PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)414. Akal pintar Ramlah (Bagian A)"Hah? Nggak deh, makasih, Bi!” Aku langsung melengos, dan masuk ke dalam toko setelahnya.Aku mengambil gula pesanan Bi Ramlah, dan memasukkannya ke kantong plastik. Lalu aku duduk di meja kasir, karena aku melihat Bi Ramlah datang ke arahku mendudukkan diri di kursi plastik di depanku."Kamu pikir-pikir lagi, lah, An. Yang Bibi bilang barusan adalah kandidat terbaik untuk bekerja di tokomu ini," kata Bi Ramlah sambil menyilangkan kakinya.Aku menatapnya dengan pandangan kesal, lalu kembali mendengus dan menghempaskan tubuhku di sandaran kursi kerja yang aku miliki. Mendengarkan kata-kata Bi Ramlah barusan, benar-benar membuat emosiku kembali memuncak ke atas."Iya, tapi nggak perlu Bibi juga yang bekerja di sini. Itu namanya Bibi nggak merekomendasikan seseorang, tapi B ibi tengah merekomendasikan diri Bibi sendiri!" kataku dengan nada ketus."Lah, memangnya salah kalau Bibi merekomendasikan di
415. Akal pintar Ramlah (Bagian B)Aku mengangguk-angguk karena apa yang dikatakan oleh Bi Ramlah adalah suatu kebenaran, Bi Ramlah mempunyai banyak teman di desa ini. Sangat berbeda denganku yang memang tertutup.Dan untuk ramah tamah, aku tidak lagi meragukan Bi Ramlan. Aku yakin, dia bisa menghandle para pembeli yang datang ke tokoku. Dan aku yakin, para pembeli itu bisa datang kembali kesini karena mulut ramah Bi Ramlah. "Lagian, An, apa kamu itu nggak mikir nyari pekerja orang luar itu banyak mudharatnya?" kata Bi Ramlah tiba-tiba.Aku langsung menatapnya sambil menaikkan sebelah alisku, dan mungkin sangat dimengerti oleh Bi Ramlah. Karena dia langsung tertawa, dan menepuk meja tiga kali pertanda kalau dia saat ini sedang bersemangat."Mudharat apa, Bi? Orang kita mau mencari pekerja biar mereka bisa bekerja di toko ini, dan mendapat uang agar bisa membantu keluarga kok dibilang mudharat, sih?" tanyaku dengan nada heran."Apa kamu itu tidak mikir, kalau kamu itu mempekerjakan or
416. Akal pintar Ramlah (Bagian C)"Lah, yang doain siapa? Mana mungkin aku mendoakan rumah tangga keponakanku dengan doa yang buruk!" Bi Ramlah terkekeh geli."Lah, terus tadi Bibi ngomong apa?" tanyaku dengan nada tidak suka. "Lagian, Mas Abi Itu nggak mungkin selingkuh, Bi! Mas Abi itu cinta banget sama aku, cinta mati!" kataku dengan penuh penekanan.Jujur saja, aku sering membangga-banggakan kepada keluargaku mengenai kebucinan Mas Abi yang terlihat sangat mencintaiku, dan aku tidak mau kalau hal itu berbalik tajam dan menjadi bumerang padaku."Ya, memang iya si Abi itu cinta sama kamu. Tapi apa kamu nggak mikir, godaan seorang wanita itu begitu berat?" tanya Bi Ramlah sambil menaikan alisnya. "Yang namanya wanita itu pinter banget menggoda, pinter banget. Dan kamu apa nggak mikir, kalau kamu mempekerjakan seseorang, itu artinya orang tersebut akan sering bertemu sama Abi? Perjumpaan mereka akan lebih intens dan tidak menutup kemungkinan perselingkuhan itu akan terjadi, bahkan ji
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)417. Ke Rumah Karta (Bagian A)Setelah Mas Abi pulang dari masjid, aku langsung menggiring suamiku itu menuju meja makan. Makanan yang tadi sempat Emak masak, sudah aku hidangkan di atas meja.Gulai jengkol, ikan bakar, dan juga sambal terasi, sudah terhidang di sana dengan sangat apik. Tinggal di santap, dan juga dinikmati."Emak kok pulangnya tiba-tiba, sih, Dek? Nggak ada ngomong sama, Mas!” kata Mas Abi setelah menyelesaikan satu suapan."Aku juga nggak tahu, Mas. Pokoknya tadi siang Emak itu bilang, kalau sore ini dia akan pulang ke rumah bersama Aina. Ya udahlah aku setuju aja. Lagi pula yang dibilang Emak memang benar, beberapa waktu ini emang lagi santer maling di desa sana. Jadi, Emak takut kalau rumah disatroni sama maling," kataku sambil mengangkat bahu."Ya, sih. Tapi, Mas, jadi nggak bisa ngeliat kepergian Emak. Datang aja jarang-jarang, ini malah sekali datang cepat pulang," kata Mas Abi sambil menghela nafas."Oh,
418. Ke Rumah Karta (Bagian B)"Ya, Ibu nggak nerima, lah perhiasan itu. Ibu nyuruh Mbak Lisa bawa perhiasan itu balik ke rumah," kataku sambil mengangkat bahu. "Terus tadi kami juga maaf-maafan di sana, aku sama Mbak Lisa sekarang udah baikan. Dia udah minta maaf sama aku dan aku juga sudah memaafkan," kataku sambil nyengir lebar."Wah, bagus, dong. Itu artinya udah nggak ada dendam lagi diantara kalian. Toh, karena memang seharusnya tidak ada permusuhan yang terjadi antara sesama saudara," kata Mas Abi sambil tersenyum manis."Mbak Lisa juga udah minta maaf sama Ibu. Mbak Lisa udah mengakui segala kesalahannya dan juga kekhilafannya selama ini, aku rasa Mbak Lisa udah berubah loh, Mas. Mbak Lisa itu terlihat lebih hidup dan juga positive vibes banget," kataku semangat."Ya, baguslah. Berarti Mbak Lisa udah berubah jadi orang yang jauh lebih baik lagi. Kita sebagai saudara wajib ikut senang, dong, karena Mbak Lisa bisa berubah dan juga bisa mengakui segala kesalahannya," sahut Mas Ab
419. Ke Rumah Karta (Bagian C)Kemudian lelaki yang sudah menikahiku selama beberapa tahun ini mengusap lembut kepalaku dengan penuh kasih sayang, dan hal itu benar-benar membuat aku hampir melayang tinggi."Terus kamu udah punya kandidatnya atau kamu udah ngomong-ngomong sama tetangga gitu, kalau kita buka lowongan pekerjaan?" tanya Mas Abi dengan ada ingin tahu."Belum, Mas. Aku juga nggak ngasih tahu siapa-siapa mengenai kita yang mau ngambil satu pekerja buat di toko," kataku sambil menggeleng kecil."Lah, kalau kamu nggak ngasih tahu siapa-siapa gimana orang mau melamar, Dek?" ujar Mas Abi sambil terkekeh kecil. “Ya, kamu itu harus ngasih informasi sama orang-orang. Jadi mereka bisa datang ke sini dan melamar pekerjaan. Terus kamu bakal milih siapa yang memang pas untuk bekerja di sini," kata Mas Abi lagi."Aku udah punya kandidatnya dan aku tinggal meminta persetujuan, Mas aja," kataku sambil meringis kecil."Oh, kamu udah punya kandidatnya, toh? Ya, sudah kalau begitu. Mas, ngg
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)420. Cerita Mengenai Karta (Bagian A)“Ibu ikut aja,” kataku sambil melirik ke arah Ibu.“Hah? Ngapain?” Ibu malah bertanya, dan menatapku dengan pandangan heran.“Ya ikut aja, mana tahu nanti kami butuh bantuan dari orang dewasa,” kataku sekenanya.“Memangnya kalian belum dewasa?” Ibu kembali bertanya.Ibu dan Bapak kemudian sontak saling terkekeh, menertawai perkataanku barusan. Hal itu sukses membuat aku merengut kesal, apalagi saat Mas Abi dan juga Mas Aji ikut tertawa.“Sudah bangkotan malah!” Bapak menyahut santai.“Ya Allah, bukan itu maksud Anna, Bu, Pak!” sahutku sambil mencebik.“Iya, iya, kami mengerti!” Ibu menjawab cepat. “Tapi nggak, deh. Ibu malas ketemu si Karta, lagian kalian kan nggak lama di sana. Kasih uangnya, ambil sertifikatnya, selesai!” kata Ibu sambil menepukkan tangannya sekali.Wajah Ibu terlihat sangat enggan dengan saranku barusan, Ibu memang kelihatan sangat anti dengan Juragan Karta. Apalagi setela
421. Cerita Mengenai Karta (Bagian B)Aku tidak pernah berbicara sedekat ini dengan Bapak, karena biasanya kami akan bersikap canggung. Hal itu disebabkan karena Bapak lebih dekat kepada Mbak Lisa, yang merupakan menantu kesayangannya dari dulu.Jika dengan Mbak Lisa, maka Bapak bisa membicarakan berbagai hal tanpa ada rasa canggung sedikit pun. Sangat berbeda denganku, karena jika duduk berdua saja denganku seperti ini, maka hanya ada keheningan yang merajai atmosfer ruangan.Baik aku dan juga Bapak, tidak akan pernah membuka suara duluan. Jadi, kami hanya duduk dalam keheningan saja.Tak lama kemudian aku bisa melihat Ibu yang keluar dari kamar dengan pakaian yang lebih rapi, dan juga jilbab yang berwarna senada. Di tangan Ibu juga ada tas kecil rajutan, untuk menaruh dompet serta ponsel."Ayo kita pergi!" kata Ibu sambil berjalan keluar. "Pak, Ibu pergi dulu, ya," kata Ibu berpamitan kepada Bapak.Bapak hanya mengangguk dan setelah melihat itu Ibu langsung benar-benar keluar, diiku
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata