"Mas,"Lirih Aisha membuat Arash seketika mengangkat wajahnya."Iya, Aish!" jawab Arash cepat dengan gugup. Entah kenapa, kejadian beberapa detik yang lalu membuat lelaki yang di kenal garang ini, terdiam kaku."Ayo kita pulang, Mas!" Ajak Aisha. Wanita itu menggaet tangan Arash tanpa peduli banyak pasang mata yang merasa iri. Apalagi, para duda yang sedang berjualan juga ibu-ibu yang menyandang status janda mulai saling sikut.Arash, melihat keadaan di sekelilingnya. Ide cerdiknya mulai kumat.Tanpa hitungan detik. Wanita yang menggunakan kain penutup wajah itu sudah berada di dalam gendongan Arash. Tepat dengan netra mata saling beradu."Mas, aku kan sudah sembuh?" tanya Aisha sambil memukul pelan dada bidang milik Arash. "Jangan seperti ini deh!""Suuttt!"Arash menutup mulut milik Aisha yang sesungguhnya tak langsung bersentuhan dengan kulit itu dengan jari telunjuk.
"Aisha?"Degh!.Langkah Aisha yang tiba dekat mobil, spontan terhenti, dan napas seketika tercekat. Kemudian menoleh ke arah sumber suara. Dan..."Aisha," lirih Ummi Rasyidah saat wanita yang tengah menggendong putranya menoleh. Ummi Rasyidah melangkah cepat, dengan mata yang tiba-tiba mengembun melihat putrinya ternyata sudah memiliki buah hati. Ya, kali ini ummi Rasyidah tak salah orang, dengan melihat Aina disamping Aisha. Ia yakin, bahwa wanita bercadar itu adalah putrinya. Putri yang selama satu tahun tak kunjung ia temukan keberadaannya."Putriku...""Aina, ayok masuk!" Perintah Aisha, segera ia membuka pintu mobil, dan meminta sang supir untuk melajukannya."Aisha," ummi Rasyidah berteriak dan berlari. sayang, mobil yang membawa sang putri tercintanya telah melesat meninggalkan taman kota ini yang dihuni beberapa ratusan manusia yang bersiap untuk pulang. Wanita yang sudah berb
"Beri gue tahu tentang pelampiasan selain merampok dan meniduri wanita," ucap Arash dengan tatapan kosong. Namun, pilu.Tomo dan Bean saling lirik. Kemudian, mereka mengangguk tanpa mau bertanya apa alasan yang membuat bossnya terlihat begitu memperihatinkan. Sisi Arash yang tak pernah mereka lihat sebelumnya."Boss, boss baik-baik saja, kan?" tanya Bean penuh khawatir."Kalian tenang, Gue baik-baik saja," jawab Arash tegas, ia masih menatap kosong. "Tolong, tunjukkan gue tempat untuk pelampiasan, yang lebih extrim dan menantang!""Boss, saran gue. Boss jangan gegabah, Sebaiknya, kita ini bangun branding kita," ucap Tomo dengan hati-hati."Maksudnya?" Arash berbalik, lalu menatap dua bawahannya bergantian.Tomo merebut sebuah browser dari tangan Bean. Ia menunjukan sebuah berita tentang undangan konser semarak menjelang bulan Ramdhan."Ini, bebas untuk umum, boss!" ucap
Lama, lama Rumanah memejamkan mata. Meskipun air mata itu tetap luruh hingga mengenai hijabnya yang telah berantakan. Sedangkan Faruq, lelaki berjenggot tipis itu memejamkan mata, menetralkan debar dalam dada meluapkan semua kerinduan. Bibirnya tak henti mengucapkan kata maaf."Dimana kedua istrimu?" Pertanyaan itu terlontar lembut setelah beberapa detik diam. Meskipun hati Rumanah terasa pilu mengingat kejadian menyakitkan itu."Mereka telah kutalaq, Rum!""Kenapa mereka kau talaq? Kenapa tidak aku saja, dan kenapa kau tak biarkan saja aku mati?""Karena aku mencintaimu seorang, Rum! Dan mereka hanya pelampiasan sikap bejatku." Faruq semakin mengeratkan rengkuhan, ia memejamkan mata menenggelamkan rasa rindunya yang perlahan terkikis.Rumanah terjeda. Namun, tiba-tiba beberapa dokter masuk sehingga tak lama, ummi Nayla dan ustadz Hameed datang beriring.Rumanah hanya pasrah saat
Dorrr!Satu peluru yang menembus, membuat semua yang tengah terlena dengan lagu yang di bawakan oleh Arash langsung menjerit histerisdan menyingkir. Mereka lari tunggang langgang sehingga suasana jadi ricuh tak terkendali.Sang panitia yang juga tengah terbuai dengan suara merdu dari Arash, terkejut dan dibuat oleng karena tersenggol oleh orang-orang yang berlari menyelamatkan diri. "Ada apa ini?" Bruk!Bruk!Lagi-lagi sang panitia terjatuh akibat tersenggol orang-orang yang berlari tunggang langgang. "Ada tembakan, Pak!" Sahut penonton yang juga melarikan diri. "Ayo, selamatkan diri bapak!""Mas Arash," Aisha celingak-celinguk di tengah hiruk pikuk ricuh orang-orang berlarian. Ratusan jiwa kabur menyelamatkan diri saat terjadi sebuah tembakan mengejutkan. Wanita yang berpenampilan berbeda dari yang lainnya terus mencari sosok suami yang baru saja
"Maafkan saya!" Suara lemah yang diiringi isakan dan linangan air mata itu terlontar dari mulut Arash. Lelaki"Saya malu bahkan untuk sekedar menyebutkan namanya! Karena kebodohan saya, saya harus melukai wanita sebaik dirinya!" Tak kuasa, akhirnya isakan itu terdengar pilu dan menyayat hati. Ustadz Hasan menatap dengan tatapan menerawang. Selama ini, ia selalu melihat Arash, bahkan saat tengah orang lain tertidur. Menangis, meratapi dan selalu mengatakan bahwa semoga bisa mati setelah bertemu dengan wanita yang selama ini dicarinya. Sayangnya, Ustadz Hasan tak pernah bertanya dan ingin tahu siapa sosok wanita yang dimaksud. Pun, Arash terlihat gigih membuat ia yakin bahwa Arash bisa memperjuangkan semuanya.Dan kini, baru ia tahu bahwa wanita yang dimaksud dari santri kesayangannya adalah muridnya sendiri. Murid yang pernah dia temui empat tahun yang lalu saat mengisi pengajian di sebuah taman kota."Saya tidak tahu apa yang
"Bagaimana, apa ada manusia yang jadi korban?""Tidak, pak! Semuanya aman!" Jawab. Salah satu dari deretan lima preman suruhan itu. "Karena, tujuan kami hanya bikin kerusuhan,""Bagus! Ini bayaran untuk kalian!" Lelaki bertubuh tegap menyodorkan sebuah amplop berwarna coklat pada lima preman berseragam serba hitam. " Saya suka kerja kalian! Ingat, jika kasus ini sampai bocor, maka. Kalianlah yang akan jadi korban,""Baik, pak!" ucap kelima preman itu serempak."Bagus, sekarang kalian boleh pergi!" ucap lelaki yang merupakan penyuruh. "Ingat, buka seragam kalian, jangan sampai meninggalkan jejak!""Tentu saja, pak! Kami juga tak mau jadi bahan teror,"Setelah lima preman bayaran itu mengundurkan diri. Lelaki yang menggunakan sorban itu tersenyum menyeringai. Ia tak sabar menunggu hari dimana ia akan mendapatkan apa yang diinginkannya."Tenang saja. Ini bukan pembunuhan, in
Rumah mewah dengan nuansa putih tulang dan bertiang besar tengah dipenuhi oleh daun-daun yang merambat hingga dindingnya. Rumput liar dan pepohonan yang rimbun membuat tempat itu nampak horor bagi siapapun yang melihat. Daun kering yang terbang di tiup angin menyentuh sorban laki-laki yang telah lima tahun meninggalkannya."Tomo! Dimana mereka?" tanya Arash yang menatap menembus daun merambat menghiasi rumah mewahnya yang setelah bertahun-tahun tak terpenghuni. "Mereka telah kembali ke tempat masing-masing, Bang eh ustadz!" Sahut Tomo gugup dan segan. Hanya dia yang masih bisa Arash hubungi karena nomor miliknya yang Arash ingat, pun tertulis didalam kitab yang merupakan sesuatu yang Arash candu hingga kini."Maafkan saya, lima tahun telah meninggalkan kalian!" ucap Arash dengan menoleh ke arah Tomo, ada haru yang tak bisa ia ungkapan dengan kata-kata. "Saya bahkan tidak menyangka bahwa kalian akan tetap setia!""Selama i