PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)408. Emak mau pulang (Bagian A)Anna yang mendengar panggilan Ujang langsung menoleh, wanita itu mengernyitkan keningnya dan menoleh ke kiri dan ke kanan, ingin memastikan apakah Ujang benar-benar memanggil dirinya."Kang Ujang manggil saya?" tanya Anna sambil mendekat. "Lah, iya, Mbak Ana. Lalu saya memanggil siapa? Kan, saya sudah menyebutkan nama, Mbak," kata Ujang sambil terkekeh kecil."Oh, iya ya, Kang. Saya kira Akang manggil siapa. Soalnya nggak biasa-biasanya Akang mau bicara empat mataseperti ini sama saya," ujar Anna sambil ikut terkekeh. "Memangnya Akang mau bicara apa?" tanyanya lagi.Saat ini di gerobak yang tadi ramai dipadati oleh ibu-ibu, hanya tinggal Anna dan Ujang. Mereka berdiri hanya dibatasi oleh gerobak, yang dipenuhi oleh sayur-mayur dan juga lauk pauk itu. Anna sendiri tidak bisa menutupi rasa penasaran yang memang dirasakannya semenjak tadi, soalnya seperti yang dia bilang, Ujang memang tidak pernah
409. Emak mau pulang (Bagian B)Lisa mengatakan hidup mereka baik-baik saja, dan juga berkecukupan. Tinggal di tempat yang nyaman, dan tentu saja tempat itu adalah tempat keluarga Lisa tinggal.Yang pasti, sekarang ini hubungan mereka semua sudah baik-baik saja. Dan Anna juga berharap kalau Lisa dan juga Aji bisa rujuk kembali, dan memperbaiki semuanya seperti semula."Ya, sudah, Mbak Ana. Saya cuman mau menanyakan hal itu, kok," kata Ujang sambil terkekeh kecil. "Soalnya saya penasaran dan saya harus mempertanyakan hal tersebut ke orang yang memang dekat kepada Mbak Lisa," kata Ujang lagi."Iya, nggak apa-apa, Kang Ujang. Tapi kalau mengenai Mbak Lisa dan juga anak-anak yang tinggal di kontrakan Bang Ramon, saya rasa sih tidak mungkin. Soalnya Mbak Lisa itu setahu kami memang tinggal di rumah keluarganya yang ada di kecamatan sebelah, dan rasanya mustahil lah dia tinggal di kontrakan. Sementara rumah keluarganya saja cukup lebar bahkan sangat lebar untuk menampung mereka bertiga," ka
410. Emak mau pulang (Bagian C)Karena setahuku, Aina mempunyai prinsip yang dia pegang teguh sampai saat ini. Seorang wanita wajib untuk mempunyai penghasilan sendiri, agar tidak selalu bergantung kepada suami.Makanya Aina dari saat ini sudah tahu mencari uang sambil kuliah, juga menjalankan usaha sebagai seorang reseller, dan Adik bungsuku itu juga menerima beberapa anak SD yang ingin les kepadanya di kota sana.Intinya, Aina adalah wanita yang tidak mau berdiam diri begitu saja, dan hanya bisa menadahkan tangan kepada seorang suami. Dan hal itulah yang memperkuat keyakinanku, kalau Aina tidak akan menikah dalam waktu dekat ini.Sehingga kata-kata Emak barusan hanya bisa menjadi angan-angan belaka, berarti masih lama sampai Emak bisa datang ke rumahku dengan leluasa."Oh iya, An. Kamu dan juga Abi bukannya nanti malam akan menemani Aji untuk ke rumah juragan Karta? Lalu siapa yang akan menjaga toko?" tanya Emak sambil menatap ke arahku.Ternyata Emak sudah menyelesaikan jahitannya,
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)411. Nasihat Emak (Bagian A)“Jangan berpikiran yang tidak-tidak!” Emak memalingkan wajahnya ke arah samping.Aku lalu menghela nafas dengan panjang dan ikut memalingkan wajah, pembahasan seperti ini memang tidak pernah kami lakukan. Selama beberapa tahun ini, Emak tidak pernah membahas mengenai kehadiran seorang anak kepadaku.Jadi ini adalah pertama kalinya kami membahas mengenai seorang keturunan, dan aku benar-benar penasaran dengan reaksi Emak. Apakah beliau memang tidak masalah, jika aku dan Mas Abi tidak bisa memiliki keturunan? Ataukah beliau akan kecewa, karena tidak akan bisa menimang cucu dariku?Banyak hal yang aku pikirkan akhir-akhir ini, salah satunya adalah mengenai keturunan, karena aku dan juga Aira memang sudah menikah, tapi kami berdua memang belum bisa memberikan seorang cucu kepada Emak.Aku hanya bisa berdoa, jikalau aku memang tidak bisa memberikan seorang cucu kepada wanita yang paling aku sayangi itu, se
412. Nasihat Emak (Bagian B)Tetapi ternyata, Allah mempunyai rencana lain. Allah yang maha kuasa dan Allah yang Maha Adil, membukakan pintu hati Ibu dan menunjukkan kasih sayangnya kepada kami. Sekarang Ibu dan juga Bapak sudah bisa bersikap adil, dan tidak pilih kasih lagi antara Mas Abi dan juga Mas Aji.Aku percaya kalau buah kesabaran itu rasanya begitu manis, karena aku sudah merasakannya sendiri. Bukankah kita hanya harus meminta dan Allah akan mengabulkan semuanya."Emak hanya berharap kalau kalian bisa akur, jangan jadikan keturunan sebagai alasan untuk kalian bertengkar dan juga berpisah. Ingat! Allah itu Maha adil, dan juga Allah maha tahu. Emak yakin Allah pasti memberikan sesuatu yang terbaik untuk anak-anak Emak," kata Emak lagi.Aku langsung beringsut mendekat dan memeluk Emak dari samping, rasanya begitu nyaman ketika mempunyai seseorang yang begitu mengerti dirimu dan saat ini berada di sampingmu. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan jika aku hanya sendirian di du
413. Nasihat Emak (Bagian C)Sambil memainkan ponselku, aku mendudukkan diri di kursi depan. Menyandarkan tubuhku dengan nyaman, sambil menscroll layar ponselku yang menunjukkan akun media sosial yang berlogo huruf ‘f’."An, beli gula dong. Sekilo aja!"Aku mendongak saat mendengar suara Bi Ramlah, dan aku memang menemukan Bibi suamiku itu sudah mendudukkan dirinya di kursi depanku."Buru-buru, Bi?" tanyaku ingin tahu. Karena jujur saja saat ini aku sedang dalam mode mager, rasanya aku malas sekali untuk bangkit ke dalam dan mengambil pesanan Bi Ramlah barusan."Nggak, sih. Ini untuk nanti malam, kok, untuk membuat teh Pak lek mu," kata Bi Ramlah dengan cepat. "Memangnya kenapa? Kamu males buat bangun, ya?" tanya Bi Ramlah dengan mata yang memicing.Aku lantas meletakkan ponselku di atas meja, karena saat ini sudah ada Bi Ramlah yang mengajak aku untuk bercerita. Tidak mungkin aku mengacuhkan seorang pelanggan, dan malah fokus kepada ponselku.Lagipula bercerita dengan Bi Ramlah mungk
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)414. Akal pintar Ramlah (Bagian A)"Hah? Nggak deh, makasih, Bi!” Aku langsung melengos, dan masuk ke dalam toko setelahnya.Aku mengambil gula pesanan Bi Ramlah, dan memasukkannya ke kantong plastik. Lalu aku duduk di meja kasir, karena aku melihat Bi Ramlah datang ke arahku mendudukkan diri di kursi plastik di depanku."Kamu pikir-pikir lagi, lah, An. Yang Bibi bilang barusan adalah kandidat terbaik untuk bekerja di tokomu ini," kata Bi Ramlah sambil menyilangkan kakinya.Aku menatapnya dengan pandangan kesal, lalu kembali mendengus dan menghempaskan tubuhku di sandaran kursi kerja yang aku miliki. Mendengarkan kata-kata Bi Ramlah barusan, benar-benar membuat emosiku kembali memuncak ke atas."Iya, tapi nggak perlu Bibi juga yang bekerja di sini. Itu namanya Bibi nggak merekomendasikan seseorang, tapi B ibi tengah merekomendasikan diri Bibi sendiri!" kataku dengan nada ketus."Lah, memangnya salah kalau Bibi merekomendasikan di
415. Akal pintar Ramlah (Bagian B)Aku mengangguk-angguk karena apa yang dikatakan oleh Bi Ramlah adalah suatu kebenaran, Bi Ramlah mempunyai banyak teman di desa ini. Sangat berbeda denganku yang memang tertutup.Dan untuk ramah tamah, aku tidak lagi meragukan Bi Ramlan. Aku yakin, dia bisa menghandle para pembeli yang datang ke tokoku. Dan aku yakin, para pembeli itu bisa datang kembali kesini karena mulut ramah Bi Ramlah. "Lagian, An, apa kamu itu nggak mikir nyari pekerja orang luar itu banyak mudharatnya?" kata Bi Ramlah tiba-tiba.Aku langsung menatapnya sambil menaikkan sebelah alisku, dan mungkin sangat dimengerti oleh Bi Ramlah. Karena dia langsung tertawa, dan menepuk meja tiga kali pertanda kalau dia saat ini sedang bersemangat."Mudharat apa, Bi? Orang kita mau mencari pekerja biar mereka bisa bekerja di toko ini, dan mendapat uang agar bisa membantu keluarga kok dibilang mudharat, sih?" tanyaku dengan nada heran."Apa kamu itu tidak mikir, kalau kamu itu mempekerjakan or
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata