PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)426. Amarah Ibu dan Bapak (Bagian A)Mas Aji kembali terduduk ke tempatnya semula, wajahnya berubah menjadi pucat dan menatap ke arah Juragan Karta dengan pandangan gamang.Sedangkan Juragan Karta hanya tersenyum, seolah apa yang dikatakannya barusan bukanlah hal yang mengejutkan untuk orang lain. Baik dia maupun Bu Retno, menunjukkan wajah yang terlihat biasa-biasa saja.Aku jadi berpikir kalau sebenarnya pasangan suami istri ini sering melakukan hal ini kepada orang lain, melakukan tindak kecurangan agar mereka mendapatkan keuntungan yang berkali-kali lipat.Dari sini aku benar-benar belajar, kalau orang yang terlihat bijaksana dan juga baik, sebenarnya bisa saja menyimpan sifat predator di dalam hatinya, dan siap menyerang siapapun untuk kepentingan dirinya sendiri.Juragan Karta terlihat sangat baik di hadapan masyarakat luas, dia sering nongkrong di warung-warung kopi, berbicara dengan masyarakat yang kesehariannya adalah se
427. Amarah Ibu dan Bapak (Bagian B)"Ya, kan sudah kubilang dari awal tadi, Ji. Aku itu sudah tua, aku ingin menurunkan bisnisku ini kepada Rama, dan dari sekarang dia harus belajar bagaimana cara menjalankannya. Jadi, aku memang meletakkan seluruh BPKB dan juga surat-surat penting ke tempat Rama," kata Juragan Karta dengan nada bangga. “Ya sudahlah, tidak perlu diungkit-ungkit! Silahkan tunggu sepuluh hari lagi! Tetapi ingat, uangnya jadi tiga ratus enam puluh juta," ujar Juragan Karta sambil menunjukkan jempolnya ke hadapan Mas Aji."Saya tidak terima, Juragan! Jika memang surat itu tidak ada malam ini, oke saya akan menunggu sepuluh hari lagi. Tetapi tetap dengan uang tiga ratus tiga puluh juta tidak ada lebih daripada itu!" ujar Mas Aji dengan nada tegas."Oh, ya nggak bisa begitu, dong, Ji, ini memang sudah ketentuannya! Karena sepuluh hari lagi sudah masuk hitungan bulan depan, jadi kamu harus membayar dua bulan bunga untuk melunasinya!" kata juragan Karta sambil menunjukkan j
428. Amarah Ibu dan Bapak (Bagian C)"Gak sudi aku lama-lama di rumah Karta, asal Bapak tahu saja, mereka benar-benar licik. Aku benar-benar merasa sangat berdosa sudah tinggal satu desa dengan mereka!" ujar Ibu dengan nada sinis. "Astaghfirullahaladzim, Bu! Istighfar! Ibu ini kenapa, sih?" tanya Bapak dengan nada heran. "Aji, Abi, Ibu kalian ini kenapa kok marah-marah begini?" tanya Bapak lagi."Ya, gimana nggak marah, Pak? Memang juragan Karta itu keterlaluan, darahku benar-benar mendidih saat ini. Jika tidak memikirkan kalau juragan Karta itu adalah orang tua, maka aku yakin aku sudah memaki dia dari tadi," ujar Mas Aji dengan nada ketus.Mas Aji langsung menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa, dan menutup wajahnya demi menghindari tatapan bapak yang masih bertanya-tanya."Ya, memangnya ada apa? Bukannya kalian kesana itu mau ngambil sertifikat, lagian uang juga sudah dibawa, kan? Lah kok, pulang-pulang malah maki-maki seperti ini? Ada apa, sih?" tanya Bapak dengan nada frustasi.
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)429. Rasa Frustasi Aji (Bagian A)Kami semua langsung tersentak kaget saat Bapak menggebrak meja dengan sangat keras, raut wajahnya menunjukkan amarah yang sangat besar.Wajah tua Bapak yang masih terlihat gagah dan juga tampan, walau umurnya sudah tidak lagi muda merengut kesal. Kami semua yang ada di sana, menatap Bapak dengan pandangan takut-takut.Hanya Ibu yang menatap Bapak dengan pandangan menantang, seolah ingin melihat apa yang akan Bapak lakukan, setelah mengetahui kebenaran mengenai Juragan Karta yang ingin memeras Mas Aji."Lihat! Bapak saja sampai kesal, kan? Bagaimana Ibu yang ada di sana dan mendengar semua kata-katanya secara langsung? Mereka itu memang tidak punya akal, Ibu rasa mereka sudah merencanakan ini semua!" ujar Ibu dengan ketus. "Padahal kita sudah memberitahu Karta sewaktu dia datang ke sini, tapi tetap saja dia tidak mengambil surat tanah itu dari rumah Rama, malah membiarkan anaknya itu pergi berlibu
430. Rasa Frustasi Aji (Bagian B) "Dia itu belum tahu berhadapan dengan siapa, apa dia mengira kita akan diam saja jika dibohongi seperti ini? Jangan karena kita selalu diam dan juga mengalah, dia malah mau menginjak-injak kita!" kata Ibu lagi.Entah kenapa saat ini aku bisa melihat Ibu dan juga Bapak terlihat sangat keren, aku jadi penasaran dengan apa yang akan terjadi sepuluh hari lagi. Rasa-rasanya terlalu lama untuk menunggu hal tersebut."Benar, Bu. Biar mereka tahu sedang berhadapan dengan siapa," kata Bapak dengan aura yang menyeramkan."Ya sudah, kalau begitu karena ini harus menunggu waktu sepuluh hari lagi maka uang ini kami titipkan kepada Ibu saja," ujar Mas Abi sambil memberikan uang, yang tadi akan mereka gunakan untuk membayar Juragan Karta."Ya sudah, kalau begitu," sahut Ibu sambil menerima uang itu."Aku heran, banyak sekali masalah dan tidak ada habis-habisnya," ujar Mas Aji sambil menghela nafas dengan panjang. "Ada saja yang terjadi, padahal aku ingin segera men
431. Rasa Frustasi Aji (Bagian C)"Kamu kok malah bawa-bawa Lisa, sih, Ji? Dia itu tidak akan menghalangi kamu yang ingin melaporkan Marwan ke polisi. Toh, dia juga ketipu kan?" kata Ibu membela Mbak Lisa."Ibu nggak tau aja Lisa itu gimana? Dia pasti akan bersikeras untuk memaksa aku agar bisa melepaskan Marwan, dia itu begitu tunduk dan juga patuh kepada orang tuanya dan juga keluarganya. Jadi aku yakin kalau dia pasti akan mengupayakan segala cara agar adiknya itu lepas dari tuntutan," kata Mas Aji dengan nada ketus."Lisa itu nggak seperti itu, Ji. Ibu yakin dia pasti sudah berubah, dia juga pasti sudah mikir, nggak mungkin dia selalu bersikap bodoh seperti itu," kata Ibu membantah ucapan Mas Aji."Itu kan pemikiran Ibu, bukan kenyataan yang sebenarnya. Udah deh, Ibu nggak ngerti pemikiran Lisa itu seperti apa. Yang paling ngerti itu aku, aku sudah hidup bersamanya bertahun-tahun. Jelas aku tahu bagaimana pola pikir wanita itu!" kata Mas Aji lagi."Ya, tapi orang itu bisa berubah!
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)432. Hari Pertama Ramlah Bekerja (Bagian A)“Dek, Mas hari ini masih bantu-bantu Bapak di sawah, loh. Bi Ramlah udah masuk hari ini?” tanya Mas Abi tanpa menatapku sedikitpun.Aku mengangguk. “Iya, Mas. Bi Ramlah udah masuk hari ini,” sahutku dengan cepat.Mas Abi mengangkat wajahnya dan menatapku dengan pandangan lembut, tatapan yang tidak pernah berubah dari dulu. Masih penuh cinta dan juga penuh dengan puja, ah … suamiku ini memang paket komplit.Tampan, berakhlak baik, agamanya juga baik, dan penuh dengan kasih sayang. Apalagi yang kurang? Kalau dulu sih, jawabannya pasti di keluarganya yang seperti Dajjal itu, tapi sekarang sudah tidak. “Baguslah kalau begitu, Mas nggak mau kamu capek-capek. Yang dibilang sama Emak itu benar, kamu harus banyak istirahat biar kita segera diberi momongan oleh Allah,” kata Mas Abi sambil menggenggam tanganku. “Ini ikhtiar kita, Dek. Yakinlah kalau Allah akan bersama dengan hambanya yang suka
433. Hari Pertama Ramlah Bekerja (Bagian B)"Mas sebenarnya menyambut baik kabar kalau Bi Ramlah itu kerja di sini kemarin, Dek," kata Mas Abi tiba-tiba.Saat mendengar kata-katanya barusan, aku lantas mendongak dan menatap Mas Abi dengan pandangan heran. Apa maksud kata-kata suamiku itu? "Kenapa?" tanya aku ingin tahu."Ya, nggak kenapa-napa, Dek. Cuman kan lebih bagus kalau ada Bi Ramlah di sini dan menemani kami, jadi kamu bisa punya teman ngobrol," ujar Mas Abi sambil terkekeh kecil. "Ketimbang kamu duduk di sini sendirian, cuma bisa main ponsel ataupun ngomong sama Bu Sulis. Itu pun kalau Bu Sulis main ke sini, kalau nggak … kamu bakal sendirian. Jadi memang mempekerjakan Bi Ramlah di sini, adalah satu hal yang tepat menurut Mas," kata Mas Abi lagi.Aku hanya mendengus saat mendengar kata-kata Mas Abi barusan, bukankah itu artinya sama saja, dengan suamiku itu yang mengatakan kalau aku ini orang yang kurang pergaulan?"Nah, bener kan yang aku bilang kemarin? Kamu itu kurang perg