PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)432. Hari Pertama Ramlah Bekerja (Bagian A)“Dek, Mas hari ini masih bantu-bantu Bapak di sawah, loh. Bi Ramlah udah masuk hari ini?” tanya Mas Abi tanpa menatapku sedikitpun.Aku mengangguk. “Iya, Mas. Bi Ramlah udah masuk hari ini,” sahutku dengan cepat.Mas Abi mengangkat wajahnya dan menatapku dengan pandangan lembut, tatapan yang tidak pernah berubah dari dulu. Masih penuh cinta dan juga penuh dengan puja, ah … suamiku ini memang paket komplit.Tampan, berakhlak baik, agamanya juga baik, dan penuh dengan kasih sayang. Apalagi yang kurang? Kalau dulu sih, jawabannya pasti di keluarganya yang seperti Dajjal itu, tapi sekarang sudah tidak. “Baguslah kalau begitu, Mas nggak mau kamu capek-capek. Yang dibilang sama Emak itu benar, kamu harus banyak istirahat biar kita segera diberi momongan oleh Allah,” kata Mas Abi sambil menggenggam tanganku. “Ini ikhtiar kita, Dek. Yakinlah kalau Allah akan bersama dengan hambanya yang suka
433. Hari Pertama Ramlah Bekerja (Bagian B)"Mas sebenarnya menyambut baik kabar kalau Bi Ramlah itu kerja di sini kemarin, Dek," kata Mas Abi tiba-tiba.Saat mendengar kata-katanya barusan, aku lantas mendongak dan menatap Mas Abi dengan pandangan heran. Apa maksud kata-kata suamiku itu? "Kenapa?" tanya aku ingin tahu."Ya, nggak kenapa-napa, Dek. Cuman kan lebih bagus kalau ada Bi Ramlah di sini dan menemani kami, jadi kamu bisa punya teman ngobrol," ujar Mas Abi sambil terkekeh kecil. "Ketimbang kamu duduk di sini sendirian, cuma bisa main ponsel ataupun ngomong sama Bu Sulis. Itu pun kalau Bu Sulis main ke sini, kalau nggak … kamu bakal sendirian. Jadi memang mempekerjakan Bi Ramlah di sini, adalah satu hal yang tepat menurut Mas," kata Mas Abi lagi.Aku hanya mendengus saat mendengar kata-kata Mas Abi barusan, bukankah itu artinya sama saja, dengan suamiku itu yang mengatakan kalau aku ini orang yang kurang pergaulan?"Nah, bener kan yang aku bilang kemarin? Kamu itu kurang perg
434. Hari Pertama Ramlah Bekerja (Bagian C)Sepertinya Bi Ramlah cepat belajar, dan aku sangat senang dengan hal itu itu. Artinya Bi Ramlah akan lebih mudah untuk menyerap ilmu, apa-apa saja yang harus dia lakukan ketika dia bekerja di sini."Ya, kalau begini … kecil lah, Bi, bahkan adikmu juga bisa kalau cuman seperti ini," kata Bi Ramlah sambil kembali mendudukan dirinya di kursi.Aku mencebikkan bibirku saat mendengar kata-kata Bi Ramlah barusan, 'Adik' Mas Abi yang dia maksud adalah anak Bi Ramlah sendiri, dan aku merasa tertampar saat dia mengatakan kalau anaknya yang masih kecil-kecil itu bisa melakukan hal itu."Ya, sudah kalau begitu. Kalau Bibi memang sudah tahu, nanti kalau ada orang yang datang untuk mengisi bensin, Bibi saja yang mengisi sekalian belajar," ujar Mas Abi sambil mengacungkan jempolnya."Iya, aman, gampanglah itu," ujar Bi Ramlah lagi.Tak lama kemudian aku bisa mendengar suara motor yang mendekat, dan ternyata itu adalah motor Mas Aji? Dia lalu turun, dan men
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)435. Informasi Dari Joko (Bagian A)Aku, Bi Ramlah, dan juga Mas Abi, langsung kompak saling berpandangan. Wajah kami semua menyiratkan satu hal yang sama, yaitu rasa heran dan juga kebingungan.Karena tak biasanya Joko bersikap semisterius ini, biasanya lelaki itu adalah pribadi yang kocak dan juga konyol. Rasa-rasanya, aku tidak pernah melihat Joko yang bersikap sedemikian tertutup.Seolah-olah ada yang disembunyikan oleh laki-laki itu, tetapi apa? Aku bahkan tidak bisa menebak raut wajahnya sama sekali, tidak bisa aku artikan. Sedangkan Mas Aji sendiri memang membelakangi kami, jadi aku juga tidak bisa melihat raut wajah kakak iparku itu.Mereka berbicara secara berbisik, tentu saja kami bertiga tidak mendengar. Jangankan aku yang duduk di meja kasir di dalam toko ini, sedangkan Mas Abi dan juga Bi Ramlah yang duduk di teras luar juga aku yakin tidak bisa mendengar.Seolah-olah pembicaraan mereka benar-benar amat rahasia, dan
436. Informasi Dari Joko (Bagian B)"Emang aku kelihatan terpuruk banget ya, Bi?" tanya Mas Aji tiba-tiba, dia menatap Bi Ramlah dengan pandangan lekat."Ya, jelas. Kamu itu kelihatan sedih, terpuruk, dan juga kosong. Memangnya apa yang dibicarakan oleh Joko tadi?" Bi Ramlah dengan nada penuh kehati-hatian."Saudara Joko yang ada di kecamatan sebelah, kan, kebetulan satu desa dengan keluarga Lisa di sana, dan saudaranya itu ngomong kalau dua hari yang lalu terjadi keributan yang besar di rumah keluarga Lisa," ujar Mas Aji dengan nada gamang."Hah, dua hari yang lalu?" tanya Bi Ramlah dengan nada terkejut. "Itu bukannya waktu kita nemenin Mbak Jumiati ke rumah Lisa, ya, An?" tanya Bi Ramlah dengan nada cepat, dia menatapku dengan pandangan bertanya.Aku mengangguk membenarkan karena memang dua hari yang lalu adalah, saat di mana Aku dan juga Bi Ramlah menemani Bude Jum, dan juga Mbak Suci ke rumah keluarga Mbak Lisa untuk meminta kalung yang dipakai oleh Bu Maryam pada saat itu."Waktu
437. Informasi Dari Joko (Bagian C)"Kenapa, Dek? Kamu mau ngomong apa, sih? Nggak usah melotot seperti itu! Kayak ngelihat hantu saja," ujar Mas Aji dengan cepat."Kalau Mbak Lisa memang benar pergi dari rumah, aku tahu Mbak Lisa itu ada di mana sekarang ini," ujarku dengan tak kalah cepat.Mata Mas Aji langsung membola, dia menatap ke arahku dengan pandangan tak percaya, seolah-olah aku baru saja mengatakan kalau aku menemukan harta karun yang amat banyak.Amat terlihat jelas keterkejutan ada di sana, dia sepertinya sama sekali tidak menyangka kalau apa yang baru saja dikatakan oleh Joko bisa jadi adalah suatu kebenaran."Di mana, Dek? Kamu tahu di mana Lisa?" tanya Mas Aji dengan cepat."Ya, aku nggak tahu pastinya. Tapi aku rasa-rasanya bisa menebak di mana keberadaan Mbak Lisa sekarang ini, karena kemarin Kang Ujang menanyakan sesuatu kepadaku yang benar-benar membuat aku terkejut. Tetapi karena aku rasa itu tidak mungkin jadi aku menyangkalnya," sahutku sambil mengangkat bahu. "
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)438. Perdebatan Aji dan Lisa (Bagian A)“EHEM!”Aku langsung dengan cepat menguasai keadaan, aku berdehem nyaring dan hal itu membuat semua orang yang ada di sini langsung tersadar. Bi Ramlah dan juga Mas Abi ikut berdehem canggung, sedangkan Mas Aji? Sama sekali tidak terpengaruh.Kakak iparku itu tetap saja menatap Mbak Lisa dengan pandangan lekat, dan hal itu benar-benar membuat aku hampir menepuk jidatku sendiri. Katanya sudah tidak sayang, tetapi masih saja dipelototi."Mbak!" Aku menyapa dengan ramah, dan hal itu membuat Bi Ramlah langsung menoleh ke arahku dengan pandangan aneh. Ah, ya! Aku belum menceritakan tentang kami yang sudah saling memaafkan padanya, pantas saja Bi Ramlah menunjukkan ekspresi seperti itu.Mbak Lisa masih berdiri di samping motor yang dia tumpangi, dia kelihatannya juga terkejut dan tidak tahu mau melakukan apa. Makanya dia berdiri canggung di sana, dan sesekali menunduk dan juga melirik ke arah Ma
439. Perdebatan Aji dan Lisa (Bagian B)Wajah Mbak Lisa yang semula tersenyum lebar, langsung berubah. Dia terlihat terkejut, dan kelihatan tidak menyangka kalau Bi Ramlah akan mengatakan hal barusan. Hal yang sangat masuk akal.Orang bodoh mana, yang mau belanja ke luar kecamatan, walaupun alasannya adalah yang jualan adalah saudaranya? Alasan yang sangat tidak masuk akal!Mbak Lisa menggigit bibir bawahnya dengan keras, terlihat sekali kalau saat ini dia sedang berpikir. Mungkin dia ingin menjawab pertanyaan Bi Ramlah, namun bingung harus menjawab apa."Nggak apa-apa, Bi. Sekalian ada keperluan di sini tadi," sahut Mbak Lisa pada akhirnya.Bi Ramlah hanya mengangguk, kelihatannya wanita itu tidak mau memaksa. Dia hanya tersenyum, namun dengan sejuta arti yang sulit untuk dipahami."Bagaimana keadaan Salsa dan Naufal, Mbak?" Mas Abi bertanya dengan nada penasaran, tersirat jelas rasa rindu ada di sana. "Mereka baik-baik saja, Alhamdulillah!" sahut Mbak Lisa sambil tersenyum kecil.