95. Curahan Hati Ana (Bagian C)"Ternyata kediaman Mbak selama ini tidak menghasilkan apapun, malah mereka menganggap Mbak sebagai orang yang gampangan, sebagai orang yang bisa diperintah seenak mungkin!" kataku sambil menatap Aira dengan pandangan dalam.Adik itu sama sekali tidak menjawab ucapanku, dia hanya mengangguk mengerti, seolah dia hanya ingin mendengarkan segala keluh kesahku yang tidak pernah aku ceritakan kepada siapapun."Jika Mbak yang yang dihina, dan juga dicurangi oleh mereka, Mbak masih bisa merasa legowo. Tetapi ketika mereka ingin mengakui sesuatu yang bukan miliknya, melainkan milik Emak, Mbak benar-benar merasa sakit hati. Mbak merasa kalau perjuangan Emak selama ini untuk memberikan kita kehidupan yang lebih baik daripada sebelumnya, tidak akan menjadi berarti jika Mbak mengakui kepada orang-orang kalau apa yang sudah Mbak terima itu dari ibunya Mas Abi!" kataku lagi."Tapi aku yakin, Mbak. Berada di posisi Mas Abi juga pasti tidak enak, dia mempunyai tanggung
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)96. Rahasia Abi (Bagian A)Di dalam perjalanan menuju rumah, aku memikirkan kembali apa yang Aira katakan tadi. Adikku itu memang benar, aku terlalu terbawa emosi kemarin sehingga melontarkan kata-kata yang cukup menyakitkan untuk Mas Abi.Aku yakin suamiku itu juga tidak ingin hal ini terjadi, selama ini dia memang selalu bersikap tegas dan kembali bersikap lembut kepada keluarganya, tetapi aku yakin hal itu bisa diperbaiki.Aku akan berbicara dari hati ke hati kepadanya, dan menyampaikan apa sebenarnya yang aku inginkan. Dan aku harap, Mas Abi juga bisa menerima usulan dariku dan menerapkan apa yang aku inginkan.Semoga saja dengan menjauhi keluarganya untuk sementara, dan menolak jika mereka membutuhkan bantuan, akan membuat mereka menjadi lebih menghargai suamiku itu.Setelah memarkirkan motor di halaman, aku langsung masuk ke dalam rumah dan aku bisa lihat pintuku sama sekali tidak terkunci. Hanya tertutup begitu saja, dan i
97. Rahasia Abi (Bagian B)Suara Mas Abi terdengar jelas di telingaku, dia menatapku dengan pandangan dalam dari seberang sana. Tangan kirinya masih memegang bilah bambu, dan tangan kanannya memegang sebuah palu. Aku hanya mengangguk, namun tidak mengeluarkan sepatah kata pun.Karena aku sangat yakin, ketika aku berbicara maka air mata yang aku tahan akan mengalir. Karena aku sama sekali bukan orang yang pintar, untuk menahan sebuah tangisan.“Mas sudah membuatkan sambal teri untuk kita makan, kalau kamu lapar kamu bisa makan terlebih dahulu. Mas akan menyelesaikan pekerjaan Mas terlebih dahulu, dan akan menyusul setelahnya,” sahut Mas Abi dengan lembut.Dia kemudian membalikkan badannya, dan kemudian kembali memaku bambu yang tadi dipegangnya karena aku bisa melihat kalau amben itu sudah hampir siap.Ah, bahkan ketika bertengkar seperti ini, ketika aku bahkan tidak memasakkan makanan untuk dirinya, dia malah membuatkan lauk untuk kami makan bersama.Aku benar-benar merasa bersalah sa
98. Rahasia Abi (Bagian C)“Apa yang ingin Mas bicarakan?” kataku sambil menyusut ingus. “Jika Mas hanya ingin membicarakan tentang keluarga Mas saja, lebih baik tidak usah. Karena aku benar-benar tidak ingin membicarakan mereka lagi, sudahlah! Kita harus menjauhi sesuatu yang bisa membuat kita bertengkar!” kataku sambil mengusap lengannya, dan menatapnya dengan lembut. “Sudah cukup kita bertengkar kemarin, aku tidak mau lagi ada pertengkaran diantara kita, Mas!” Mashabi terlihat berpikir sebentar, namun kemudian dia menggeleng dengan tegas dan menatapku dengan pandangan mantap.“Tidak! Mas akan membicarakan hal ini denganmu, dan Mas harap setelahnya kamu bisa menerima dan tidak akan bertanya tanya lagi. Jadi sekarang, buatkan segelas kopi terlebih dahulu, lalu kamu kembali ke sini dan Mas akan menceritakan segalanya!” kata Mas Abi lagi dengan cepat.Dia kemudian kembali menekuni pekerjaannya, membuat amben yang sudah hampir selesai, hanya beberapa bilah bambu lagi yang tinggal di pa
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)99. Anak Haram! (Bagian A)"Hah?!" Aku bisa melihat Mas Abi yang bingung menanggapi ucapanku, karena aku baru saja menuduh dia menuruti permintaan Ibu dan menikah dengan Ema.Wanita yang mempunyai jabatan sebagai seorang pegawai negeri, dan juga mempunyai sebuah grosir dan toko pakaian yang cukup terkenal dan juga besar.Jika Mas Abi dengan Ema, maka aku yakin kehidupannya memang akan lebih baik, namun apakah suamiku itu benar-benar melakukan hal itu?"Kamu apa-apaan sih, Dek! Mas tidak mungkin melakukan hal itu, mana mungkin Mas mau menikah dengan Ema!" sahut Mas Abi dengan cepat dan juga tidak terima."Lalu apa yang ingin Mas bicarakan? Sepertinya sangat penting, aku sampai deg-degan tak karuan begini!" kataku sambil minum es teh manis milikku."Mas itu mau berbicara sama kamu, mengenai alasan Ibu yang terlihat pilih pilih kasih antara Mas dan juga Mas Aji!" kata Mas Abi tiba-tiba.Alu lalu menoleh dengan cepat ke arahnya. "Ha
100. Anak Haram! (Bagian B)"Jadi tentu saja dia selalu bersikap ketus padamu, Dek. Bagaimana bisa dia menyayangimu, sedangkan dia sendiri tidak menyayangi suamimu ini. Ibu juga tidak akan bisa menyayangi anak-anak kita nanti, karena anak-anak kita bukanlah darah dagingnya!" kata mas Abi lagi dengan lirih."Dari kapan Mas tahu mengenai hal ini?" tanyaku ingin tahu."Dari kecil! Dari kecil, Mas sudah tahu mengenai hal ini!" sahut Mas Abi cepat."Kok, bisa?" tanyaku tak percaya."Mas sering mendengar Bapak dan Ibu bertengkar, Ibu selalu mengatakan kalau dia tersiksa harus membesarkan anak haram suaminya sendiri. Ibu tidak sudi membesarkan Mas, dan banyak lagi cacian lainnya!" kata Mas Abi sambil terlihat mengingat-ingat. "Mas lama-lama kebal, semakin beranjak besar Mas semakin tahu apa arti anak haram dan anak pembawa sial yang sering Ibu lontarkan ketika dia marah pada Bapak! Mas bertanya pada Nenek, tentunya dengan memaksa hingga Nenek menceritakan semuanya," kata Mas Abi lagi."Saat
101. Anak Haram! (Bagian C)“Mas benar-benar bahagia karena kamu, Mas bisa bertemu dengan keluarga yang sebenarnya. Mas bisa bertemu Emak dan juga adik-adik, jadi Mas bisa merasakan mempunyai keluarga yang benar-benar menyayangi Mas dengan tulus!” kata Mas Abi dengan nada yang sangat lembut.“Tentu saja! Kami adalah keluarga Mas, dan Mas tidak perlu meragukan hal itu. Kami juga menyayangi Mas, tentu saja sayang yang sangat tulus!” kataku sambil menatapnya dengan pandangan tak kalah lembut.Kami langsung terdiam dan larut dalam pikiran kami masing-masing, karena bagaimanapun juga aku tahu kalau Mas Abi membutuhkan waktu untuk berpikir dan juga untuk menata ulang hatinya setelah dia membuka rahasia sebesar ini.“Apakah itu sebabnya Mas Abi selalu menuruti permintaan Ibu?” tanyaku ingin tahu.“Iya, Mas hanya ingin berterima kasih kepadanya, karena dia sudah mau membesarkan Mas hingga sekarang ini. Makanya Mas tidak terlalu banyak menuntut kepada Ibu, Mas juga tidak pernah membantah kepad
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)102. Ibu dan Anna (Bagian A)[Mbak, aku mau ke rumah Bulek Rumi dari hari ini saja. Mbak kapan ke sana?]Aira mengirimkan pesan padaku, dia menanyakan perkara kami yang harus datang ke pesta pernikahan anak Bulek Rumi. Saudara jauh dari mendiang Bapak, dia tinggal di desa yang sama dengan Emak."Mbak besok saja, Dek. Soalnya, masmu lagi nggak enak badan. Kemarin kehujanan, dan tadi malam batuk pilek!" balasku dengan cepat.[Kami menginap di rumah Emak, Mbak! Ya sudah kalau begitu, besok saja ke sininya!] Tulis Aira lagi."Oke, salam buat Emak, ya!" balasku lagi.Aku lalu segera berjalan menuju kamar, di mana Mas Abi sedang meringkuk di dalam selimut. Terlihat jelas kalau suamiku itu tengah tertidur dengan pulas, aku meraba keningnya, basah!Dia sudah berkeringat, dan alhamdulillah dia sepertinya tidak jadi demam. Panasnya sudah turun dan aku sangat bersyukur akan hal itu, Mas Abi yang sakit adalah hal yang sangat aku hindari. Dia