"Ehemm ... Cie yang pagi-pagi udah basah nih" goda mbak Puspa."Emang mbak enggak?" tanyaku balik menggodanya."Enggak, bang Adnan di suruh puasa dulu sampe dede bayinya empat bulan" ucap mbak Puspa."Alasannya kenapa mbak?" tanyaku kepo."Ya gitu deh, kalau hamil muda itu masih rentan," jawabnya."Tapi, bang Adnan-nya sampai sekarang aman kan mbak?" tanyaku sambil terkekeh."Aman cuma kadang-kadang suka kejang-kejang aja" ucapnya yang membuat aku tertawa terbahak-bahak.Sambil mengobrol ngalor ngidul. Tak terasa aku dan mbak Puspa sudah menghangatkan makanan untuk semuanya sahur."Pantesan si cepmek bawaanya sentimen mulu, ternyata lagi puasa malamnya demi dede bayi" ledek Irpan, saat pria itu baru saja keluar dari kamarnya dengan rambut basah.Bang Adnan tak mengubris ucapan adiknya, pria itu hanya menampilkan wajah masamnya.Aku dan mbak Puspa menatap bingung pada Irpan.'Apa dia menguping pembicaraanku tadi dengan mbak Puspa?' tanya batinku."Kayak gue dong bang, puas tiap malam.
"Bagaimana ini, Pak?" "Coba di tambahkan lagi kain kafannya, dan saya mohon pada semua warga yang berada di sini. Kita sama-sama berdoa untuk Mega agar segera bisa di kebumikan" perintah Pak Kades, dan Pak ustadz."Al-fatihah" ucap Pak ustadz mulai memimpin doanya.Setelah semua membaca doa untuk Mega, dan ke ajaiban terjadi, darah yang tadinya terus mengalir kini berhenti secara mendadak."Alhamdulillah" ucap warga serempak."Teh, kok firasat saya gak enak ya" ucap Irpan sambil mengeluarkan keringat sebesar biji jagung."Lu fobia sama darah atau gimana?" tanya bang Adnan."Enggak. Tapi kayaknya firasat gue gak enak aja Bang. Lu sebaiknya bawa mbak Puspa menjauh dari sini deh Bang " jawab Irpan sambil menyuruh bang Adnan membawa istrinya, dari kerumunan orang yang ada di sini."Akang kenapa?" tanyaku khawatir karena tiba-tiba wajahnya pucat."Teh awas!" teriak Irpan sambil menarik lenganku.Kulihat semua mata tertuju pada kami. Wajah mereka terlihat bingung saat Irpan berteriak kenca
'Pasukan?'Tiba-tiba ular kecil begitu banyak keluar dari ekor Mega."Lah itu keluar dari mana lobang-nya?" tanya salah satu warga yang kebingungan.Namun semua warga yang mendengar ucapan temannya malah terkekeh geli.Saat ular-ular kecil itu mendekat segera semua orang membacakan doa.Sedangkan Mega langsung merayap menghampiriku dan Irpan."Hahaha ... kalian tidak bisa lagi lari dariku" ucap Mega dengan tawa mengerikan."Arrrggggg" teriakku. Saat Mega meraih tubuhku dengan kuku-kuku panjangnya. Namun, seperti ada sesuatu sehingga tubuh Mega terpental jauh saat hampir menarikku.Tiba-tiba dari dalam tubuh Irpan, munculah sesosok yang transparan seperti macan putih."Apa itu, Pak Kades?" tanya warga sambil menujuk sosok macan putih itu."Ternyata pria itu memiliki khodam macan putih" ucap Pak ustadz yang membuat semua mata terbelalak."Khodam macam putih?" tanya Pak Kades."Iya. Khodam macan putih yang sangat langka" jawab Pak ustadz."Maksudnya, Pak ustadz?" tanya semua orang."Soso
Irpan hanya menghela nafas panjang lalu menoleh pada Bang Adnan."Fan, ikut gue" ajak bang Adnan.Bang Adnan langsung berdiri dari duduknya, dan menarik tangan Irfan dengan kasar. Lalu bang Adnan membawa Irfan keluar."Fan, lu tahu 'kan itu dosa? Kenapa lu ngelakuin itu hah?" tanya Bang Adnan. Namun, Irpan hanya diam membisu.Bugh!"Jawab!" bentak bang Adnan sambil memukul wajah Irpan Aku, mbak Puspa dan Ayah yang mendengar kedua kakak beradik itu ribut-ribut, langsung menghampiri mereka."Abang sudah, Bang" ucap mbak Puspa berusaha menenangkan suaminya."Dia harus di kasih pelajaran, Dek. Lu tahu apa yang nanti bakalan di terima almarhum Papah di alam sana?" tanya bang Adnan dengan nada marah.Bugh!Bang Adnan kembali melayangkan bogem mentah pada wajah Irpan. Namun Irpan tak membalasnya."Akang!" jeritku. Bugh!"Salah apa yang beliau perbuat? Sehingga punya anak brengs ek kaya lu" tunjuk bang Adnan pada Irpan."Jawaaaaab. Dasar pengec ut!" ucap bang Adnan. Pria itu benar-benar ma
KEKASIH IMPIAN DOA 34"Tapi ada yang Ayah takutkan, jika mengadakan acara buka bersama Put" ucap Ayah padaku."Takut? Maksudnya Yah?" tanyaku."Ayah takut jika nanti saat semua orang berkumpul, menunggu azan magrib nanti dengan ghibah.""Ghibah?" tanyaku kebingungan."Jauhkan mulut dengan mulut. Jauhkan telinga dengan mulut. Jauhkan mata dengan mulut. Artinya jika sudah berkumpul, kemungkinan besar akan adanya ghibah, karena iblis akan mencari cara bagaimana caranya supaya puasa kita menjadi rusak tanpa sadar, dan pahala kita terkikis habis semua""Tapi 'kan niat kita untuk--" belum selesai aku melanjutkan ucapanku. Ayah langsung memotongnya."Selain ghibah, banyak juga orang demi berbuka bersama sampai tak sholat magrib, dan perbuatan ini tidak di ridho Allah subhanahu wa ta'ala"ucap Ayah."Ayah benar" timpal Irpan setuju dengan ucapan Ayah."Tapi bagaimana kalau kita minta Pak ustadz Wahyu, untuk membimbing acara ini Yah?" tanyaku."Dan cara menghindari dari ghibah. Bagaimana kalau
Pov Putri Di malam takbiranGema takbir kian ramai terdengar. Riuhnya orang menabuh bedug dan berkeliling menyuarakan takbir, hilir mudik di jalan depan rumah. Beberapa rombongan berpawai dengan berjalan kaki, dan masing-masing membawa obor yang menyala. Beberapa rombongan yang lain berkonvoi dengan sepeda motor dan kendaraan beroda empat."Berarti benar dia pelakunya?" tanya Bang Adnan pada Irpan.'Pelaku? Apa yang mereka tengah bicarakan?' tanyaku dalam hati."Benar, dan orang di balik dalang semua ini adalah Bu Dahlia" jawab Irpan."Bu Dahlia?" tanya Bang Adnan dengan raut wajah bingung."Bu Dahlia. Emaknya si ulat bulu itu, ternyata mereka yang selama ini sudah memakan setengah gaji para karyawan" ucap Irpan.Aku lihat kilatan amarah terdapat di kedua mata Bang Adnan. Pria itu mengepalkan kedua tangannya menandakan dia benar-benar marah."Sejak kapan mereka melakukan ini? Berapa banyak uang gaji karyawan yang mereka makan setiap bulannya?" Tanya Bang Adnan penuh dengan penekanan.
Setelah menyelesaikan shalat subuh berjamaah. Aku dan Mbak Puspa segera memanaskan masakan yang sudah kami buat kemarin sore. Kami juga menyiapkan hampers yang isinya perkuehan dan bahan sembako untuk di bagikan kepada warga setelah shalat idul Fitri nanti.Kebetulan rumahku memang tidak jauh juga dari masjid, hanya butuh sepuluh menit berjalan kaki dari sini ke sana. Jadi setelah bubar nanti pastinya para warga melewati rumahku.Setelah memanaskan masakan, dan membersihkan rumah. Aku dan Mbak Puspa bersiap-siap mengambil wudhu lagi sementara Ayah, Irpan, dan Bang Adnan sudah rapi dengan sarung, peci, dan kokoh-nya masing-masing."Pak Ridwan, itu hampers banyak banget mau ada banyak tamu ya?" tanya Ibu-ibu yang sudah mengenakan mukena untuk melaksanakan sholat idul Fitri."Ah enggak ada tamu. Ini hampers untuk di bagi-bagi sama warga habis shalat idul Fitri Bu" jawab Ayah."Wah!" Seru ibu-ibu itu dengan mata berbinar."Mari ibu-ibu kita segerakan ke masjidnya" ajak Ayah.Kami semua ber
"Putri" tiba-tiba suara seorang pria paruh baya memanggilku dari belakang."P-pak Nano" cicitku."Loh ngapain kamu di sini?" Tanyanya sambil melirik Irpan dan Ayah dengan tatapan meremehkan."S-saya hanya--" "Wah jangan-jangan kamu mengikuti saya sampai kesini. Nyesel ya! Kemarin-kemarin nolak tawaran saya" goda Pak Nano dengan senyuman yang menjijikan.Dalam hati aku langsung amit-amit tujuh turunan, tanjakan dan tikungan.Pak Nano adalah seorang bos pabrik garmen di kampungku, beliau memang terkenal memiliki banyak simpanan dan suka mempermainkan wanita. Aku juga tidak tahu kenapa Tuhan menciptakan makhluk jenglot sepertinya apalagi sekarang pria bandot itu malah mengincarku untuk di jadikan sebagai wanita simpanannya."Maaf Pak Saya--" belum selesai aku melanjutkan ucapanku, pria paruh baya itu dengan geernya menujukan bahwa aku mau menjadi wanita simpanan."Gak usah sok jual mahal lagi Put.