PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)387. Ke Bank (Bagian A)POV ANNASetelah Mas Abi pergi ke sawah bersama Mas Aji pagi ini, Ibu tiba-tiba menelponku. Dia menyuruhku untuk datang ke rumah, dan berakhir dengan aku yang menitipkan toko kembali kepada Aina dan juga Emak.Beruntunglah Emak dan juga adikku itu mengerti, dengan kesibukanku yang akhir-akhir ini bertambah banyak. Mereka tidak masalah untuk menjaga toko selama aku pergi.Ibu bilang ada hal penting, tetapi aku sama sekali tidak mengetahui apa yang Ibu maksud. Makanya, saat ini aku bergegas datang kesana dengan mengendarai motor nemex milikku.Saat aku sudah membelokkan motorku ke halaman rumah milik Ibu, aku merasa heran karena motor butut yang tadi digunakan Mas Abi ke sawah malah sudah berada di sini.Bukankah tadi suamiku hendak pergi ke sawah? Lalu kenapa saat ini dia ada di rumah Ibu? Dan kenapa Ibu juga memanggilku ke sini?Daripada aku merasa penasaran, aku langsung saja masuk ke dalam rumah setelah
388. Ke Bank (Bagian B)"Berhutang budi kepalamu!" sahut Ibu sambil menepuk kening Mas Abi dengan lumayan kuat. "Sama orang tua sendiri mana ada istilah berhutang budi. Lagi pula, ini Ibu dan juga Bapak sudah memikirkannya. Agar adil, Mas mu akan kami berikan kebun yang lain, kalau ketahuan pun tidak akan jadi ribut pada akhirnya. Dan, biar ini menjadi pelajaran baginya, biar dia tahu apa arti kehilangan!" kata Ibu dengan lembut.Mas Abi nampak berpikir, dia menatapku dengan pandangan bertanya. Sedangkan aku sendiri hanya mengangkat bahu, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Mas Abi.Sejujurnya aku sama sekali tidak masalah, jika kebun itu sama sekali bukan dibuat atas nama istilah kasarnya adalah kami. Kami hanya membeli kebun itu dari juragan Karta, namun pembeli sebenarnya adalah Ibu dan juga Bapak.Tetapi saat mendengar kata-kata Ibu barusan, yang mengatakan kalau kebun ini benar-benar akan diberikan kepada Mas Abi, dan Mas Aji akan mendapatkan gantinya dari kebun yang lain, aku juga
389. Ke Bank (Bagian C)"Ibu kasihan memikirkan Naufal dan juga Salsa. Mereka tidak bersalah dan harus mengalami hal yang seperti ini," kata Ibu dengan lemah. "Lagi pula benar yang kamu bilang, Ibu juga yakin kalau Lisa bisa berubah menjadi lebih baik lagi," kata Ibu sambil tersenyum sendu.Aku mengangguk mengerti, karena aku sedikit banyak memahami apa yang Ibu rasakan. Dia pasti merasa tidak tenang, karena telah berjauhan dengan kedua cucu kesayangannya tersebut.Lagi pula apa yang Ibu katakan adalah sebuah kebenaran, Naufal dan juga Salsa hanyalah korban dari amarah Mas Aji dan juga keegoisan Lisa. Kedua keponakanku itu harus mengalami yang namanya keluarga broken home."Ibu kangen sama mereka. Mereka lagi apa, ya, An?" tanya Ibu sambil menerawang. Aku yang melihatnya dari kaca spion, juga bisa merasakan rasa sendu yang tengah melingkupi hati Ibu."Mereka pasti lagi main, lah, Bu, sama teman-teman mereka yang ada di sana. Soalnya ini kan masih libur, jadi belum masuk sekolah," kata
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)390. Siapa itu? (Bagian A)Aku kemudian menatap Mbak Ruli dengan pandangan serius, sedangkan dia langsung menghentikan kegiatannya dan menatapku dengan alis yang terangkat tinggi."Kamu nggak tahu? Lisa sudah melunasi uang tabungan anak-anak kami, loh. Cash! No kredit-kredit! Padahal janjinya yang akan membayar uang tabungan ketika masuk sekolah, ternyata malah dipercepat menjadi hari ini. Dia benar-benar hebat," ujar Mbak Ruli dengan penuh semangat.Ingin sekali aku mencibir kata-katanya barusan, dengan sangat mudah dia mengatakan Lisa adalah orang hebat. Padahal kemarin-kemarin dia menggunjing mantan Kakak iparku itu, karena tidak bisa mengembalikan uang tabungan anaknya.Mbak Ruli ini, benar-benar definisi orang yang sangat mudah untuk menjilat ludah sendiri. Lihatlah sekarang ini, dia terlihat amat mengagung-agungkan Lisa. Sangat berbeda dengan beberapa hari kemarin."Aku nggak nyangka, loh, dia bisa gercep seperti ini. Dia i
391. Siapa itu? (Bagian B)Aku menatapnya dari ekor mataku, melirik dia dengan pandangan kesal. Bagaimana bisa dia berbicara seperti itu, sedangkan dia sendiri tidak tahu apa-apa?Apakah Mbak Ruli berbicara seperti ini, karena Lisa mengubah kisahnya? Apakah mantan kakak iparku itu menyebarkan kepada orang-orang, kalau dialah yang menggugat cerai Mas Aji dan bukan sebaliknya?Aku lantas membalikkan tubuhku dan memfokuskan pandangan ke arah Mbak Ruli, yang saat ini sedang menaikkan alisnya. Mungkin dia sedang heran, karena aku yang mau meladeni kata-katanya barusan."Apa?!" tanyanya dengan ketus."Mbak tahu dari mana kalau Mbak Lisa yang menggugat cerai Mas Aji? Apa Mbak Lisa yang ngomong?" tanyaku ingin tahu."Enggaklah, Lisa nggak ada ngomong apa-apa. Cuman aku ngambil kesimpulan sendiri aja. Model-model seperti kamu ini memang model adik ipar yang dihindari oleh setiap orang, culas dan juga sombong!" kata Mbak Ruli sambil mencebik sinis.Aku mengangguk dalam diam, ternyata bukan Lisa
392. Siapa itu? (Bagian C)"Ruli? Ngapain dia di sana?" Ibu bertanya heran. “Ya, sudah, Pak, kalau begitu saya pergi dulu. Ini anak saya sudah datang," kata Ibu sambil berpamitan kepada satpam itu.Aku menunduk sopan, lalu bergegas menjajari langkah Ibu yang sudah berjalan ke arah motor kami yang ada di parkiran."Masukkan ke bagasi motormu, An!" kata Ibu sambil mengangsurkan kreseknya."Ini isinya uang semua, Bu?" tanyaku dengan mata yang membola."Lalu kamu kira isinya apa? Batu?!" tanya Ibu dengan sinis."Ibu jangan marah-marah, nanti Ibu cepat keriput, loh!" kataku berusaha mencairkan suasana.Aku lalu mengemudikan sepeda motorku dengan kecepatan sedang, dan berusaha untuk mengajak Ibu kembali berbicara. Karena Ibu yang marah adalah salah satu hal yang paling aku hindari."Ya gimana nggak marah, Ibu nunggu kamu itu lama banget. Kok, bisa-bisanya kamu berbicara sama Ruli di sana. Nggak mikirin kalau Ibu nunggu apa?!" Ibu kembali mengomel."Maaf, Bu, aku kira Ibu bakalan lama. Apala
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)393. Pembagian Uang Tabungan (Bagian A)POV AUTHORPagi-pagi sekali Lisa sudah berbenah, dia membersihkan tempat tidurnya dan juga membangunkan kedua anaknya. Lisa sangat bersyukur karena kedua anak yang dilahirkannya, benar-benar penurut dan tidak pernah mengecewakannya.Lisa juga amat bersyukur karena Ema mencarikan kontrakan yang lengkap dengan fasilitas di dalamnya, Lisa hanya membawa badan dan juga baju yang dia miliki, selebihnya sudah semua tersedia di dalam kontrakan ini.Kini Lisa tahu kenapa kontrakan Ramon selalu ramai, itu karena memang fasilitas yang ditawarkan tidak main-main. Walaupun harganya relatif lebih mahal, tetapi orang yang menyewa tidak akan pernah kecewa."Nanti kamu sama Adik di rumah dulu, ya. Mama soalnya mau menyelesaikan sesuatu," kata Lisa sambil mengusap rambut Naufal dengan penuh kasih sayang."Mau ke mana, Ma?" tanya Naufal dengan penasaran.Bocah itu memang masih kecil, tetapi dia sudah sangat t
394. Pembagian Uang Tabungan (Bagian B)"Assalamualaikum, Ustadzah!"Lisa memberi salam, dia berdiri di depan pintu rumah yang masih tertutup rapat. Lisa memang datang satu jam lebih cepat, karena dia merasa dia pasti akan merasa malu ketika dia datang tetapi sudah banyak wali murid yang berada di sana."Waalaikumsalam, eh, Mbak Lisa. Ayo masuk-masuk!" Zulaikha langsung menggeser tubuhnya, dan menyuruh Lisa untuk masuk. "Mbak Lisa sudah sarapan? Saya baru saja selesai masak untuk sarapan, karena perjanjian kita kan masih ada waktu satu jam lagi," kata Zulaikha dengan canggung.Wanita yang mempunyai gelar seorang Ustadzah itu merasa takut, kalau dia salah lihat pesan yang Lisa kirim. Dia takut kalau sebenarnya pesan itu berisikan mereka akan berkumpul jam tujuh pagi, dan bukannya jam delapan."Saya sudah makan Ustadzah, silakan Ustadzah lanjutkan saja! Karena saya akan menunggu di sini," kata Lisa dengan sopan."Maaf, Mbak Lisa. Saya tidak salah baca kan yang di grup WhatsApp kemarin?
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata