90. Ayo Bercerai! (Bagian B) "Kalian belum pergi juga? Silahkan kalian keluar dari rumahku sekarang! Aku tidak ingin ada kalian di sini!" kataku dengan nada tegas, sambil menunjuk pintu keluar dengan amarah yang meluap-luap. "Kau benar-benar keterlaluan, Ana! Tidak sepantasnya kau mengusir kami seperti ini!" ujar Ibu. "Kau benar-benar kepala keluarga yang gagal, kau disetir oleh istrimu, Abi. Dan kau hanya bisa diam saat melihat kami, yang merupakan keluargamu malah diinjak-injak oleh wanita ini!" kata Ibu lagi. Aku kemudian melipat kedua tanganku di depan dada, dan menatap Mas Abi dengan pandangan menantang. Pandangan yang selama ini tidak pernah aku layangkan kepada dirinya. Suamiku itu terlihat salah tingkah, dia kemudian menggaruk tengkuknya yang aku yakini tidak gatal. Dia hanya melakukan hal itu karena dia sedang mencoba untuk meredam kegugupan, dan juga kebingungannya. Aku sudah sangat hafal dengan kebiasaan suamiku itu, dia pasti saat ini sedang merasa tidak enak dengan k
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)91. Pertengkaran Hebat (Bagian A)"A—apa?" Mas Abi menatapku dengan bingung, bahkan dia tergagap karena tak percaya dengan ucapan yang baru saja aku keluarkan.Sedangkan aku hanya menatapnya dengan pandangan tajam, sengaja tidak menyahut agar dia memikirkan sendiri kata-kataku tadi. Aku ingin Mas Abi berpikir dan juga mengambil keputusan.Sudah aku tinggalkan ke dalam kamar pun, dia tidak bisa meredakan keluarganya yang toxic itu. Dia tidak mampu mengusir mereka! Apa itu yang namanya laki-laki? Aku masuk ke dalam kamar dengan harapan agar suamiku itu bisa menghandle keluarganya, dan membuat mereka diam.Bukannya malah pasrah dimaki-maki oleh Bapak dan juga kakaknya, masak di sini hanya aku yang berjuang. Lalu kerjanya apa? Menonton? Sesekali bersorak? Begitu? Aku membutuhkan sosok laki-laki yang bisa mengayomi aku, saat aku tumbuh besar tanpa didikan seorang ayah, dampingan seorang kepala keluarga, masak aku punya suami yang lem
92. Pertengkaran Hebat (Bagian B)Mas Abi kelihatan sangat terkejut, namun aku tidak peduli. Aku menghapus air mataku, dan menatap Mas Abi dengan pandangan tajam dan juga sarat akan rasa kecewa di sana.“Lalu bapakmu juga sama, dia seharusnya bisa menengahi dan juga bersikap adil. Tapi sayang, dia sama saja seperti istrinya itu. Selalu memandang aku rendah, kenapa? Hah? Kenapa?” tanyaku beruntun. “Karena aku miskin? Aku bukan menantu idamannya? Aku bukan orang yang berpendidikan? Iya? Aku sudah punya harta, Mas. Aku sudah punya kehidupan yang Lisa punya, lalu kenapa aku masih dipandang rendah? Menyuruhku berbohong, agar ibumu mendapat hormat dari orang-orang adalah salah satu sikap pecundang sialan! Stop menutup mata, Mas. Buka matamu, lihat bagaimana keluargamu memperlakukan aku!” kataku lagi.“Dek, Mas selalu berusaha membelamu. Kamu juga tahu hal itu!” sahut Mas Abi dengan nada frustasi.“Membela? Kapan? Yang bagaimana? Hah? Membela dari apa?” tanyaku emosi, dan Mas Abi tidak bisa
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)93. Curahan Hati Ana (Bagian A)“Kenapa?” Aira kembali memberikan pertanyaan, yang entah untuk keberapa kalinya hari ini.Adikku itu tengah duduk di teras rumahnya, rumah barunya yang juga baru di bangun. Rumah ini terlihat sangat sejuk, walau tidak sebesar rumahku. Mungkin karena banyaknya pepohonan bambu di sekitar rumah Aira, jadi terlihat rimbun dan juga teduh.Di depan rumah Aira juga ada sebuah ruko yang dempet ke rumahnya, dan bangunan itulah yang akan dia jadikan grosir nanti sama seperti ku. Dan di titik ini aku merasa sangat bersyukur karena Aira juga sudah mempunyai rumah sendiri, sama sepertiku. Emak benar-benar hebat!“Mbak! Kenapa, sih?” tanya Aira lagi.Aku langsung mengangkat bahu, malas menjawab pertanyaan yang Aira lontarkan. Sengaja aku ke sini pagi-pagi sekali, dengan niatan hanya ingin menenangkan diri. Sedangkan Mas Abi?Entahlah, aku tidak tahu dia ada di mana sekarang. Karena setelah pertengkaran hebat kem
94. Curahan Hati Ana (Bagian B)"Kenapa?" tanyanya setelah sempat terdiam lama."Entahlah, hanya ada beberapa masalah yang membuat kami bertengkar kemarin!" jelasku dengan singkat."Kalian bertengkar?" tanya Aira dengan nada tak percaya."Bertengkar sangat hebat!" Aku menjelaskan dengan penuh penekanan."Mbak, nggak usah bercanda, deh! Ini udah nggak lucu!" sahut Aira sambil memutar bola matanya dengan malas."Mbak nggak bercanda, kamu kok nggak percaya, sih?" Aku bertanya dengan ketus."Gimana aku mau percaya, sedangkan kalian itu adalah couple goals yang menjadi panutan aku dan Mas Gunawan dalam berumah tangga!" sahut Aira sambil menatapku dengan lekat. "Dan aku bahkan nggak pernah ngeliat kalian marah selama ini, apalagi sampai bertengkar hebat seperti yang Mbak bilang!" Lanjutnya lagi."Kami bukannya nggak pernah bertengkar, Dek. Tentu saja kami pernah bertengkar, tapi kamunya aja yang nggak ngeliat!" kataku sambil menatap ke arah depan sana kembali."Ya tetap aja, walaupun berten
95. Curahan Hati Ana (Bagian C)"Ternyata kediaman Mbak selama ini tidak menghasilkan apapun, malah mereka menganggap Mbak sebagai orang yang gampangan, sebagai orang yang bisa diperintah seenak mungkin!" kataku sambil menatap Aira dengan pandangan dalam.Adik itu sama sekali tidak menjawab ucapanku, dia hanya mengangguk mengerti, seolah dia hanya ingin mendengarkan segala keluh kesahku yang tidak pernah aku ceritakan kepada siapapun."Jika Mbak yang yang dihina, dan juga dicurangi oleh mereka, Mbak masih bisa merasa legowo. Tetapi ketika mereka ingin mengakui sesuatu yang bukan miliknya, melainkan milik Emak, Mbak benar-benar merasa sakit hati. Mbak merasa kalau perjuangan Emak selama ini untuk memberikan kita kehidupan yang lebih baik daripada sebelumnya, tidak akan menjadi berarti jika Mbak mengakui kepada orang-orang kalau apa yang sudah Mbak terima itu dari ibunya Mas Abi!" kataku lagi."Tapi aku yakin, Mbak. Berada di posisi Mas Abi juga pasti tidak enak, dia mempunyai tanggung
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)96. Rahasia Abi (Bagian A)Di dalam perjalanan menuju rumah, aku memikirkan kembali apa yang Aira katakan tadi. Adikku itu memang benar, aku terlalu terbawa emosi kemarin sehingga melontarkan kata-kata yang cukup menyakitkan untuk Mas Abi.Aku yakin suamiku itu juga tidak ingin hal ini terjadi, selama ini dia memang selalu bersikap tegas dan kembali bersikap lembut kepada keluarganya, tetapi aku yakin hal itu bisa diperbaiki.Aku akan berbicara dari hati ke hati kepadanya, dan menyampaikan apa sebenarnya yang aku inginkan. Dan aku harap, Mas Abi juga bisa menerima usulan dariku dan menerapkan apa yang aku inginkan.Semoga saja dengan menjauhi keluarganya untuk sementara, dan menolak jika mereka membutuhkan bantuan, akan membuat mereka menjadi lebih menghargai suamiku itu.Setelah memarkirkan motor di halaman, aku langsung masuk ke dalam rumah dan aku bisa lihat pintuku sama sekali tidak terkunci. Hanya tertutup begitu saja, dan i
97. Rahasia Abi (Bagian B)Suara Mas Abi terdengar jelas di telingaku, dia menatapku dengan pandangan dalam dari seberang sana. Tangan kirinya masih memegang bilah bambu, dan tangan kanannya memegang sebuah palu. Aku hanya mengangguk, namun tidak mengeluarkan sepatah kata pun.Karena aku sangat yakin, ketika aku berbicara maka air mata yang aku tahan akan mengalir. Karena aku sama sekali bukan orang yang pintar, untuk menahan sebuah tangisan.“Mas sudah membuatkan sambal teri untuk kita makan, kalau kamu lapar kamu bisa makan terlebih dahulu. Mas akan menyelesaikan pekerjaan Mas terlebih dahulu, dan akan menyusul setelahnya,” sahut Mas Abi dengan lembut.Dia kemudian membalikkan badannya, dan kemudian kembali memaku bambu yang tadi dipegangnya karena aku bisa melihat kalau amben itu sudah hampir siap.Ah, bahkan ketika bertengkar seperti ini, ketika aku bahkan tidak memasakkan makanan untuk dirinya, dia malah membuatkan lauk untuk kami makan bersama.Aku benar-benar merasa bersalah sa