedua, Mas. Aku ingin menjadi satu-satunya, dan lagi aku bisa memberikan semua yang kamu mau. Jadi ceraikan istri pertamamu, Mas" Pinta Marni.Marni memang sudah memberikan segalanya untukku. Tapi aku tak sanggup jika harus berpisah dari Aisyah, dia istri yang sangat aku cintai saat ini, walaupun akhir-akhir ini dia jadi pendiam dan sangat dingin.Namun dia masih mau melaksanakan kewajibannya. Ia menyiapkan segala keperluanku. Aisyah masih mau melayaniku, dia istri yang baik dan solehah bagiku, Aku berusaha untuk menyenangkannya dengan uang nafkah yang layak, namun Aisyah malah menolak, ia sama sekali tidak mau menerima uang yang aku peroleh dari adik madunya."Kalau kamu tidak menceraikannya. Lebih baik aku pergi dan mengugurkan janin ini" Ancam Marni. Ia merajuk dengan menghentakan kakinya.Tidak. Apa yang baru saja dia bilang?Dia akan pergi dan meninggalkan aku. Tidak, aku tidak mau seperti dulu lagi, hidup miskin di bawah tekanan ibu serta
"Siapa pria itu?"Tanyaku. Saat Aisyah langsung kubawa masuk kedalam rumah."Pak Rama, dia anak majikanku" Jawab Aisyah datar, auranya begitu dingin.Ya Allah kenapa dengan istriku?Dia begitu dingin dan menjadi sangat pendiam sekarang.Dimana Aisyah istriku yang ku kenal, istriku yang menyambutku dengan hangat dan berkata lemah lembut sekarang hilang, Aisyah sungguh telah berubah."Kenapa kamu dekat dengan dia? Kamu itu masih punya suami nga baik dekat-dekat sama pria lain." Aisyah hanya menatapku tajam, nyaliku langsung ciut dengan tatapannya yang mengerikan menurutku."Kamu bilang aku masih punya suami? Tapi kok aku marasa seperti seorang janda, tanpa nafkah lahir dan batin yang di berikan oleh pria bergelar suamiku" Ucapan yang baru Aisyah lontarkan membuat tenggorokanku tercekat. Aku sadar selama sebulan ini, aku tak pernah memperhatikannya lagi. Ibu dan Marni selalu menghalangi dan mencegahku setiap aku ingin
"Semua keputusan pasti ada resikonya, aku sudah merelakanmu di miliki oleh wanita lain, maka aku harus berbagi dengannya, namun ketidak mampuanmu, ketidak adilanmu, aku harus mundur, aku harus mengikhlaskanmu untuknya. Jangan menyiksa diri ini lagi, kumohon ceraikan aku sekarang juga" PintanyaDeg."Kamu ingin membuatku gila! Aku sangat mencintaimu, sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikanmu, berikan aku kesempatan sekali lagi, kita mulai ini dari nol, aku janji akan bersikap adil kali ini" Bujukku. Menghadapi sikapnya yang dingin seperti ini saja aku sudah stres, apalagi membayangkan aku harus kehilangannya."Jika kamu mencintaiku, lepaskan aku jangan biarkan aku tersiksa dengan pernikahan ini" Pintanya semakin gigih ingin berpisah dariku.Tubuhku lemas mendengarnya. Aisyah selama ini sudah menemaniku, ia ikhlas menjalani pedihnya hidup bersamaku, aku yang tadinya bukan siapa-siapa dulu tak pernah di perdulikan orang lain, termasuk
"Sudah kamu ceraikan saja, Ryan. Wanita tidak berguna seperti dia pantasnya di buang" Kata ibu"Iya mas, ceraikan saja istrimu itu aku akan memberikan modal usaha tambahan lagi untukmu" Ujar Marni. Wajah ibu langsung berbinar."Ayo Ryan" Desak ibu."A--ku""Ceraikan aku mas" Ujar Aisyah."Sudah aku bilang, aku tidak akan pernah menceraikanmu!" Kekeh Ryan."Mas, Kamu sudah mempunyai segalanya denganku. Jika kamu tidak menceraikannya, aku pastikan akan mengambil semua yang sudah aku berikan pada kalian" Ancam Marni.Wajah ibu langsung pucat. Ia mendekatiku memohon agar aku menuruti perintah Marni."Ryan, ibu mohon turuti Marni. Ibu tidak ingin hidup miskin lagi, kamu pisah dengan Aisyah, toh wanita itu juga meminta talak. Kamu punya harga diri, kamu laki-laki jangan terlihat lemah di hadapan dia, kamu ceraikan saja dulu, Ibu yakin dia akan mengemis untuk kembali, karena tidak bisa hidup tanpa kamu. Percayalah
"Aisyah tunggu! Kami mau berangkat kerja, ya?" Tanya Alifah. "Iya, Fah." Jawab Aisyah."Syah, majikan kamu baikan?""Alhamdulillah, mereka baik banget sama aku, Fah." "Syukurlah, kamu yang betah kerja di sana. Ngomong-ngomong soal Ryan, dia masih ngasih kamu nafkah, kan?""Aku sudah pisah sama Mas Ryan, Fah." Ucap Aisyah sambil menunduk.Alifah terkejut, namun ia juga merasa bersyukur karena sahabat bisa lepas dari luka suaminya."Serius Syah. Kamu udah pisah sama Ryan?"Belum sempat Aisyah menjawab pertanyaan Alifah. Tiba-tiba seseorang menyahut dari arah jauh, orang itu tak lain adalah Bu Harti dan Marni."Iya, mereka sudah bercerai dan ini surat dari pengadilan agama" Sahut Marni dengan wajah angkuhnya."Lagian siapa juga laki-laki yang mau mempertahankan wanita seperti Aisyah. Sudah tak punya apa-apa, anak yatim piatu, cuma bisa jadi menantu yang tak ada gunanya doang." Caci Harti. P
"Ibu. Marni. Apa yang kalian lakukan di sini?" Tanya Ryan yang baru menghampiri mereka.Ryan menatap Aisyah yang hari ini terlihat berbeda. Wajahnya yang kemarin terlihat lusuh dan kusam, sekarang lebih segar, dan cantik."Mas. Kamu apa-apa sih? Natap janda sok cantik seperti dia sebegitunya? " Tegur Marni cemburu.Ryan tersadar bahwa tatapan begitu menonjol pada mantan istrinya."Aku natap biasa aja kok, Yang" Kilah Ryan."Ryan, kamu harus jaga perasaan istrimu. Dia lagi hamil jadi akan lebih sensitif, lagian ngapain sih? Kamu sudah tidak ada hubungannya lagi sama perempuan gatel ini" Hina Bu Harti."Cukup, Bu. Jangan menghina Aisyah lagi!" Sentak Ryan.Ia tak habis pikir dengan ibunya, dari duku masih belum puas menghina Aisyah.Marni yang mendengar ucapan suaminya, merasa geram, dan emosi" Mas, kamu membela dia, dari pada membela ibu dan istrimu. Ingat Mas aku yang sah menjadi istri sekarang bukan dia."