439. Perdebatan Aji dan Lisa (Bagian B)Wajah Mbak Lisa yang semula tersenyum lebar, langsung berubah. Dia terlihat terkejut, dan kelihatan tidak menyangka kalau Bi Ramlah akan mengatakan hal barusan. Hal yang sangat masuk akal.Orang bodoh mana, yang mau belanja ke luar kecamatan, walaupun alasannya adalah yang jualan adalah saudaranya? Alasan yang sangat tidak masuk akal!Mbak Lisa menggigit bibir bawahnya dengan keras, terlihat sekali kalau saat ini dia sedang berpikir. Mungkin dia ingin menjawab pertanyaan Bi Ramlah, namun bingung harus menjawab apa."Nggak apa-apa, Bi. Sekalian ada keperluan di sini tadi," sahut Mbak Lisa pada akhirnya.Bi Ramlah hanya mengangguk, kelihatannya wanita itu tidak mau memaksa. Dia hanya tersenyum, namun dengan sejuta arti yang sulit untuk dipahami."Bagaimana keadaan Salsa dan Naufal, Mbak?" Mas Abi bertanya dengan nada penasaran, tersirat jelas rasa rindu ada di sana. "Mereka baik-baik saja, Alhamdulillah!" sahut Mbak Lisa sambil tersenyum kecil.
440. Perdebatan Aji dan Lisa (Bagian C)"Ah, token listrik!" seru Mbak Lisa dengan cepat. "Isi seratus ribu, An!" ujarnya sambil memberikan secarik kertas.Aku mengambil kertas itu dengan santai, dan langsung melakukan transaksi di ponselku. Setelah nomernya keluar, aku langsung menulisnya di secarik kertas dan memberikannya pada Mbak Lisa. "Ini, Mbak!" kataku dengan ceria."Oke, berapa semuanya?" tanya Mbak Lisa sambil mengeluarkan dompetnya."Lima ratus tujuh puluh tiga, Mbak!" Aku menyahut cepat."Ini!"Biar aku yang bayar!"Mbak Lisa menyodorkan beberapa lembar uang, bertepatan dengan suara Mas Aji yang tiba-tiba terdengar. Aku langsung menoleh, dan begitu juga dengan tiga orang lainnya. Bahkan aku bisa mendengar suara terkesiap kaget yang keluar dari belah bibir Mbak Lisa."Belanjaannya … biar aku yang bayar!" ujar Mas Aji semakin menekankan perkataannya."Oke!" jawabku dengan cepat."Nggak usah! Aku punya uang, Mas." Mbak Lisa juga menyahut tak kalah cepat, dia semakin menyodo
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)BAB 157441. Perkelahian Keluarga Parto (Bagian A)POV AUTHOR"Om, jadi gimana ini? Aku nggak mau masuk penjara!" Marwan mendengus, dan memandang edi dengan pandangan tajam.Rumah dari pasangan Parto dan juga Maryam itu terlihat lengang, hanya ada Edi, Marwan, Maryam, Rosa, dan juga sang kepala keluarga di sana. Walau ada banyak orang di sana, tapi ruangan empat kali empat itu malah cenderung suram dan sunyi.Semenjak Lisa dan juga anak-anaknya pergi dari rumah itu, tidak ada lagi suara anak-anak yang terdengar menghiasinya. Jikalau adapun hanyalah suara anak Rosa yang sedang meminta makan, karena anak Rosa tidak banyak bicara dan sibuk dengan tab miliknya.Seperti anak kota pada umumnya, bocah itu tidak banyak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Berbeda dengan Naufal dan Salsa, yang mempunyai banyak teman di sini. Kedua bocah hasil dari buah cinta Lisa dan Aji itu memang aktif, dan juga mudah bergaul.Kelima orang yang ada
442. Perkelahian Keluarga Parto (Bagian B)Padahal, seharusnya Paryo yang kesal, kenapa malah anak dan istrinya yang menunjukkan hal sebaliknya? Mereka ini benar-benar tidak belajar dari kesalahan, dan tidak belajar bagaimana mengendalikan emosi yang baik."Iya, Mbak. Dinginkan kepala kalian dulu, jangan berdebat hal yang nggak penting!" Edi menyahut dari seberang sana. Lelaki itu tengah menyesap rokoknya dengan dalam, lalu mengepulkan asapnya ke udara dengan gaya pongah. Walau diam begini, tapi dia sendiri tengah mencari jalan keluar untuk permasalah kakak dan juga keponakannya ini.Niatnya berkunjung ke sini untuk senang-senang, dan refreshing dari semua kegiatannya di kota sana, eh … malah mendapatkan banyak sekali kejutan dan juga kehebohan. Lisa dan Aji yang bercerai, investasi bodong yang Marwan lakoni, hingga pertengkaran yang tak kunjung usai.Jujur saja, Edi sudah mulai pusing. Bahkan istrinya sudah meminta untuk pulang semenjak semalam, tapi Edi jelas menolak. Dia tidak bis
443. Perkelahian Keluarga Parto (Bagian C)"Oh, mau pergi?" Maryam berujar ketus, matanya melotot. "Nggak usah balik sekalian, Pak! Tinggal di warung sana!" katanya dengan nada tegas.Tak ayal Parto langsung kembali duduk, lelaki itu menelan ludah dengan susah payah. Sepertinya dia benar-benar takut dengan ancaman yang istrinya berikan, dia duduk tegak dan tidak berani bergerak sedikitpun."Rosa, kemasi baju Bapakmu! Biarkan dia tinggal di warung sana!" Maryam ternyata belum selesai, dia sekarang menatap Rosa dengan pandangan tajam sedangkan anak sulungnya itu hanya memutar bola mata dengan malas."Sudahlah, Bu. Kita nggak punya waktu buat berdebat …." Rosa menyahut santai. "Lagian apa yang dibilang sama Bapak dan juga Om Edi itu benar, walau aku malas mengakuinya, sih." "Maksud kamu apa?" tanya Maryam dengan nada bingung.Jika Rosa yang berbicara, maka Maryam akan mendengarkan dengan seksama. Dia begitu bangga dengan Rosa yang bisa menikah dengan lelaki kota, apalagi menantunya itu
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)444. Amarah Parto dan Keputusan Maryam (Bagian A)"Apa sih, Bu? Kok, malah marah-marah gitu ke aku? Aku salah apa?" Rosa menyahut tanpa dosa. "Aku ini ngomongin fakta, loh!" lanjutnya lagi.Maryam langsung mengusap wajahnya dengan frustasi, dan menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa. Wanita yang sudah melahirkan tiga orang anak dengan sifat yang berbeda itu, merasa luar biasa depresi dan juga tertekan dengan keadaan ini.Maryam sadar, kalau pilihan untuk mencari Lisa dan membawanya ke rumah ini kembali memang adalah pilihan terbaik. Tapi, dia tahu betul bagaimana watak dari anak tengahnya itu, Lisa tidak akan pernah mau kembali ke sini lagi.Jika Lisa mau memaafkan mereka pun, tetap saja Lisa tidak akan pernah sudi untuk menginjak rumah ini kembali. Karena apa?Karena Lisa adalah orang yang teramat sangat teguh dengan pendiriannya, dia tidak akan pernah melakukan sesuatu jika dia tidak mempercayai dan juga meyakini hal tersebut.
445. Amarah Parto dan Keputusan Maryam (Bagian B)“Bapak kenapa sih, nyuruh-nyuruh Marwan seperti itu? Marwan ini lagi pusing, Pak. Dia itu banyak pikiran, mau menyelesaikan semua masalah yang ada. Kok, Bapak nambah-nambahin pekerjaan, sih, dengan harus manggil-manggil Edi? Ya udah, kalau Rosa nggak mau manggil Edi ke kamarnya, ya Bapak aja sana!” Maryam malah melotot galak ke arah Parto, seolah-olah tidak terima kalau Marwan disuruh-suruh oleh Parto dan juga Rosa.“Iya, aku juga nggak mau, enak aja kalian nyuruh-nyuruh aku! Nggak, deh! Kalau kalian mau, ya udah panggil sana sendiri!” Marwan mendesah pongah.“MARWAN! PANGGIL OM-MU SEKARANG JUGA!” Parto berteriak dengan amat keras.Sontak saja teriakannya barusan mengagetkan tiga orang lain yang ada di sana, baik Rosa maupun Marwan langsung terdiam dan menatap Parto dengan pandangan ketakutan. Mereka sama sekali tidak pernah melihat, sosok Bapak mereka dengan amarah yang begini besarnya.Sedangkan Maryam sendiri langsung menatap Parto
446. Amarah Parto dan Keputusan Maryam (Bagian C)Maryam langsung menatap Rosa dengan mata yang memicing tajam, dia sepertinya tidak terima dengan kata-kata putri sulungnya itu. Dia sama sekali tidak merasa melakukan hal tersebut, padahal nyatanya semua orang yang ada di sana bisa melihat hal itu dengan sangat jelas."Kamu jangan kayak gitu, lah. Itu namanya kamu lagi menyudutkan Ibu, padahal Ibu ini nggak pernah membeda-bedakan kalian, dan Ibu itu nggak membela Marwan sedikitpun. Tetapi Marwan ini kan lagi pusing, dia akan dipenjara kalau tidak bisa menyediakan uang enam ratus juta itu, wajarlah kalau Ibu simpati kepada adikmu ini, Ros!" kata Maryam berusaha membela diri."Simpati sih, simpati, Bu. Tapi nggak harus sebegitunya juga kali." Rosa mencibir kecil. "Kalau memang Ibu itu nggak mau menjumpai Lisa, ya gampang solusinya, Bu. Yang pertama, opsinya adalah biarkan Marwan mendekam di penjara!" Namun saat melihat Maryam yang ingin menyahut dan memotong pembicaraannya, Rosa langsung