412. Nasihat Emak (Bagian B)Tetapi ternyata, Allah mempunyai rencana lain. Allah yang maha kuasa dan Allah yang Maha Adil, membukakan pintu hati Ibu dan menunjukkan kasih sayangnya kepada kami. Sekarang Ibu dan juga Bapak sudah bisa bersikap adil, dan tidak pilih kasih lagi antara Mas Abi dan juga Mas Aji.Aku percaya kalau buah kesabaran itu rasanya begitu manis, karena aku sudah merasakannya sendiri. Bukankah kita hanya harus meminta dan Allah akan mengabulkan semuanya."Emak hanya berharap kalau kalian bisa akur, jangan jadikan keturunan sebagai alasan untuk kalian bertengkar dan juga berpisah. Ingat! Allah itu Maha adil, dan juga Allah maha tahu. Emak yakin Allah pasti memberikan sesuatu yang terbaik untuk anak-anak Emak," kata Emak lagi.Aku langsung beringsut mendekat dan memeluk Emak dari samping, rasanya begitu nyaman ketika mempunyai seseorang yang begitu mengerti dirimu dan saat ini berada di sampingmu. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan jika aku hanya sendirian di du
413. Nasihat Emak (Bagian C)Sambil memainkan ponselku, aku mendudukkan diri di kursi depan. Menyandarkan tubuhku dengan nyaman, sambil menscroll layar ponselku yang menunjukkan akun media sosial yang berlogo huruf ‘f’."An, beli gula dong. Sekilo aja!"Aku mendongak saat mendengar suara Bi Ramlah, dan aku memang menemukan Bibi suamiku itu sudah mendudukkan dirinya di kursi depanku."Buru-buru, Bi?" tanyaku ingin tahu. Karena jujur saja saat ini aku sedang dalam mode mager, rasanya aku malas sekali untuk bangkit ke dalam dan mengambil pesanan Bi Ramlah barusan."Nggak, sih. Ini untuk nanti malam, kok, untuk membuat teh Pak lek mu," kata Bi Ramlah dengan cepat. "Memangnya kenapa? Kamu males buat bangun, ya?" tanya Bi Ramlah dengan mata yang memicing.Aku lantas meletakkan ponselku di atas meja, karena saat ini sudah ada Bi Ramlah yang mengajak aku untuk bercerita. Tidak mungkin aku mengacuhkan seorang pelanggan, dan malah fokus kepada ponselku.Lagipula bercerita dengan Bi Ramlah mungk
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)414. Akal pintar Ramlah (Bagian A)"Hah? Nggak deh, makasih, Bi!” Aku langsung melengos, dan masuk ke dalam toko setelahnya.Aku mengambil gula pesanan Bi Ramlah, dan memasukkannya ke kantong plastik. Lalu aku duduk di meja kasir, karena aku melihat Bi Ramlah datang ke arahku mendudukkan diri di kursi plastik di depanku."Kamu pikir-pikir lagi, lah, An. Yang Bibi bilang barusan adalah kandidat terbaik untuk bekerja di tokomu ini," kata Bi Ramlah sambil menyilangkan kakinya.Aku menatapnya dengan pandangan kesal, lalu kembali mendengus dan menghempaskan tubuhku di sandaran kursi kerja yang aku miliki. Mendengarkan kata-kata Bi Ramlah barusan, benar-benar membuat emosiku kembali memuncak ke atas."Iya, tapi nggak perlu Bibi juga yang bekerja di sini. Itu namanya Bibi nggak merekomendasikan seseorang, tapi B ibi tengah merekomendasikan diri Bibi sendiri!" kataku dengan nada ketus."Lah, memangnya salah kalau Bibi merekomendasikan di
415. Akal pintar Ramlah (Bagian B)Aku mengangguk-angguk karena apa yang dikatakan oleh Bi Ramlah adalah suatu kebenaran, Bi Ramlah mempunyai banyak teman di desa ini. Sangat berbeda denganku yang memang tertutup.Dan untuk ramah tamah, aku tidak lagi meragukan Bi Ramlan. Aku yakin, dia bisa menghandle para pembeli yang datang ke tokoku. Dan aku yakin, para pembeli itu bisa datang kembali kesini karena mulut ramah Bi Ramlah. "Lagian, An, apa kamu itu nggak mikir nyari pekerja orang luar itu banyak mudharatnya?" kata Bi Ramlah tiba-tiba.Aku langsung menatapnya sambil menaikkan sebelah alisku, dan mungkin sangat dimengerti oleh Bi Ramlah. Karena dia langsung tertawa, dan menepuk meja tiga kali pertanda kalau dia saat ini sedang bersemangat."Mudharat apa, Bi? Orang kita mau mencari pekerja biar mereka bisa bekerja di toko ini, dan mendapat uang agar bisa membantu keluarga kok dibilang mudharat, sih?" tanyaku dengan nada heran."Apa kamu itu tidak mikir, kalau kamu itu mempekerjakan or
416. Akal pintar Ramlah (Bagian C)"Lah, yang doain siapa? Mana mungkin aku mendoakan rumah tangga keponakanku dengan doa yang buruk!" Bi Ramlah terkekeh geli."Lah, terus tadi Bibi ngomong apa?" tanyaku dengan nada tidak suka. "Lagian, Mas Abi Itu nggak mungkin selingkuh, Bi! Mas Abi itu cinta banget sama aku, cinta mati!" kataku dengan penuh penekanan.Jujur saja, aku sering membangga-banggakan kepada keluargaku mengenai kebucinan Mas Abi yang terlihat sangat mencintaiku, dan aku tidak mau kalau hal itu berbalik tajam dan menjadi bumerang padaku."Ya, memang iya si Abi itu cinta sama kamu. Tapi apa kamu nggak mikir, godaan seorang wanita itu begitu berat?" tanya Bi Ramlah sambil menaikan alisnya. "Yang namanya wanita itu pinter banget menggoda, pinter banget. Dan kamu apa nggak mikir, kalau kamu mempekerjakan seseorang, itu artinya orang tersebut akan sering bertemu sama Abi? Perjumpaan mereka akan lebih intens dan tidak menutup kemungkinan perselingkuhan itu akan terjadi, bahkan ji
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)417. Ke Rumah Karta (Bagian A)Setelah Mas Abi pulang dari masjid, aku langsung menggiring suamiku itu menuju meja makan. Makanan yang tadi sempat Emak masak, sudah aku hidangkan di atas meja.Gulai jengkol, ikan bakar, dan juga sambal terasi, sudah terhidang di sana dengan sangat apik. Tinggal di santap, dan juga dinikmati."Emak kok pulangnya tiba-tiba, sih, Dek? Nggak ada ngomong sama, Mas!” kata Mas Abi setelah menyelesaikan satu suapan."Aku juga nggak tahu, Mas. Pokoknya tadi siang Emak itu bilang, kalau sore ini dia akan pulang ke rumah bersama Aina. Ya udahlah aku setuju aja. Lagi pula yang dibilang Emak memang benar, beberapa waktu ini emang lagi santer maling di desa sana. Jadi, Emak takut kalau rumah disatroni sama maling," kataku sambil mengangkat bahu."Ya, sih. Tapi, Mas, jadi nggak bisa ngeliat kepergian Emak. Datang aja jarang-jarang, ini malah sekali datang cepat pulang," kata Mas Abi sambil menghela nafas."Oh,
418. Ke Rumah Karta (Bagian B)"Ya, Ibu nggak nerima, lah perhiasan itu. Ibu nyuruh Mbak Lisa bawa perhiasan itu balik ke rumah," kataku sambil mengangkat bahu. "Terus tadi kami juga maaf-maafan di sana, aku sama Mbak Lisa sekarang udah baikan. Dia udah minta maaf sama aku dan aku juga sudah memaafkan," kataku sambil nyengir lebar."Wah, bagus, dong. Itu artinya udah nggak ada dendam lagi diantara kalian. Toh, karena memang seharusnya tidak ada permusuhan yang terjadi antara sesama saudara," kata Mas Abi sambil tersenyum manis."Mbak Lisa juga udah minta maaf sama Ibu. Mbak Lisa udah mengakui segala kesalahannya dan juga kekhilafannya selama ini, aku rasa Mbak Lisa udah berubah loh, Mas. Mbak Lisa itu terlihat lebih hidup dan juga positive vibes banget," kataku semangat."Ya, baguslah. Berarti Mbak Lisa udah berubah jadi orang yang jauh lebih baik lagi. Kita sebagai saudara wajib ikut senang, dong, karena Mbak Lisa bisa berubah dan juga bisa mengakui segala kesalahannya," sahut Mas Ab
419. Ke Rumah Karta (Bagian C)Kemudian lelaki yang sudah menikahiku selama beberapa tahun ini mengusap lembut kepalaku dengan penuh kasih sayang, dan hal itu benar-benar membuat aku hampir melayang tinggi."Terus kamu udah punya kandidatnya atau kamu udah ngomong-ngomong sama tetangga gitu, kalau kita buka lowongan pekerjaan?" tanya Mas Abi dengan ada ingin tahu."Belum, Mas. Aku juga nggak ngasih tahu siapa-siapa mengenai kita yang mau ngambil satu pekerja buat di toko," kataku sambil menggeleng kecil."Lah, kalau kamu nggak ngasih tahu siapa-siapa gimana orang mau melamar, Dek?" ujar Mas Abi sambil terkekeh kecil. “Ya, kamu itu harus ngasih informasi sama orang-orang. Jadi mereka bisa datang ke sini dan melamar pekerjaan. Terus kamu bakal milih siapa yang memang pas untuk bekerja di sini," kata Mas Abi lagi."Aku udah punya kandidatnya dan aku tinggal meminta persetujuan, Mas aja," kataku sambil meringis kecil."Oh, kamu udah punya kandidatnya, toh? Ya, sudah kalau begitu. Mas, ngg