Bersamaan itu pula, pria yang baru berhijrah itu tengah berjalan terburu-buru, bahkan sedikit berlari seraya menunduk menuju dapur ummu Salamah. Dan tiba-tiba....Bruk!Aw!Dua manusia yang sesungguhnya adalah dua hati yang sama-sama merindu, bertabrakan."Afwan, Ukhty!" Arash yang menunduk, mengangkat wajahnya, seraya segera membetulkan topinya yang hampir lepas dari kepalan yang rambutnya sudah di cukur itu. Ia bangkit dan mengambil kompan galon yang konon akan diisi air masak."Tidak apa-apa kok, Mas!" Sahut Aina, wanita itu membantu membangunkan Aisha yang tersimpuh di tanah akibat tertubruk seraya menepuk-nepuk gamisnya dari debu.Arash, melihat sosok wanita yang menggunakan niqab, fikirannnya langsung melesat pada sosok Aisha. Bentuk tubuh serta harum wanginya pun mengingatkan pada sosok wanita yang sangat ia rindukan. Lelaki yang baru berhijrah itu menga
Bruk!Aww!Metta, perempuan yang dikirimkan oleh Tomo untuk menjadi wanita panggilan Arash, meringis saat bokongnya terhempas ke atas lantai. Bagaimana juga, tubuhnya yang molek itu dilepaskan Arash begitu saja demi mengejar Aisha yang kembali ke kamarnya meskipun dengan langkah tertatih-tatih."Sial, ini kata mereka yang sudah bertemu dengan preman tampan itu?" Gerutu Meta, saat ia teringat selentingan kabar bahwa setiap wanita yang digauli Arash, pulang dengan tertatih-tatih dan terluka."Hu'uh, Andai gue gak dengar kabar fantasi lelaki preman ini menggairahkan, malas amat!" Dengan keadaan seperti ini. Wanita yang mengalami sepatu higeels terus saja menggerutu.Meta terpaksa bangun dengan mengusap-usap gaunnya yang hanya sepaha. Ia menarik kakinya untuk mengejar Arash yang sudah tiba di depan pintu kamar."Aisha, kita sudah sepakat untuk melakukan apa yang menjadi keinginan kita masing-masing
"Gus Fahmi?""Assalamualaikum, Aish!"Aisha yang hendak menutup pintu. Terurung karena ucapan salam lelaki yang pernah mengikat janji di masa lalunya."Wa'alaikum salam," jawab Aisha gugup sambil menunduk. "Maaf, Gus! Ana...""Ana tahu, Aish. Maka dari itu, ana datang ke sini!" ucap Gus Fahmi menerangkan. "Ana ingin menjelaskan semuanya.""Tak ada yang perlu di jelaskan, Gus! Ana sudah ikhlas kok," jawab Aisha."Pergilah, Ana takut menimbulkan fitnah.""Aisha, tak akan timbul fitnah. Ana datang dengan istri Ana, "jawab Gus Fahmi sambil menatap Aisha. Tatapan yang sesungguhnya menyiratkan kerinduan yang mendalam nan lama terpendam."Lantas, kenapa dia tak Gus ajak masuk? Tenang saja, Ana tak akan cemburu. Ana sudah menikah dan aku sangat mencintai suamiku, Gus.""Itulah, Aish. Dia sengaja memberikan waktu untuk suaminya bertemu dengan wanita masa lalu." J
Hari terus berganti, dan selalu memiliki kisah untuk setiap manusia di muka bumi ini. Hingga, kini sudah tiba waktu satu tahun setelah kepergian Aisha, sekaligus kematian sang ayahanda dan satu tahun Arash Ryan Nugraha berhijrah, dengan menimba ilmu di pondok pesantren Bahrul Anwar. Sayang, semua tentang Arash tak ada yang Aisha tahu, pun sebaliknya. Tak ada satu kabarpun yang terendus di gendang telinga Arash tentang Aisha Ulya Sakinnatazzahra.Seorang wanita sedang memomong bayi berusia tiga bulan itu, merasakan kelembutan tangan sang buah hati dan terus menciuminya penuh cinta."Teh Aisha, katanya nanti akan ada pengajian yang diisi oleh Abah Hasan sendiri," seru Aina yang baru saja pulang dari pasar berbelanja, menemukan sebuah iklan dalam kertas seperti browsur. "Wah iyakah?" Aisha menjawab dengan antusias sambil meraih kertas iklan yang di sodorkan padanya. "Kapan?""Mungkin ada tanggalnya disana, Teh!" ja
Tangan Arash perlahan menyentuh pipi lembut Aisha. Sedangkan Aisha hanya memejamkan mata akan pasrah apa yang akan dilakukan kekasih halalnya.Hembusan angin malam seolah menjadi saksi dan menuntut bagi dua manusia untuk menyelam dalam manisnya dunia."Tidak, Aish!" ucap Arash cepat bersamaan dengan menarik kembali tangannya. Sehingga, Aisha membuka mata"Kau terlalu suci, Aish. Aku belum pantas menyentuhmu saat ini!" ucap Arash. "Biarkan aku memperbaiki diri dulu, sampai aku pantas untuk memilikimu," Arash turun dari ranjang seraya meraih kaos oblong. Meninggalkan Aisha yang masih terdiam kaku."Aku akan datang padamu setelah aku merasa pantas untukmu, Aish" ucap Arash berbisik seraya meninggalkan wanita cantik yang hampir saja ia jamah malam ini.Aisha masih terdiam, menatap punggung penuh tato hingga hilang di balik pintu. Namun, tak lama senyuman terlukis di bibir merahnya.
Seketika, senyuman wanita itu mengembang. Harapannya kembali mengisi lubuk hatinya. Kali ini, ia yakin akan berhasil menemukan putrinya. Tak seperti dalam satu tahun ke belakang."Terima kasih, Nak. Ummi simpan brosur ini!" Wajah ummi Rasyidah mendadak cerah dan ceria, hal itu terlihat oleh santriwati yang berdiri di depannya. "Iya, ummi. Anna yakin disana kita pasti akan bertemu dengan teh Aisha!" Pendapat yang merupakan dukungan dari sang santriah itu membakar ummi Rasyidah sehingga semakin besar optimisnya untuk bertemu dengan putri yang telah satu tahun lebih tak ada kabar. Tak urung, itu adalah kesalahannya sendiri saat memikirkan ego dan keadaan. Lupa mengingat pada takdir, karena nyatanya semua ini sudah tercatat di zaman Azali.Wanita itu menutup kembali pintu rumah. Langsung berhambur ke ruang tamu, menatap photo sang suami yang sudah satu tahun meninggalkannya."Maafkan ummi, Aby. Ummi
"Mas,"Lirih Aisha membuat Arash seketika mengangkat wajahnya."Iya, Aish!" jawab Arash cepat dengan gugup. Entah kenapa, kejadian beberapa detik yang lalu membuat lelaki yang di kenal garang ini, terdiam kaku."Ayo kita pulang, Mas!" Ajak Aisha. Wanita itu menggaet tangan Arash tanpa peduli banyak pasang mata yang merasa iri. Apalagi, para duda yang sedang berjualan juga ibu-ibu yang menyandang status janda mulai saling sikut.Arash, melihat keadaan di sekelilingnya. Ide cerdiknya mulai kumat.Tanpa hitungan detik. Wanita yang menggunakan kain penutup wajah itu sudah berada di dalam gendongan Arash. Tepat dengan netra mata saling beradu."Mas, aku kan sudah sembuh?" tanya Aisha sambil memukul pelan dada bidang milik Arash. "Jangan seperti ini deh!""Suuttt!"Arash menutup mulut milik Aisha yang sesungguhnya tak langsung bersentuhan dengan kulit itu dengan jari telunjuk.
"Aisha?"Degh!.Langkah Aisha yang tiba dekat mobil, spontan terhenti, dan napas seketika tercekat. Kemudian menoleh ke arah sumber suara. Dan..."Aisha," lirih Ummi Rasyidah saat wanita yang tengah menggendong putranya menoleh. Ummi Rasyidah melangkah cepat, dengan mata yang tiba-tiba mengembun melihat putrinya ternyata sudah memiliki buah hati. Ya, kali ini ummi Rasyidah tak salah orang, dengan melihat Aina disamping Aisha. Ia yakin, bahwa wanita bercadar itu adalah putrinya. Putri yang selama satu tahun tak kunjung ia temukan keberadaannya."Putriku...""Aina, ayok masuk!" Perintah Aisha, segera ia membuka pintu mobil, dan meminta sang supir untuk melajukannya."Aisha," ummi Rasyidah berteriak dan berlari. sayang, mobil yang membawa sang putri tercintanya telah melesat meninggalkan taman kota ini yang dihuni beberapa ratusan manusia yang bersiap untuk pulang. Wanita yang sudah berb