428. Amarah Ibu dan Bapak (Bagian C)"Gak sudi aku lama-lama di rumah Karta, asal Bapak tahu saja, mereka benar-benar licik. Aku benar-benar merasa sangat berdosa sudah tinggal satu desa dengan mereka!" ujar Ibu dengan nada sinis. "Astaghfirullahaladzim, Bu! Istighfar! Ibu ini kenapa, sih?" tanya Bapak dengan nada heran. "Aji, Abi, Ibu kalian ini kenapa kok marah-marah begini?" tanya Bapak lagi."Ya, gimana nggak marah, Pak? Memang juragan Karta itu keterlaluan, darahku benar-benar mendidih saat ini. Jika tidak memikirkan kalau juragan Karta itu adalah orang tua, maka aku yakin aku sudah memaki dia dari tadi," ujar Mas Aji dengan nada ketus.Mas Aji langsung menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa, dan menutup wajahnya demi menghindari tatapan bapak yang masih bertanya-tanya."Ya, memangnya ada apa? Bukannya kalian kesana itu mau ngambil sertifikat, lagian uang juga sudah dibawa, kan? Lah kok, pulang-pulang malah maki-maki seperti ini? Ada apa, sih?" tanya Bapak dengan nada frustasi.
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)429. Rasa Frustasi Aji (Bagian A)Kami semua langsung tersentak kaget saat Bapak menggebrak meja dengan sangat keras, raut wajahnya menunjukkan amarah yang sangat besar.Wajah tua Bapak yang masih terlihat gagah dan juga tampan, walau umurnya sudah tidak lagi muda merengut kesal. Kami semua yang ada di sana, menatap Bapak dengan pandangan takut-takut.Hanya Ibu yang menatap Bapak dengan pandangan menantang, seolah ingin melihat apa yang akan Bapak lakukan, setelah mengetahui kebenaran mengenai Juragan Karta yang ingin memeras Mas Aji."Lihat! Bapak saja sampai kesal, kan? Bagaimana Ibu yang ada di sana dan mendengar semua kata-katanya secara langsung? Mereka itu memang tidak punya akal, Ibu rasa mereka sudah merencanakan ini semua!" ujar Ibu dengan ketus. "Padahal kita sudah memberitahu Karta sewaktu dia datang ke sini, tapi tetap saja dia tidak mengambil surat tanah itu dari rumah Rama, malah membiarkan anaknya itu pergi berlibu
430. Rasa Frustasi Aji (Bagian B) "Dia itu belum tahu berhadapan dengan siapa, apa dia mengira kita akan diam saja jika dibohongi seperti ini? Jangan karena kita selalu diam dan juga mengalah, dia malah mau menginjak-injak kita!" kata Ibu lagi.Entah kenapa saat ini aku bisa melihat Ibu dan juga Bapak terlihat sangat keren, aku jadi penasaran dengan apa yang akan terjadi sepuluh hari lagi. Rasa-rasanya terlalu lama untuk menunggu hal tersebut."Benar, Bu. Biar mereka tahu sedang berhadapan dengan siapa," kata Bapak dengan aura yang menyeramkan."Ya sudah, kalau begitu karena ini harus menunggu waktu sepuluh hari lagi maka uang ini kami titipkan kepada Ibu saja," ujar Mas Abi sambil memberikan uang, yang tadi akan mereka gunakan untuk membayar Juragan Karta."Ya sudah, kalau begitu," sahut Ibu sambil menerima uang itu."Aku heran, banyak sekali masalah dan tidak ada habis-habisnya," ujar Mas Aji sambil menghela nafas dengan panjang. "Ada saja yang terjadi, padahal aku ingin segera men
431. Rasa Frustasi Aji (Bagian C)"Kamu kok malah bawa-bawa Lisa, sih, Ji? Dia itu tidak akan menghalangi kamu yang ingin melaporkan Marwan ke polisi. Toh, dia juga ketipu kan?" kata Ibu membela Mbak Lisa."Ibu nggak tau aja Lisa itu gimana? Dia pasti akan bersikeras untuk memaksa aku agar bisa melepaskan Marwan, dia itu begitu tunduk dan juga patuh kepada orang tuanya dan juga keluarganya. Jadi aku yakin kalau dia pasti akan mengupayakan segala cara agar adiknya itu lepas dari tuntutan," kata Mas Aji dengan nada ketus."Lisa itu nggak seperti itu, Ji. Ibu yakin dia pasti sudah berubah, dia juga pasti sudah mikir, nggak mungkin dia selalu bersikap bodoh seperti itu," kata Ibu membantah ucapan Mas Aji."Itu kan pemikiran Ibu, bukan kenyataan yang sebenarnya. Udah deh, Ibu nggak ngerti pemikiran Lisa itu seperti apa. Yang paling ngerti itu aku, aku sudah hidup bersamanya bertahun-tahun. Jelas aku tahu bagaimana pola pikir wanita itu!" kata Mas Aji lagi."Ya, tapi orang itu bisa berubah!
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)432. Hari Pertama Ramlah Bekerja (Bagian A)“Dek, Mas hari ini masih bantu-bantu Bapak di sawah, loh. Bi Ramlah udah masuk hari ini?” tanya Mas Abi tanpa menatapku sedikitpun.Aku mengangguk. “Iya, Mas. Bi Ramlah udah masuk hari ini,” sahutku dengan cepat.Mas Abi mengangkat wajahnya dan menatapku dengan pandangan lembut, tatapan yang tidak pernah berubah dari dulu. Masih penuh cinta dan juga penuh dengan puja, ah … suamiku ini memang paket komplit.Tampan, berakhlak baik, agamanya juga baik, dan penuh dengan kasih sayang. Apalagi yang kurang? Kalau dulu sih, jawabannya pasti di keluarganya yang seperti Dajjal itu, tapi sekarang sudah tidak. “Baguslah kalau begitu, Mas nggak mau kamu capek-capek. Yang dibilang sama Emak itu benar, kamu harus banyak istirahat biar kita segera diberi momongan oleh Allah,” kata Mas Abi sambil menggenggam tanganku. “Ini ikhtiar kita, Dek. Yakinlah kalau Allah akan bersama dengan hambanya yang suka
433. Hari Pertama Ramlah Bekerja (Bagian B)"Mas sebenarnya menyambut baik kabar kalau Bi Ramlah itu kerja di sini kemarin, Dek," kata Mas Abi tiba-tiba.Saat mendengar kata-katanya barusan, aku lantas mendongak dan menatap Mas Abi dengan pandangan heran. Apa maksud kata-kata suamiku itu? "Kenapa?" tanya aku ingin tahu."Ya, nggak kenapa-napa, Dek. Cuman kan lebih bagus kalau ada Bi Ramlah di sini dan menemani kami, jadi kamu bisa punya teman ngobrol," ujar Mas Abi sambil terkekeh kecil. "Ketimbang kamu duduk di sini sendirian, cuma bisa main ponsel ataupun ngomong sama Bu Sulis. Itu pun kalau Bu Sulis main ke sini, kalau nggak … kamu bakal sendirian. Jadi memang mempekerjakan Bi Ramlah di sini, adalah satu hal yang tepat menurut Mas," kata Mas Abi lagi.Aku hanya mendengus saat mendengar kata-kata Mas Abi barusan, bukankah itu artinya sama saja, dengan suamiku itu yang mengatakan kalau aku ini orang yang kurang pergaulan?"Nah, bener kan yang aku bilang kemarin? Kamu itu kurang perg
434. Hari Pertama Ramlah Bekerja (Bagian C)Sepertinya Bi Ramlah cepat belajar, dan aku sangat senang dengan hal itu itu. Artinya Bi Ramlah akan lebih mudah untuk menyerap ilmu, apa-apa saja yang harus dia lakukan ketika dia bekerja di sini."Ya, kalau begini … kecil lah, Bi, bahkan adikmu juga bisa kalau cuman seperti ini," kata Bi Ramlah sambil kembali mendudukan dirinya di kursi.Aku mencebikkan bibirku saat mendengar kata-kata Bi Ramlah barusan, 'Adik' Mas Abi yang dia maksud adalah anak Bi Ramlah sendiri, dan aku merasa tertampar saat dia mengatakan kalau anaknya yang masih kecil-kecil itu bisa melakukan hal itu."Ya, sudah kalau begitu. Kalau Bibi memang sudah tahu, nanti kalau ada orang yang datang untuk mengisi bensin, Bibi saja yang mengisi sekalian belajar," ujar Mas Abi sambil mengacungkan jempolnya."Iya, aman, gampanglah itu," ujar Bi Ramlah lagi.Tak lama kemudian aku bisa mendengar suara motor yang mendekat, dan ternyata itu adalah motor Mas Aji? Dia lalu turun, dan men
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)435. Informasi Dari Joko (Bagian A)Aku, Bi Ramlah, dan juga Mas Abi, langsung kompak saling berpandangan. Wajah kami semua menyiratkan satu hal yang sama, yaitu rasa heran dan juga kebingungan.Karena tak biasanya Joko bersikap semisterius ini, biasanya lelaki itu adalah pribadi yang kocak dan juga konyol. Rasa-rasanya, aku tidak pernah melihat Joko yang bersikap sedemikian tertutup.Seolah-olah ada yang disembunyikan oleh laki-laki itu, tetapi apa? Aku bahkan tidak bisa menebak raut wajahnya sama sekali, tidak bisa aku artikan. Sedangkan Mas Aji sendiri memang membelakangi kami, jadi aku juga tidak bisa melihat raut wajah kakak iparku itu.Mereka berbicara secara berbisik, tentu saja kami bertiga tidak mendengar. Jangankan aku yang duduk di meja kasir di dalam toko ini, sedangkan Mas Abi dan juga Bi Ramlah yang duduk di teras luar juga aku yakin tidak bisa mendengar.Seolah-olah pembicaraan mereka benar-benar amat rahasia, dan