"KAU!" Rosa menunjuk tepat di depan wajah Gavin. Matanya berkaca-kaca menahan amarah yang bergejolak di hatinya. "Berhenti menggangguku!" jeritnya putus asa.
"Berhenti mencampuri urusanku! Ini hidupku! Memangnya siapa kau?! Berani berkomentar tentang apa yang aku lakukan!" Rosa berteriak, melampiaskan apa yang ia rasakan saat itu. Napasnya sedikit tersengal-sengal. Dia terlalu bersemangat mengeluarkan isi hatinya, sehingga tak menyadari batas yang ia miliki.
Memangnya adik kelasnya ini tahu apa tentangnya? Kenapa berani sekali mengomentari hidup seseorang serta menentukan apa yang harus dia lakukan? Pemuda ini juga mengatainya sebagai sosok yang egois.
Rosa masih menahan diri. Dia sendirilah yang menjalani hidupnya selama ini, dia tak melakukan apa-apa sehingga pantas dibenci orang lain, tapi kenapa ada orang yang berani berkomentar tentang apa yang harus dan tidak boleh dia lakukan? Apalagi, ucapan itu keluar dari orang asing yang merupakan adik kelasnya di sek
Entah pikiran dari mana, dan ide yang muncul karena hal apa, Lisa pun merogoh isi tasnya, mengambil sebotol air mineral yang dia beli dari kantin sekolah, lalu berjalan lambat menuju seorang pemuda yang kini sudah menengadahkan wajah untuk menatapnya."Ini," Lisa menyodorkan botol minuman itu kepada Gavin. "Ambillah."Dan dibalas dengan tatapan bingung dari Gavin yang diajak bicara, lalu gadis itu pun menambahkan, "Memang ini hanya air minum biasa, tak bisa membuat amarahmu reda atau membuat hatimu tenang, tapi setidaknya ini dapat membantu mendinginkan pikiranmu."Gavin masih belum menerima botol minum yang Lisa sodorkan padanya, dia masih diam mematung di tempatnya semula. Menatap Lisa tanpa kedip, lalu beralih menatap air minum yang masih terdapat segel pada tutupnya.Hampir beberapa menit tak kunjung diambil, Lisa pun menurunkan tangannya yang mengapung di udara. Gavin mendengkus sambil menatapnya dengan ekspresi tak suka."Kau itu jangan jadi
Jadi, meski yang jadi pecinta hanya aku, kita akan tetap bersama, 'kan?Jujur saja, aku tak ingin berpisah darimu.***Budaya dari Jepang yang populer mulai dikenal secara luas di Indonesia pada tahun 1990-an. Memang sebelumnya, pada tahun 1970-an dan 1980-an animasi khas Jepang atau biasa dipanggil anime sudah masuk ke Indonesia melalui teknologi video recorder yang filmnya didapatkan di rental-rental video. Akan tetapi, dikenalnya budaya Jepang secara lebih meluas di Indonesia pada tahun 1990-an, dapat ditandai oleh diterbitkannya komik-komik Jepang yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh PT. Elex Media Komputindo, salah satu anak perusahaan penerbit Gramedia.Hal ini pun membuat budaya Jepang semakin terkenal di semua kalangan. Baik dari generasi tua, maupun muda. Terutama bagi mereka yang menyukai komik, animasi atau budaya lainnya yang berasal dari negeri sakura tersebut.Sebab semakin populernya budaya Jepang di Indonesia, khususnya
Dino tersenyum tipis. Gadis ini harus dibuat jera, pikirnya.Jawaban pemuda yang selalu memiliki ekspresi minim itu adalah perintah—sekaligus ancaman, mengingat apa yang bisa Dino lakukan kepadanya. Terlebih lagi, Dino juga sudah memberikan penekanan pada kata 'segera' dan itu berarti pernyataannya tak bisa diganggu gugat. Bahkan, jika Lisa memohon belas kasihan kepadanya sekalipun, pemuda itu tetap tidak akan berhenti dan menuruti kemauannya.Apakah ini yang biasa dilakukan oleh sepasang kekasih? Apakah ada pasangan yang tega membiarkan kekasihnya sendirian di jalanan sepi? Hanya Dino lah yang melakukan hal itu.Sang gadis Hogward menghela napas dari hidung secara perlahan, ia hanya bisa pasrah saat Dino tak menuruti permintaannya. Memangnya dia ini siapa?Apa dia cukup berarti bagi pemuda itu? Lisa meragu, tidak pada hari ini saja gadis Hogward ini berpikir demikian, tapi hari sebelumnya juga sama.Gadis itu pun mengangguk kecil sebagai jaw
Dino tersenyum setelah panggilan teleponnya dengan Rosa berakhir. Tadi itu benar-benar menyenangkan. Rosa membahas banyak hal. Dari yang penting sampai sesuatu yang tidak terlalu penting juga diceritakan olehnya. Saat Rosa bercerita, Dino hanya duduk diam di atas kasurnya. Mendengarkan dengan kaki yang sengaja disilangkan, dia duduk bersila dengan nyaman. Waktu berlalu sangat cepat dan tak terasa, sudah satu jam lebih mereka berdua berbicara di telepon. Sampai-sampai tak menyadari waktu yang telah berlalu di antara mereka. Dino terkekeh pelan dia benar-benar menikmati hal ini, rasanya sungguh menyenangkan. Inilah kualitas sesungguhnya dalam sebuah hubungan, tak ada yang saling diam dan merasa canggung terhadap satu sama lain. Hubungan itu akan menuju tingkat yang jauh lebih tinggi dan Dino akan menunggu saat itu tiba. Pemuda berambut agak jabrik itu lantas bangkit dari tempat tidurnya, kemudian beranjak menghampiri kamar mandi. Senyum tipis di wajahny
Janji itu harus ditepati, tapi bagaimana jika keadaan tidak memungkinkan kita untuk menepatinya?***Rupanya, Doran Hogward, ayahnya Lisa sedang berusaha menghabisi dirinya sendiri karena tak bisa mengenyahkan bayangan wanita yang telah berkhianat dari dalam hidupnya. Pria itu berpikir pendek, tak peduli pada trauma yang mungkin saja akan dialami kelak oleh kedua putri kecilnya.Masih menurut cerita ayah, Lisa menangis histeris sambil berulangkali mengucapkan terima kasih saat ayahnya telah berhasil menyelamatkan nyawa Doran yang malang itu.Anak kecil itu memeluk pinggang Mogi karena memang tingginya hanya sampai di situ—tetap dengan air mata haru. Lisa sangat bersyukur, karena itu jelas tidak bisa membayangkan hidupnya dan adik perempuannya nanti, jika sang ayah juga pergi meninggalkannya.Dan sesaat sesudah cerita ayah selesai, ibu lantas menatap serius ke arahku, tatapan yang tak pernah ditunjukkan oleh ibuku sebelumnya. "Kau harus jadi t
Hari demi hari pun berlalu. Tak terasa, sudah tiga bulan lebih Lisa tinggal di kawasan baru bersama keluarga kecilnya. Semenjak pindah ke rumah yang jauh lebih besar, Lisa merasakan beberapa perubahan yang telah terjadi di depan matanya. Perubahan yang begitu besar, dan terasa menyenangkan.Ayah dan ibunya tak lagi bertengkar seperti dulu. Tak ada lagi pertengkaran di setiap saat seperti yang sering mereka lakukan di depan anaknya. Bahkan, tatapan ayahnya yang semula menatap tidak suka, kini menjadi tatapan lembut setiap kali dia melihat kepada sang istri, yang itu berarti ibunya Lisa. Tak ada lagi sorot kebencian ataupun rasa tidak suka yang terpancar di kedua bola matanya. Yang ada di sana hanyalah kekuatan perasaan yang baru saja tumbuh dan berkembang. Benar-benar sebuah tatapan yang tulus dari hati.Sama seperti ayah, ibunya juga sering menampakkan raut muka tersipu yang begitu manis. Ketika Lisa memuji betapa enaknya masakan buatannya. Padahal
Dalam hidup, kita akan bertemu dengan 2 tipe manusia. Yang pertama adalah mereka yang memang berhati tulus dan yang kedua adalah mereka yang hanya suka memanfaatkan kebaikan orang lain. *** Lisa sampai di sekolah dengan perasaan aneh yang terus merambati hatinya, ia takut jika itu merupakan pertanda buruk, tapi dengan ketenangan pura-pura yang ia buat, Lisa mencoba menekan segala praduga, mungkin hanya tubuhnya saja yang tak sesehat biasanya. Lisa menghampiri tempat ia biasa duduk di kelas, dan di sana sudah ada Rosa yang selalu berangkat lebih cepat darinya. Wajah gadis kecil Manoban itu terlihat murunh, seolah sedang menghadapi persoalan yang besar. Ia terlihat gelisah. Tak biasanya gadis itu terlihat tak tenang seperti seekor cacing yang kepanasan. Beberapa kali Rosa kedapatan sedang mengetuk-ketuk meja dengan jarinya seakan tengah memikirkan sesuatu yang serius. Kebiasaan itu tak se
Pada keesokan harinya, Lisa melakukan rutinitasnya seperti biasa. Bangun pagi-pagi sekali untuk memasak dan bersih-bersih rumah, menyiapkan bento untuknya dan sekalian untuk ayahnya, memeriksa tas sekolahnya sekali lagi agar tak ada barang yang tertinggal. Klise, hanya itu yang ia lakukan sebelum mandi dan berangkat ke sekolah. Setelah melakukan rutinitas yang biasa ia kerjakan setiap pagi, Lisa pun beranjak ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya. Selesai mandi dan mengeringkan badan, Lisa mengambil seragam sekolah dari dalam lemari pakaian, memakai seragam itu dengan cepat, lalu memasang dasi di kerah seragamnya, juga sedikit memoles wajahnya dengan bedak tipis. Lisa memandang pantulan dirinya di cermin, cukup bagus dan rapi. Tak perlu terlalu mencolok, sebab dia sudah cukup manis. Hanya saja, Lisa tak berpikiran seperti itu. Dia tak tahu jika sebenarnya dia memiliki senyuman yang indah. Memastikan sekali l