388. Ke Bank (Bagian B)"Berhutang budi kepalamu!" sahut Ibu sambil menepuk kening Mas Abi dengan lumayan kuat. "Sama orang tua sendiri mana ada istilah berhutang budi. Lagi pula, ini Ibu dan juga Bapak sudah memikirkannya. Agar adil, Mas mu akan kami berikan kebun yang lain, kalau ketahuan pun tidak akan jadi ribut pada akhirnya. Dan, biar ini menjadi pelajaran baginya, biar dia tahu apa arti kehilangan!" kata Ibu dengan lembut.Mas Abi nampak berpikir, dia menatapku dengan pandangan bertanya. Sedangkan aku sendiri hanya mengangkat bahu, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Mas Abi.Sejujurnya aku sama sekali tidak masalah, jika kebun itu sama sekali bukan dibuat atas nama istilah kasarnya adalah kami. Kami hanya membeli kebun itu dari juragan Karta, namun pembeli sebenarnya adalah Ibu dan juga Bapak.Tetapi saat mendengar kata-kata Ibu barusan, yang mengatakan kalau kebun ini benar-benar akan diberikan kepada Mas Abi, dan Mas Aji akan mendapatkan gantinya dari kebun yang lain, aku juga
389. Ke Bank (Bagian C)"Ibu kasihan memikirkan Naufal dan juga Salsa. Mereka tidak bersalah dan harus mengalami hal yang seperti ini," kata Ibu dengan lemah. "Lagi pula benar yang kamu bilang, Ibu juga yakin kalau Lisa bisa berubah menjadi lebih baik lagi," kata Ibu sambil tersenyum sendu.Aku mengangguk mengerti, karena aku sedikit banyak memahami apa yang Ibu rasakan. Dia pasti merasa tidak tenang, karena telah berjauhan dengan kedua cucu kesayangannya tersebut.Lagi pula apa yang Ibu katakan adalah sebuah kebenaran, Naufal dan juga Salsa hanyalah korban dari amarah Mas Aji dan juga keegoisan Lisa. Kedua keponakanku itu harus mengalami yang namanya keluarga broken home."Ibu kangen sama mereka. Mereka lagi apa, ya, An?" tanya Ibu sambil menerawang. Aku yang melihatnya dari kaca spion, juga bisa merasakan rasa sendu yang tengah melingkupi hati Ibu."Mereka pasti lagi main, lah, Bu, sama teman-teman mereka yang ada di sana. Soalnya ini kan masih libur, jadi belum masuk sekolah," kata
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)390. Siapa itu? (Bagian A)Aku kemudian menatap Mbak Ruli dengan pandangan serius, sedangkan dia langsung menghentikan kegiatannya dan menatapku dengan alis yang terangkat tinggi."Kamu nggak tahu? Lisa sudah melunasi uang tabungan anak-anak kami, loh. Cash! No kredit-kredit! Padahal janjinya yang akan membayar uang tabungan ketika masuk sekolah, ternyata malah dipercepat menjadi hari ini. Dia benar-benar hebat," ujar Mbak Ruli dengan penuh semangat.Ingin sekali aku mencibir kata-katanya barusan, dengan sangat mudah dia mengatakan Lisa adalah orang hebat. Padahal kemarin-kemarin dia menggunjing mantan Kakak iparku itu, karena tidak bisa mengembalikan uang tabungan anaknya.Mbak Ruli ini, benar-benar definisi orang yang sangat mudah untuk menjilat ludah sendiri. Lihatlah sekarang ini, dia terlihat amat mengagung-agungkan Lisa. Sangat berbeda dengan beberapa hari kemarin."Aku nggak nyangka, loh, dia bisa gercep seperti ini. Dia i
391. Siapa itu? (Bagian B)Aku menatapnya dari ekor mataku, melirik dia dengan pandangan kesal. Bagaimana bisa dia berbicara seperti itu, sedangkan dia sendiri tidak tahu apa-apa?Apakah Mbak Ruli berbicara seperti ini, karena Lisa mengubah kisahnya? Apakah mantan kakak iparku itu menyebarkan kepada orang-orang, kalau dialah yang menggugat cerai Mas Aji dan bukan sebaliknya?Aku lantas membalikkan tubuhku dan memfokuskan pandangan ke arah Mbak Ruli, yang saat ini sedang menaikkan alisnya. Mungkin dia sedang heran, karena aku yang mau meladeni kata-katanya barusan."Apa?!" tanyanya dengan ketus."Mbak tahu dari mana kalau Mbak Lisa yang menggugat cerai Mas Aji? Apa Mbak Lisa yang ngomong?" tanyaku ingin tahu."Enggaklah, Lisa nggak ada ngomong apa-apa. Cuman aku ngambil kesimpulan sendiri aja. Model-model seperti kamu ini memang model adik ipar yang dihindari oleh setiap orang, culas dan juga sombong!" kata Mbak Ruli sambil mencebik sinis.Aku mengangguk dalam diam, ternyata bukan Lisa
392. Siapa itu? (Bagian C)"Ruli? Ngapain dia di sana?" Ibu bertanya heran. “Ya, sudah, Pak, kalau begitu saya pergi dulu. Ini anak saya sudah datang," kata Ibu sambil berpamitan kepada satpam itu.Aku menunduk sopan, lalu bergegas menjajari langkah Ibu yang sudah berjalan ke arah motor kami yang ada di parkiran."Masukkan ke bagasi motormu, An!" kata Ibu sambil mengangsurkan kreseknya."Ini isinya uang semua, Bu?" tanyaku dengan mata yang membola."Lalu kamu kira isinya apa? Batu?!" tanya Ibu dengan sinis."Ibu jangan marah-marah, nanti Ibu cepat keriput, loh!" kataku berusaha mencairkan suasana.Aku lalu mengemudikan sepeda motorku dengan kecepatan sedang, dan berusaha untuk mengajak Ibu kembali berbicara. Karena Ibu yang marah adalah salah satu hal yang paling aku hindari."Ya gimana nggak marah, Ibu nunggu kamu itu lama banget. Kok, bisa-bisanya kamu berbicara sama Ruli di sana. Nggak mikirin kalau Ibu nunggu apa?!" Ibu kembali mengomel."Maaf, Bu, aku kira Ibu bakalan lama. Apala
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)393. Pembagian Uang Tabungan (Bagian A)POV AUTHORPagi-pagi sekali Lisa sudah berbenah, dia membersihkan tempat tidurnya dan juga membangunkan kedua anaknya. Lisa sangat bersyukur karena kedua anak yang dilahirkannya, benar-benar penurut dan tidak pernah mengecewakannya.Lisa juga amat bersyukur karena Ema mencarikan kontrakan yang lengkap dengan fasilitas di dalamnya, Lisa hanya membawa badan dan juga baju yang dia miliki, selebihnya sudah semua tersedia di dalam kontrakan ini.Kini Lisa tahu kenapa kontrakan Ramon selalu ramai, itu karena memang fasilitas yang ditawarkan tidak main-main. Walaupun harganya relatif lebih mahal, tetapi orang yang menyewa tidak akan pernah kecewa."Nanti kamu sama Adik di rumah dulu, ya. Mama soalnya mau menyelesaikan sesuatu," kata Lisa sambil mengusap rambut Naufal dengan penuh kasih sayang."Mau ke mana, Ma?" tanya Naufal dengan penasaran.Bocah itu memang masih kecil, tetapi dia sudah sangat t
394. Pembagian Uang Tabungan (Bagian B)"Assalamualaikum, Ustadzah!"Lisa memberi salam, dia berdiri di depan pintu rumah yang masih tertutup rapat. Lisa memang datang satu jam lebih cepat, karena dia merasa dia pasti akan merasa malu ketika dia datang tetapi sudah banyak wali murid yang berada di sana."Waalaikumsalam, eh, Mbak Lisa. Ayo masuk-masuk!" Zulaikha langsung menggeser tubuhnya, dan menyuruh Lisa untuk masuk. "Mbak Lisa sudah sarapan? Saya baru saja selesai masak untuk sarapan, karena perjanjian kita kan masih ada waktu satu jam lagi," kata Zulaikha dengan canggung.Wanita yang mempunyai gelar seorang Ustadzah itu merasa takut, kalau dia salah lihat pesan yang Lisa kirim. Dia takut kalau sebenarnya pesan itu berisikan mereka akan berkumpul jam tujuh pagi, dan bukannya jam delapan."Saya sudah makan Ustadzah, silakan Ustadzah lanjutkan saja! Karena saya akan menunggu di sini," kata Lisa dengan sopan."Maaf, Mbak Lisa. Saya tidak salah baca kan yang di grup WhatsApp kemarin?
395. Pembagian Uang Tabungan (Bagian C)Zulaikha yang melihat Lisa terdiam langsung merasa bersalah, karena Zulaikha merasa kata-katanya barusan pasti menyinggung hati Lisa."Jika Mbak Lisa merasa tersinggung, saya mohon maaf. Saya tidak bermaksud seperti itu," kata Zulaikha dengan tulus."Tidak apa-apa Ustadzah. Saya tidak merasa tersinggung, malah karena kata-kata Ustadzah barusan saya jadi sadar kalau saya memang merasa lebih tenang dan juga jauh lebih nyaman sekarang ini," kata Lisa lagi."Alhamdulillah kalau begitu, saya ikut senang karena Mbak Lisa merasa tenang dan juga nyaman," kata Zulaikha menyahuti. "Jangan lupa selalu dekatkan diri dengan Allah subhanahu wa ta'ala, Mbak. Karena bagaimanapun juga gusti Allah lah yang akan menjadi penolong kita kelak. Baik itu di dunia ini maupun di akhirat nanti!" kata Zulaikha sambil menatap Lisa dengan pandangan lekat."Insya Allah, Ustadzah. Saya akan berusaha untuk menjadi jauh lebih baik lagi. Saya akan berusaha mendekatkan diri kepad