PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)384. Serangan Kombo dari keluarga Amran (Bagian A)Aji kembali ke tempatnya semula, dan menatap Edi dengan pandangan tak percaya. Sama seperti Aji, wajah Amran dan juga Abi ikut berubah menjadi tidak enak. Mereka bertiga, kemudian saling berpandangan satu sama lain. Yang mereka pikirkan itu sama, dan itu terlihat amat jelas. Sangat amat jelas, cengo, lucu, heran, dan juga tak percaya.“Maksud kamu ini apa toh, Di? Jujur saja aku belum mengerti!” Amran menyahut setelah sekian lama terdiam. “Maklum, aku ini sudah tua, aku kurang tanggap dalam hal-hal begini,” lanjut Amran sambil tertawa sumbang.“Mas, maksudku adalah … Mas meminjamkan sejumlah uang kepada kami, agar kami bisa membayar uang Aji. Dan dalam beberapa bulan, kami berjanji akan mengembalikannya!” Edi berujar dengan amat mantap.Amran mengangguk-angguk mengerti, wajahnya menunjukkan rasa geli yang amat sangat. Tetapi, laki-laki yang masih terlihat tampan dan juga gagah d
385. Serangan Kombo dari keluarga Amran (Bagian B)Edi langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, demi menghindari tatapan tajam Sri yang sudah terhunus ke arahnya. Sialan! Edi mengutuk Abi di dalam hatinya."Uang? Uang apa, Di?" tanya Sri cepat. "U—uang, uang, uang, a—anu ….""Gini loh, Bu!" Abi memotong cepat. "Jadi, untuk membayar uang Mas Aji, Marwan itu tidak punya uang. Dan, Om Edi punya ide, buat meminjam uang 'nganggur', milik Ibu sama Bapak," kata Abi sambil tersenyum manis."Uang nganggur itu apa?" Sri berlagak bodoh.Dia menatap Abi dan anaknya itu dengan cepat mengangkat bahu. Namun, lelaki itu mamajukan tubuhnya dan menatap Sri dengan lekat."Tadi aku juga nggak tahu maksud Om Edi, Bu. Tapi, ternyata maksudnya adalah uang simpanan." Abi menjelaskan dengan detail. "Lucu ya, Bu. Masak uang simpanan di bilang uang nganggur. Aku baru denger ini soalnya," kata Abi lagi."Lah, Ibu juga baru dengar ini," sahut Sri sambil terkekeh kecil, dia lalu menatap ke arah Edi lagi. "
386. Serangan Kombo dari keluarga Amran (Bagian C)"Hahhhhh, kesal sekali Ibu, Pak!" Sri menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa. "Apa mereka kira uang empat ratus juta itu lelucon? Nggak ada akal memang!" kata Sri lagi."Hust! Sabar, Bu!" Amran tersenyum kecil. "Ra iso sabar aku iki, Pak. Ngeselin puooolll!" Sri kembali mengerang."Bu, tapi Ibu keren banget tadi!" Abi mengangkat kedua jempolnya."Benarkah?" Wajah Sri langsung berbinar, dipuji anak sendiri memang rasanya sangat menyenangkan."Iya, Ibu langsung memukul mereka dengan telak, setelah sebelumnya menerbangkan mereka ke angkasa!" Kali ini Aji yang menyahut, dia juga ikut menaikkan jempolnya ke atas.Wajah Sri kembali berbinar, jauh lebih terang kali ini. Kedua anaknya memang sangat pintar dalam menaikkan moodnya, dan Sri sangat bersyukur akan hal itu."Ah, Ibu nggak sehebat itu …." Sri berujar malu."Nggak hebat dari mana? Ibu nggak ada lawan, deh! Keren!" kata Abi lagi."Iya, aku juga setuju!" Aji ikut menimpali."Sudah
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)387. Ke Bank (Bagian A)POV ANNASetelah Mas Abi pergi ke sawah bersama Mas Aji pagi ini, Ibu tiba-tiba menelponku. Dia menyuruhku untuk datang ke rumah, dan berakhir dengan aku yang menitipkan toko kembali kepada Aina dan juga Emak.Beruntunglah Emak dan juga adikku itu mengerti, dengan kesibukanku yang akhir-akhir ini bertambah banyak. Mereka tidak masalah untuk menjaga toko selama aku pergi.Ibu bilang ada hal penting, tetapi aku sama sekali tidak mengetahui apa yang Ibu maksud. Makanya, saat ini aku bergegas datang kesana dengan mengendarai motor nemex milikku.Saat aku sudah membelokkan motorku ke halaman rumah milik Ibu, aku merasa heran karena motor butut yang tadi digunakan Mas Abi ke sawah malah sudah berada di sini.Bukankah tadi suamiku hendak pergi ke sawah? Lalu kenapa saat ini dia ada di rumah Ibu? Dan kenapa Ibu juga memanggilku ke sini?Daripada aku merasa penasaran, aku langsung saja masuk ke dalam rumah setelah
388. Ke Bank (Bagian B)"Berhutang budi kepalamu!" sahut Ibu sambil menepuk kening Mas Abi dengan lumayan kuat. "Sama orang tua sendiri mana ada istilah berhutang budi. Lagi pula, ini Ibu dan juga Bapak sudah memikirkannya. Agar adil, Mas mu akan kami berikan kebun yang lain, kalau ketahuan pun tidak akan jadi ribut pada akhirnya. Dan, biar ini menjadi pelajaran baginya, biar dia tahu apa arti kehilangan!" kata Ibu dengan lembut.Mas Abi nampak berpikir, dia menatapku dengan pandangan bertanya. Sedangkan aku sendiri hanya mengangkat bahu, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Mas Abi.Sejujurnya aku sama sekali tidak masalah, jika kebun itu sama sekali bukan dibuat atas nama istilah kasarnya adalah kami. Kami hanya membeli kebun itu dari juragan Karta, namun pembeli sebenarnya adalah Ibu dan juga Bapak.Tetapi saat mendengar kata-kata Ibu barusan, yang mengatakan kalau kebun ini benar-benar akan diberikan kepada Mas Abi, dan Mas Aji akan mendapatkan gantinya dari kebun yang lain, aku juga
389. Ke Bank (Bagian C)"Ibu kasihan memikirkan Naufal dan juga Salsa. Mereka tidak bersalah dan harus mengalami hal yang seperti ini," kata Ibu dengan lemah. "Lagi pula benar yang kamu bilang, Ibu juga yakin kalau Lisa bisa berubah menjadi lebih baik lagi," kata Ibu sambil tersenyum sendu.Aku mengangguk mengerti, karena aku sedikit banyak memahami apa yang Ibu rasakan. Dia pasti merasa tidak tenang, karena telah berjauhan dengan kedua cucu kesayangannya tersebut.Lagi pula apa yang Ibu katakan adalah sebuah kebenaran, Naufal dan juga Salsa hanyalah korban dari amarah Mas Aji dan juga keegoisan Lisa. Kedua keponakanku itu harus mengalami yang namanya keluarga broken home."Ibu kangen sama mereka. Mereka lagi apa, ya, An?" tanya Ibu sambil menerawang. Aku yang melihatnya dari kaca spion, juga bisa merasakan rasa sendu yang tengah melingkupi hati Ibu."Mereka pasti lagi main, lah, Bu, sama teman-teman mereka yang ada di sana. Soalnya ini kan masih libur, jadi belum masuk sekolah," kata
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)390. Siapa itu? (Bagian A)Aku kemudian menatap Mbak Ruli dengan pandangan serius, sedangkan dia langsung menghentikan kegiatannya dan menatapku dengan alis yang terangkat tinggi."Kamu nggak tahu? Lisa sudah melunasi uang tabungan anak-anak kami, loh. Cash! No kredit-kredit! Padahal janjinya yang akan membayar uang tabungan ketika masuk sekolah, ternyata malah dipercepat menjadi hari ini. Dia benar-benar hebat," ujar Mbak Ruli dengan penuh semangat.Ingin sekali aku mencibir kata-katanya barusan, dengan sangat mudah dia mengatakan Lisa adalah orang hebat. Padahal kemarin-kemarin dia menggunjing mantan Kakak iparku itu, karena tidak bisa mengembalikan uang tabungan anaknya.Mbak Ruli ini, benar-benar definisi orang yang sangat mudah untuk menjilat ludah sendiri. Lihatlah sekarang ini, dia terlihat amat mengagung-agungkan Lisa. Sangat berbeda dengan beberapa hari kemarin."Aku nggak nyangka, loh, dia bisa gercep seperti ini. Dia i
391. Siapa itu? (Bagian B)Aku menatapnya dari ekor mataku, melirik dia dengan pandangan kesal. Bagaimana bisa dia berbicara seperti itu, sedangkan dia sendiri tidak tahu apa-apa?Apakah Mbak Ruli berbicara seperti ini, karena Lisa mengubah kisahnya? Apakah mantan kakak iparku itu menyebarkan kepada orang-orang, kalau dialah yang menggugat cerai Mas Aji dan bukan sebaliknya?Aku lantas membalikkan tubuhku dan memfokuskan pandangan ke arah Mbak Ruli, yang saat ini sedang menaikkan alisnya. Mungkin dia sedang heran, karena aku yang mau meladeni kata-katanya barusan."Apa?!" tanyanya dengan ketus."Mbak tahu dari mana kalau Mbak Lisa yang menggugat cerai Mas Aji? Apa Mbak Lisa yang ngomong?" tanyaku ingin tahu."Enggaklah, Lisa nggak ada ngomong apa-apa. Cuman aku ngambil kesimpulan sendiri aja. Model-model seperti kamu ini memang model adik ipar yang dihindari oleh setiap orang, culas dan juga sombong!" kata Mbak Ruli sambil mencebik sinis.Aku mengangguk dalam diam, ternyata bukan Lisa