434. Hari Pertama Ramlah Bekerja (Bagian C)Sepertinya Bi Ramlah cepat belajar, dan aku sangat senang dengan hal itu itu. Artinya Bi Ramlah akan lebih mudah untuk menyerap ilmu, apa-apa saja yang harus dia lakukan ketika dia bekerja di sini."Ya, kalau begini … kecil lah, Bi, bahkan adikmu juga bisa kalau cuman seperti ini," kata Bi Ramlah sambil kembali mendudukan dirinya di kursi.Aku mencebikkan bibirku saat mendengar kata-kata Bi Ramlah barusan, 'Adik' Mas Abi yang dia maksud adalah anak Bi Ramlah sendiri, dan aku merasa tertampar saat dia mengatakan kalau anaknya yang masih kecil-kecil itu bisa melakukan hal itu."Ya, sudah kalau begitu. Kalau Bibi memang sudah tahu, nanti kalau ada orang yang datang untuk mengisi bensin, Bibi saja yang mengisi sekalian belajar," ujar Mas Abi sambil mengacungkan jempolnya."Iya, aman, gampanglah itu," ujar Bi Ramlah lagi.Tak lama kemudian aku bisa mendengar suara motor yang mendekat, dan ternyata itu adalah motor Mas Aji? Dia lalu turun, dan men
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)435. Informasi Dari Joko (Bagian A)Aku, Bi Ramlah, dan juga Mas Abi, langsung kompak saling berpandangan. Wajah kami semua menyiratkan satu hal yang sama, yaitu rasa heran dan juga kebingungan.Karena tak biasanya Joko bersikap semisterius ini, biasanya lelaki itu adalah pribadi yang kocak dan juga konyol. Rasa-rasanya, aku tidak pernah melihat Joko yang bersikap sedemikian tertutup.Seolah-olah ada yang disembunyikan oleh laki-laki itu, tetapi apa? Aku bahkan tidak bisa menebak raut wajahnya sama sekali, tidak bisa aku artikan. Sedangkan Mas Aji sendiri memang membelakangi kami, jadi aku juga tidak bisa melihat raut wajah kakak iparku itu.Mereka berbicara secara berbisik, tentu saja kami bertiga tidak mendengar. Jangankan aku yang duduk di meja kasir di dalam toko ini, sedangkan Mas Abi dan juga Bi Ramlah yang duduk di teras luar juga aku yakin tidak bisa mendengar.Seolah-olah pembicaraan mereka benar-benar amat rahasia, dan
436. Informasi Dari Joko (Bagian B)"Emang aku kelihatan terpuruk banget ya, Bi?" tanya Mas Aji tiba-tiba, dia menatap Bi Ramlah dengan pandangan lekat."Ya, jelas. Kamu itu kelihatan sedih, terpuruk, dan juga kosong. Memangnya apa yang dibicarakan oleh Joko tadi?" Bi Ramlah dengan nada penuh kehati-hatian."Saudara Joko yang ada di kecamatan sebelah, kan, kebetulan satu desa dengan keluarga Lisa di sana, dan saudaranya itu ngomong kalau dua hari yang lalu terjadi keributan yang besar di rumah keluarga Lisa," ujar Mas Aji dengan nada gamang."Hah, dua hari yang lalu?" tanya Bi Ramlah dengan nada terkejut. "Itu bukannya waktu kita nemenin Mbak Jumiati ke rumah Lisa, ya, An?" tanya Bi Ramlah dengan nada cepat, dia menatapku dengan pandangan bertanya.Aku mengangguk membenarkan karena memang dua hari yang lalu adalah, saat di mana Aku dan juga Bi Ramlah menemani Bude Jum, dan juga Mbak Suci ke rumah keluarga Mbak Lisa untuk meminta kalung yang dipakai oleh Bu Maryam pada saat itu."Waktu
437. Informasi Dari Joko (Bagian C)"Kenapa, Dek? Kamu mau ngomong apa, sih? Nggak usah melotot seperti itu! Kayak ngelihat hantu saja," ujar Mas Aji dengan cepat."Kalau Mbak Lisa memang benar pergi dari rumah, aku tahu Mbak Lisa itu ada di mana sekarang ini," ujarku dengan tak kalah cepat.Mata Mas Aji langsung membola, dia menatap ke arahku dengan pandangan tak percaya, seolah-olah aku baru saja mengatakan kalau aku menemukan harta karun yang amat banyak.Amat terlihat jelas keterkejutan ada di sana, dia sepertinya sama sekali tidak menyangka kalau apa yang baru saja dikatakan oleh Joko bisa jadi adalah suatu kebenaran."Di mana, Dek? Kamu tahu di mana Lisa?" tanya Mas Aji dengan cepat."Ya, aku nggak tahu pastinya. Tapi aku rasa-rasanya bisa menebak di mana keberadaan Mbak Lisa sekarang ini, karena kemarin Kang Ujang menanyakan sesuatu kepadaku yang benar-benar membuat aku terkejut. Tetapi karena aku rasa itu tidak mungkin jadi aku menyangkalnya," sahutku sambil mengangkat bahu. "
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)438. Perdebatan Aji dan Lisa (Bagian A)“EHEM!”Aku langsung dengan cepat menguasai keadaan, aku berdehem nyaring dan hal itu membuat semua orang yang ada di sini langsung tersadar. Bi Ramlah dan juga Mas Abi ikut berdehem canggung, sedangkan Mas Aji? Sama sekali tidak terpengaruh.Kakak iparku itu tetap saja menatap Mbak Lisa dengan pandangan lekat, dan hal itu benar-benar membuat aku hampir menepuk jidatku sendiri. Katanya sudah tidak sayang, tetapi masih saja dipelototi."Mbak!" Aku menyapa dengan ramah, dan hal itu membuat Bi Ramlah langsung menoleh ke arahku dengan pandangan aneh. Ah, ya! Aku belum menceritakan tentang kami yang sudah saling memaafkan padanya, pantas saja Bi Ramlah menunjukkan ekspresi seperti itu.Mbak Lisa masih berdiri di samping motor yang dia tumpangi, dia kelihatannya juga terkejut dan tidak tahu mau melakukan apa. Makanya dia berdiri canggung di sana, dan sesekali menunduk dan juga melirik ke arah Ma
439. Perdebatan Aji dan Lisa (Bagian B)Wajah Mbak Lisa yang semula tersenyum lebar, langsung berubah. Dia terlihat terkejut, dan kelihatan tidak menyangka kalau Bi Ramlah akan mengatakan hal barusan. Hal yang sangat masuk akal.Orang bodoh mana, yang mau belanja ke luar kecamatan, walaupun alasannya adalah yang jualan adalah saudaranya? Alasan yang sangat tidak masuk akal!Mbak Lisa menggigit bibir bawahnya dengan keras, terlihat sekali kalau saat ini dia sedang berpikir. Mungkin dia ingin menjawab pertanyaan Bi Ramlah, namun bingung harus menjawab apa."Nggak apa-apa, Bi. Sekalian ada keperluan di sini tadi," sahut Mbak Lisa pada akhirnya.Bi Ramlah hanya mengangguk, kelihatannya wanita itu tidak mau memaksa. Dia hanya tersenyum, namun dengan sejuta arti yang sulit untuk dipahami."Bagaimana keadaan Salsa dan Naufal, Mbak?" Mas Abi bertanya dengan nada penasaran, tersirat jelas rasa rindu ada di sana. "Mereka baik-baik saja, Alhamdulillah!" sahut Mbak Lisa sambil tersenyum kecil.
440. Perdebatan Aji dan Lisa (Bagian C)"Ah, token listrik!" seru Mbak Lisa dengan cepat. "Isi seratus ribu, An!" ujarnya sambil memberikan secarik kertas.Aku mengambil kertas itu dengan santai, dan langsung melakukan transaksi di ponselku. Setelah nomernya keluar, aku langsung menulisnya di secarik kertas dan memberikannya pada Mbak Lisa. "Ini, Mbak!" kataku dengan ceria."Oke, berapa semuanya?" tanya Mbak Lisa sambil mengeluarkan dompetnya."Lima ratus tujuh puluh tiga, Mbak!" Aku menyahut cepat."Ini!"Biar aku yang bayar!"Mbak Lisa menyodorkan beberapa lembar uang, bertepatan dengan suara Mas Aji yang tiba-tiba terdengar. Aku langsung menoleh, dan begitu juga dengan tiga orang lainnya. Bahkan aku bisa mendengar suara terkesiap kaget yang keluar dari belah bibir Mbak Lisa."Belanjaannya … biar aku yang bayar!" ujar Mas Aji semakin menekankan perkataannya."Oke!" jawabku dengan cepat."Nggak usah! Aku punya uang, Mas." Mbak Lisa juga menyahut tak kalah cepat, dia semakin menyodo
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)BAB 157441. Perkelahian Keluarga Parto (Bagian A)POV AUTHOR"Om, jadi gimana ini? Aku nggak mau masuk penjara!" Marwan mendengus, dan memandang edi dengan pandangan tajam.Rumah dari pasangan Parto dan juga Maryam itu terlihat lengang, hanya ada Edi, Marwan, Maryam, Rosa, dan juga sang kepala keluarga di sana. Walau ada banyak orang di sana, tapi ruangan empat kali empat itu malah cenderung suram dan sunyi.Semenjak Lisa dan juga anak-anaknya pergi dari rumah itu, tidak ada lagi suara anak-anak yang terdengar menghiasinya. Jikalau adapun hanyalah suara anak Rosa yang sedang meminta makan, karena anak Rosa tidak banyak bicara dan sibuk dengan tab miliknya.Seperti anak kota pada umumnya, bocah itu tidak banyak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Berbeda dengan Naufal dan Salsa, yang mempunyai banyak teman di sini. Kedua bocah hasil dari buah cinta Lisa dan Aji itu memang aktif, dan juga mudah bergaul.Kelima orang yang ada
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata