418. Ke Rumah Karta (Bagian B)"Ya, Ibu nggak nerima, lah perhiasan itu. Ibu nyuruh Mbak Lisa bawa perhiasan itu balik ke rumah," kataku sambil mengangkat bahu. "Terus tadi kami juga maaf-maafan di sana, aku sama Mbak Lisa sekarang udah baikan. Dia udah minta maaf sama aku dan aku juga sudah memaafkan," kataku sambil nyengir lebar."Wah, bagus, dong. Itu artinya udah nggak ada dendam lagi diantara kalian. Toh, karena memang seharusnya tidak ada permusuhan yang terjadi antara sesama saudara," kata Mas Abi sambil tersenyum manis."Mbak Lisa juga udah minta maaf sama Ibu. Mbak Lisa udah mengakui segala kesalahannya dan juga kekhilafannya selama ini, aku rasa Mbak Lisa udah berubah loh, Mas. Mbak Lisa itu terlihat lebih hidup dan juga positive vibes banget," kataku semangat."Ya, baguslah. Berarti Mbak Lisa udah berubah jadi orang yang jauh lebih baik lagi. Kita sebagai saudara wajib ikut senang, dong, karena Mbak Lisa bisa berubah dan juga bisa mengakui segala kesalahannya," sahut Mas Ab
419. Ke Rumah Karta (Bagian C)Kemudian lelaki yang sudah menikahiku selama beberapa tahun ini mengusap lembut kepalaku dengan penuh kasih sayang, dan hal itu benar-benar membuat aku hampir melayang tinggi."Terus kamu udah punya kandidatnya atau kamu udah ngomong-ngomong sama tetangga gitu, kalau kita buka lowongan pekerjaan?" tanya Mas Abi dengan ada ingin tahu."Belum, Mas. Aku juga nggak ngasih tahu siapa-siapa mengenai kita yang mau ngambil satu pekerja buat di toko," kataku sambil menggeleng kecil."Lah, kalau kamu nggak ngasih tahu siapa-siapa gimana orang mau melamar, Dek?" ujar Mas Abi sambil terkekeh kecil. “Ya, kamu itu harus ngasih informasi sama orang-orang. Jadi mereka bisa datang ke sini dan melamar pekerjaan. Terus kamu bakal milih siapa yang memang pas untuk bekerja di sini," kata Mas Abi lagi."Aku udah punya kandidatnya dan aku tinggal meminta persetujuan, Mas aja," kataku sambil meringis kecil."Oh, kamu udah punya kandidatnya, toh? Ya, sudah kalau begitu. Mas, ngg
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)420. Cerita Mengenai Karta (Bagian A)“Ibu ikut aja,” kataku sambil melirik ke arah Ibu.“Hah? Ngapain?” Ibu malah bertanya, dan menatapku dengan pandangan heran.“Ya ikut aja, mana tahu nanti kami butuh bantuan dari orang dewasa,” kataku sekenanya.“Memangnya kalian belum dewasa?” Ibu kembali bertanya.Ibu dan Bapak kemudian sontak saling terkekeh, menertawai perkataanku barusan. Hal itu sukses membuat aku merengut kesal, apalagi saat Mas Abi dan juga Mas Aji ikut tertawa.“Sudah bangkotan malah!” Bapak menyahut santai.“Ya Allah, bukan itu maksud Anna, Bu, Pak!” sahutku sambil mencebik.“Iya, iya, kami mengerti!” Ibu menjawab cepat. “Tapi nggak, deh. Ibu malas ketemu si Karta, lagian kalian kan nggak lama di sana. Kasih uangnya, ambil sertifikatnya, selesai!” kata Ibu sambil menepukkan tangannya sekali.Wajah Ibu terlihat sangat enggan dengan saranku barusan, Ibu memang kelihatan sangat anti dengan Juragan Karta. Apalagi setela
421. Cerita Mengenai Karta (Bagian B)Aku tidak pernah berbicara sedekat ini dengan Bapak, karena biasanya kami akan bersikap canggung. Hal itu disebabkan karena Bapak lebih dekat kepada Mbak Lisa, yang merupakan menantu kesayangannya dari dulu.Jika dengan Mbak Lisa, maka Bapak bisa membicarakan berbagai hal tanpa ada rasa canggung sedikit pun. Sangat berbeda denganku, karena jika duduk berdua saja denganku seperti ini, maka hanya ada keheningan yang merajai atmosfer ruangan.Baik aku dan juga Bapak, tidak akan pernah membuka suara duluan. Jadi, kami hanya duduk dalam keheningan saja.Tak lama kemudian aku bisa melihat Ibu yang keluar dari kamar dengan pakaian yang lebih rapi, dan juga jilbab yang berwarna senada. Di tangan Ibu juga ada tas kecil rajutan, untuk menaruh dompet serta ponsel."Ayo kita pergi!" kata Ibu sambil berjalan keluar. "Pak, Ibu pergi dulu, ya," kata Ibu berpamitan kepada Bapak.Bapak hanya mengangguk dan setelah melihat itu Ibu langsung benar-benar keluar, diiku
422. Cerita Mengenai Karta (Bagian C)"Iya, mereka menuduh kalau Abi itu adalah anak angkat, anak pungut. Karena setahu mereka, tahun sebelumnya kami memang sempat pulang ke desa untuk berlebaran di rumah Kakek dan juga Nenek, dan mereka hanya melihat Aji di sana. Jadi mereka menyimpulkan kalau Abi itu adalah anak angkat," kata Ibu lagi."Wah mereka benar-benar keterlaluan ya, Bu!" ujarku dengan cepat."Ya, iya. Mereka tidak tahu saja kalau Abi saat itu sedang demam, dan memang tidak kami bawa kemanapun, hanya berdiam diri di rumah Kakek dan juga Nenek," kata Ibu lagi. "Hanya Aji lah yang keluar rumah dan bermain bersama teman-temannya di sini," lanjut Ibu.Padahal aku sama sekali tahu kalau yang Ibu katakan itu semuanya adalah suatu kebohongan, pasti ketika mereka pulang ke desa untuk berlebaran di rumah Kakek dan Nenek, Mas Abi belum diserahkan kepada Ibu dan juga Bapak oleh Ibu kandungnya."Mulut mereka itu begitu berbisa, membuat Ibu kesal saja. Ibu sampai-sampai menantang mereka
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)423. Siasat Licik Karta (Bagian A)"Assalamualaikum!"Aku dan juga Ibu mengucap salam dengan kompak, dan beberapa orang yang ada di ruang tamu juragan Karta langsung mendongak ke arah kami, dan membalas salam dengan kompak pula."Waalaikumsalam!"Aku bisa melihat keberadaan Mas Aji, dan juga Mas Abi di sana, begitu juga dengan juragan Karta. Tapi, ada seorang wanita paruh baya yang juga duduk di samping Juragan Karta, dan aku bisa menebak kalau itu adalah istrinya.Wanita itu berpenampilan cukup nyentrik, dia memakai kebaya dan juga kain jarik sebagai outfitnya. Tak lupa dengan sanggul yang menghiasi kepalanya, secara keseluruhan aku bisa menilai kalau istri Juragan Karta ini … seperti seorang wanita Jawa pada umumnya.Namun, wajahnya terlihat berbeda. Alih-alih seperti wajah suku jawa yang terlihat lembut dan juga ayu, wajah istri Juragan Karta terlihat tegas dan juga lebih keras."Masuk, masuk Sri, masuk! Jangan berdiri di situ
424. Siasat Licik Karta (Bagian B)"Aku nggak ada curiga sama orang lain, kok," sahut Ibu sambil menyunggingkan senyum kecil. "Aku cuma bilang kalau mereka itu mau sukses, mereka bisa belajar dari suamiku, tidak perlu belajar dari orang lain. Belum tentu juga kalau mereka itu belajar dari Karta, mereka bakalan sukses. Toh, kalau guru kita itu tidak baik, maka hasil yang akan kita dapat juga tidak akan baik," kata Ibu dengan sangat cuek.Dan saat ini aku bisa melihat wajah Bu Retno yang langsung berubah menjadi merah padam, rldia sepertinya merasa tersinggung dengan kata-kata Ibu barusan yang bisa diartikan, kalau kesuksesan Mas Aji dan juga Mas Abi tidak akan bisa terjadi jika mencontoh juragan Karta."Jadi Juragan, bisa kami terima sertifikatnya sekarang? Dan kami akan melunasi uang yang sudah saya pinjam kepada Juragan," ujar Mas Aji tiba-tiba.Sepertinya Mas Aji paham betul bagaimana sifat Ibu yang tidak menyukai Bu Retno, makanya Mas Aji segera mengakhiri tatapan tajam yang masing
425. Siasat Licik Karta (Bagian C)Saat ini aku benar-benar kebingungan, apalagi melihat wajah Ibu dan juga Mas Aji yang terlihat sudah berada di ambang batas kesabaran. Bagaimana tidak, ternyata sertifikat itu tidak ada di rumah ini."Padahal, ketika Juragan ke rumah Ibu beberapa hari yang lalu, kami sudah bilang kalau kami akan menebus sertifikat itu dalam beberapa hari. Tetapi, Juragan malah tidak mengambil sertifikat itu di rumah Rama," kata Mas Abi dengan cepat."Iya, kalian memang udah ngomong, Bi, tapi aku lupa. Maklumlah, aku kan sudah tua. Jadi aku tidak ingat-ingat apa yang kalian bicarakan," kata Juragan Karta sambil terkekeh kecil.Ibu terlihat amat geram dengan kata-kata Juragan Karta barusan, dia melihat Juragan Karta dengan pandangan membunuh, seolah-olah ingin menguliti laki-laki itu hidup-hidup."Itu nggak patut dijadikan alasan, Karta. Karena kami sudah ngomong sama kamu tapi kamunya yang lupa," kata Ibu dengan nada kesal. "Sekarang bagaimana pun juga kami mau, serti