407. Mulut Lemes Bu Misni (Bagian C)"Jadi, Bu misni bisa ngomong sama saya dimana letak orang yang berjualan cabai dengan harga semurah itu!" lanjut Ujang lagi, dia semakin menekan Bu misni saat melihat wajah wanita itu yang gelagapan."Sudahlah, kamu itu nggak perlu tahu! Lagian kamu itu terlalu ngeyel, seharusnya kamu cari tahu sendiri, lah, ngapain kamu nanya-nanya sama saya! Kamu bilang istri kamu berjualan di pasar, kan? Ya jangan menyusahkan konsumen seperti inilah, masak kami harus memberitahumu informasi setiap saat!" Bu Misni berusaha mengelak.Anna mencoba menahan tawanya saat melihat wajah Bu Misni yang memerah malu, dia lalu menyerahkan belanjaannya kepada Ujang sambil tersenyum kecil."Saya, sih, tidak masalah mau Kang Ujang ini memberi harga berapa. Toh, selama yang saya tahu Kang Ujang ini memang selalu memberi harga sama dengan yang di pasar, padahal Kang Ujang mempunyai effort lebih harus membawa belanjaan kita kesini," kata Anna dengan nada lembut. "Coba kalau kita
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)408. Emak mau pulang (Bagian A)Anna yang mendengar panggilan Ujang langsung menoleh, wanita itu mengernyitkan keningnya dan menoleh ke kiri dan ke kanan, ingin memastikan apakah Ujang benar-benar memanggil dirinya."Kang Ujang manggil saya?" tanya Anna sambil mendekat. "Lah, iya, Mbak Ana. Lalu saya memanggil siapa? Kan, saya sudah menyebutkan nama, Mbak," kata Ujang sambil terkekeh kecil."Oh, iya ya, Kang. Saya kira Akang manggil siapa. Soalnya nggak biasa-biasanya Akang mau bicara empat mataseperti ini sama saya," ujar Anna sambil ikut terkekeh. "Memangnya Akang mau bicara apa?" tanyanya lagi.Saat ini di gerobak yang tadi ramai dipadati oleh ibu-ibu, hanya tinggal Anna dan Ujang. Mereka berdiri hanya dibatasi oleh gerobak, yang dipenuhi oleh sayur-mayur dan juga lauk pauk itu. Anna sendiri tidak bisa menutupi rasa penasaran yang memang dirasakannya semenjak tadi, soalnya seperti yang dia bilang, Ujang memang tidak pernah
409. Emak mau pulang (Bagian B)Lisa mengatakan hidup mereka baik-baik saja, dan juga berkecukupan. Tinggal di tempat yang nyaman, dan tentu saja tempat itu adalah tempat keluarga Lisa tinggal.Yang pasti, sekarang ini hubungan mereka semua sudah baik-baik saja. Dan Anna juga berharap kalau Lisa dan juga Aji bisa rujuk kembali, dan memperbaiki semuanya seperti semula."Ya, sudah, Mbak Ana. Saya cuman mau menanyakan hal itu, kok," kata Ujang sambil terkekeh kecil. "Soalnya saya penasaran dan saya harus mempertanyakan hal tersebut ke orang yang memang dekat kepada Mbak Lisa," kata Ujang lagi."Iya, nggak apa-apa, Kang Ujang. Tapi kalau mengenai Mbak Lisa dan juga anak-anak yang tinggal di kontrakan Bang Ramon, saya rasa sih tidak mungkin. Soalnya Mbak Lisa itu setahu kami memang tinggal di rumah keluarganya yang ada di kecamatan sebelah, dan rasanya mustahil lah dia tinggal di kontrakan. Sementara rumah keluarganya saja cukup lebar bahkan sangat lebar untuk menampung mereka bertiga," ka
410. Emak mau pulang (Bagian C)Karena setahuku, Aina mempunyai prinsip yang dia pegang teguh sampai saat ini. Seorang wanita wajib untuk mempunyai penghasilan sendiri, agar tidak selalu bergantung kepada suami.Makanya Aina dari saat ini sudah tahu mencari uang sambil kuliah, juga menjalankan usaha sebagai seorang reseller, dan Adik bungsuku itu juga menerima beberapa anak SD yang ingin les kepadanya di kota sana.Intinya, Aina adalah wanita yang tidak mau berdiam diri begitu saja, dan hanya bisa menadahkan tangan kepada seorang suami. Dan hal itulah yang memperkuat keyakinanku, kalau Aina tidak akan menikah dalam waktu dekat ini.Sehingga kata-kata Emak barusan hanya bisa menjadi angan-angan belaka, berarti masih lama sampai Emak bisa datang ke rumahku dengan leluasa."Oh iya, An. Kamu dan juga Abi bukannya nanti malam akan menemani Aji untuk ke rumah juragan Karta? Lalu siapa yang akan menjaga toko?" tanya Emak sambil menatap ke arahku.Ternyata Emak sudah menyelesaikan jahitannya,
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)411. Nasihat Emak (Bagian A)“Jangan berpikiran yang tidak-tidak!” Emak memalingkan wajahnya ke arah samping.Aku lalu menghela nafas dengan panjang dan ikut memalingkan wajah, pembahasan seperti ini memang tidak pernah kami lakukan. Selama beberapa tahun ini, Emak tidak pernah membahas mengenai kehadiran seorang anak kepadaku.Jadi ini adalah pertama kalinya kami membahas mengenai seorang keturunan, dan aku benar-benar penasaran dengan reaksi Emak. Apakah beliau memang tidak masalah, jika aku dan Mas Abi tidak bisa memiliki keturunan? Ataukah beliau akan kecewa, karena tidak akan bisa menimang cucu dariku?Banyak hal yang aku pikirkan akhir-akhir ini, salah satunya adalah mengenai keturunan, karena aku dan juga Aira memang sudah menikah, tapi kami berdua memang belum bisa memberikan seorang cucu kepada Emak.Aku hanya bisa berdoa, jikalau aku memang tidak bisa memberikan seorang cucu kepada wanita yang paling aku sayangi itu, se
412. Nasihat Emak (Bagian B)Tetapi ternyata, Allah mempunyai rencana lain. Allah yang maha kuasa dan Allah yang Maha Adil, membukakan pintu hati Ibu dan menunjukkan kasih sayangnya kepada kami. Sekarang Ibu dan juga Bapak sudah bisa bersikap adil, dan tidak pilih kasih lagi antara Mas Abi dan juga Mas Aji.Aku percaya kalau buah kesabaran itu rasanya begitu manis, karena aku sudah merasakannya sendiri. Bukankah kita hanya harus meminta dan Allah akan mengabulkan semuanya."Emak hanya berharap kalau kalian bisa akur, jangan jadikan keturunan sebagai alasan untuk kalian bertengkar dan juga berpisah. Ingat! Allah itu Maha adil, dan juga Allah maha tahu. Emak yakin Allah pasti memberikan sesuatu yang terbaik untuk anak-anak Emak," kata Emak lagi.Aku langsung beringsut mendekat dan memeluk Emak dari samping, rasanya begitu nyaman ketika mempunyai seseorang yang begitu mengerti dirimu dan saat ini berada di sampingmu. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan jika aku hanya sendirian di du
413. Nasihat Emak (Bagian C)Sambil memainkan ponselku, aku mendudukkan diri di kursi depan. Menyandarkan tubuhku dengan nyaman, sambil menscroll layar ponselku yang menunjukkan akun media sosial yang berlogo huruf ‘f’."An, beli gula dong. Sekilo aja!"Aku mendongak saat mendengar suara Bi Ramlah, dan aku memang menemukan Bibi suamiku itu sudah mendudukkan dirinya di kursi depanku."Buru-buru, Bi?" tanyaku ingin tahu. Karena jujur saja saat ini aku sedang dalam mode mager, rasanya aku malas sekali untuk bangkit ke dalam dan mengambil pesanan Bi Ramlah barusan."Nggak, sih. Ini untuk nanti malam, kok, untuk membuat teh Pak lek mu," kata Bi Ramlah dengan cepat. "Memangnya kenapa? Kamu males buat bangun, ya?" tanya Bi Ramlah dengan mata yang memicing.Aku lantas meletakkan ponselku di atas meja, karena saat ini sudah ada Bi Ramlah yang mengajak aku untuk bercerita. Tidak mungkin aku mengacuhkan seorang pelanggan, dan malah fokus kepada ponselku.Lagipula bercerita dengan Bi Ramlah mungk
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)414. Akal pintar Ramlah (Bagian A)"Hah? Nggak deh, makasih, Bi!” Aku langsung melengos, dan masuk ke dalam toko setelahnya.Aku mengambil gula pesanan Bi Ramlah, dan memasukkannya ke kantong plastik. Lalu aku duduk di meja kasir, karena aku melihat Bi Ramlah datang ke arahku mendudukkan diri di kursi plastik di depanku."Kamu pikir-pikir lagi, lah, An. Yang Bibi bilang barusan adalah kandidat terbaik untuk bekerja di tokomu ini," kata Bi Ramlah sambil menyilangkan kakinya.Aku menatapnya dengan pandangan kesal, lalu kembali mendengus dan menghempaskan tubuhku di sandaran kursi kerja yang aku miliki. Mendengarkan kata-kata Bi Ramlah barusan, benar-benar membuat emosiku kembali memuncak ke atas."Iya, tapi nggak perlu Bibi juga yang bekerja di sini. Itu namanya Bibi nggak merekomendasikan seseorang, tapi B ibi tengah merekomendasikan diri Bibi sendiri!" kataku dengan nada ketus."Lah, memangnya salah kalau Bibi merekomendasikan di