386. Serangan Kombo dari keluarga Amran (Bagian C)"Hahhhhh, kesal sekali Ibu, Pak!" Sri menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa. "Apa mereka kira uang empat ratus juta itu lelucon? Nggak ada akal memang!" kata Sri lagi."Hust! Sabar, Bu!" Amran tersenyum kecil. "Ra iso sabar aku iki, Pak. Ngeselin puooolll!" Sri kembali mengerang."Bu, tapi Ibu keren banget tadi!" Abi mengangkat kedua jempolnya."Benarkah?" Wajah Sri langsung berbinar, dipuji anak sendiri memang rasanya sangat menyenangkan."Iya, Ibu langsung memukul mereka dengan telak, setelah sebelumnya menerbangkan mereka ke angkasa!" Kali ini Aji yang menyahut, dia juga ikut menaikkan jempolnya ke atas.Wajah Sri kembali berbinar, jauh lebih terang kali ini. Kedua anaknya memang sangat pintar dalam menaikkan moodnya, dan Sri sangat bersyukur akan hal itu."Ah, Ibu nggak sehebat itu …." Sri berujar malu."Nggak hebat dari mana? Ibu nggak ada lawan, deh! Keren!" kata Abi lagi."Iya, aku juga setuju!" Aji ikut menimpali."Sudah
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)387. Ke Bank (Bagian A)POV ANNASetelah Mas Abi pergi ke sawah bersama Mas Aji pagi ini, Ibu tiba-tiba menelponku. Dia menyuruhku untuk datang ke rumah, dan berakhir dengan aku yang menitipkan toko kembali kepada Aina dan juga Emak.Beruntunglah Emak dan juga adikku itu mengerti, dengan kesibukanku yang akhir-akhir ini bertambah banyak. Mereka tidak masalah untuk menjaga toko selama aku pergi.Ibu bilang ada hal penting, tetapi aku sama sekali tidak mengetahui apa yang Ibu maksud. Makanya, saat ini aku bergegas datang kesana dengan mengendarai motor nemex milikku.Saat aku sudah membelokkan motorku ke halaman rumah milik Ibu, aku merasa heran karena motor butut yang tadi digunakan Mas Abi ke sawah malah sudah berada di sini.Bukankah tadi suamiku hendak pergi ke sawah? Lalu kenapa saat ini dia ada di rumah Ibu? Dan kenapa Ibu juga memanggilku ke sini?Daripada aku merasa penasaran, aku langsung saja masuk ke dalam rumah setelah
388. Ke Bank (Bagian B)"Berhutang budi kepalamu!" sahut Ibu sambil menepuk kening Mas Abi dengan lumayan kuat. "Sama orang tua sendiri mana ada istilah berhutang budi. Lagi pula, ini Ibu dan juga Bapak sudah memikirkannya. Agar adil, Mas mu akan kami berikan kebun yang lain, kalau ketahuan pun tidak akan jadi ribut pada akhirnya. Dan, biar ini menjadi pelajaran baginya, biar dia tahu apa arti kehilangan!" kata Ibu dengan lembut.Mas Abi nampak berpikir, dia menatapku dengan pandangan bertanya. Sedangkan aku sendiri hanya mengangkat bahu, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Mas Abi.Sejujurnya aku sama sekali tidak masalah, jika kebun itu sama sekali bukan dibuat atas nama istilah kasarnya adalah kami. Kami hanya membeli kebun itu dari juragan Karta, namun pembeli sebenarnya adalah Ibu dan juga Bapak.Tetapi saat mendengar kata-kata Ibu barusan, yang mengatakan kalau kebun ini benar-benar akan diberikan kepada Mas Abi, dan Mas Aji akan mendapatkan gantinya dari kebun yang lain, aku juga
389. Ke Bank (Bagian C)"Ibu kasihan memikirkan Naufal dan juga Salsa. Mereka tidak bersalah dan harus mengalami hal yang seperti ini," kata Ibu dengan lemah. "Lagi pula benar yang kamu bilang, Ibu juga yakin kalau Lisa bisa berubah menjadi lebih baik lagi," kata Ibu sambil tersenyum sendu.Aku mengangguk mengerti, karena aku sedikit banyak memahami apa yang Ibu rasakan. Dia pasti merasa tidak tenang, karena telah berjauhan dengan kedua cucu kesayangannya tersebut.Lagi pula apa yang Ibu katakan adalah sebuah kebenaran, Naufal dan juga Salsa hanyalah korban dari amarah Mas Aji dan juga keegoisan Lisa. Kedua keponakanku itu harus mengalami yang namanya keluarga broken home."Ibu kangen sama mereka. Mereka lagi apa, ya, An?" tanya Ibu sambil menerawang. Aku yang melihatnya dari kaca spion, juga bisa merasakan rasa sendu yang tengah melingkupi hati Ibu."Mereka pasti lagi main, lah, Bu, sama teman-teman mereka yang ada di sana. Soalnya ini kan masih libur, jadi belum masuk sekolah," kata
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)390. Siapa itu? (Bagian A)Aku kemudian menatap Mbak Ruli dengan pandangan serius, sedangkan dia langsung menghentikan kegiatannya dan menatapku dengan alis yang terangkat tinggi."Kamu nggak tahu? Lisa sudah melunasi uang tabungan anak-anak kami, loh. Cash! No kredit-kredit! Padahal janjinya yang akan membayar uang tabungan ketika masuk sekolah, ternyata malah dipercepat menjadi hari ini. Dia benar-benar hebat," ujar Mbak Ruli dengan penuh semangat.Ingin sekali aku mencibir kata-katanya barusan, dengan sangat mudah dia mengatakan Lisa adalah orang hebat. Padahal kemarin-kemarin dia menggunjing mantan Kakak iparku itu, karena tidak bisa mengembalikan uang tabungan anaknya.Mbak Ruli ini, benar-benar definisi orang yang sangat mudah untuk menjilat ludah sendiri. Lihatlah sekarang ini, dia terlihat amat mengagung-agungkan Lisa. Sangat berbeda dengan beberapa hari kemarin."Aku nggak nyangka, loh, dia bisa gercep seperti ini. Dia i
391. Siapa itu? (Bagian B)Aku menatapnya dari ekor mataku, melirik dia dengan pandangan kesal. Bagaimana bisa dia berbicara seperti itu, sedangkan dia sendiri tidak tahu apa-apa?Apakah Mbak Ruli berbicara seperti ini, karena Lisa mengubah kisahnya? Apakah mantan kakak iparku itu menyebarkan kepada orang-orang, kalau dialah yang menggugat cerai Mas Aji dan bukan sebaliknya?Aku lantas membalikkan tubuhku dan memfokuskan pandangan ke arah Mbak Ruli, yang saat ini sedang menaikkan alisnya. Mungkin dia sedang heran, karena aku yang mau meladeni kata-katanya barusan."Apa?!" tanyanya dengan ketus."Mbak tahu dari mana kalau Mbak Lisa yang menggugat cerai Mas Aji? Apa Mbak Lisa yang ngomong?" tanyaku ingin tahu."Enggaklah, Lisa nggak ada ngomong apa-apa. Cuman aku ngambil kesimpulan sendiri aja. Model-model seperti kamu ini memang model adik ipar yang dihindari oleh setiap orang, culas dan juga sombong!" kata Mbak Ruli sambil mencebik sinis.Aku mengangguk dalam diam, ternyata bukan Lisa
392. Siapa itu? (Bagian C)"Ruli? Ngapain dia di sana?" Ibu bertanya heran. “Ya, sudah, Pak, kalau begitu saya pergi dulu. Ini anak saya sudah datang," kata Ibu sambil berpamitan kepada satpam itu.Aku menunduk sopan, lalu bergegas menjajari langkah Ibu yang sudah berjalan ke arah motor kami yang ada di parkiran."Masukkan ke bagasi motormu, An!" kata Ibu sambil mengangsurkan kreseknya."Ini isinya uang semua, Bu?" tanyaku dengan mata yang membola."Lalu kamu kira isinya apa? Batu?!" tanya Ibu dengan sinis."Ibu jangan marah-marah, nanti Ibu cepat keriput, loh!" kataku berusaha mencairkan suasana.Aku lalu mengemudikan sepeda motorku dengan kecepatan sedang, dan berusaha untuk mengajak Ibu kembali berbicara. Karena Ibu yang marah adalah salah satu hal yang paling aku hindari."Ya gimana nggak marah, Ibu nunggu kamu itu lama banget. Kok, bisa-bisanya kamu berbicara sama Ruli di sana. Nggak mikirin kalau Ibu nunggu apa?!" Ibu kembali mengomel."Maaf, Bu, aku kira Ibu bakalan lama. Apala
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)393. Pembagian Uang Tabungan (Bagian A)POV AUTHORPagi-pagi sekali Lisa sudah berbenah, dia membersihkan tempat tidurnya dan juga membangunkan kedua anaknya. Lisa sangat bersyukur karena kedua anak yang dilahirkannya, benar-benar penurut dan tidak pernah mengecewakannya.Lisa juga amat bersyukur karena Ema mencarikan kontrakan yang lengkap dengan fasilitas di dalamnya, Lisa hanya membawa badan dan juga baju yang dia miliki, selebihnya sudah semua tersedia di dalam kontrakan ini.Kini Lisa tahu kenapa kontrakan Ramon selalu ramai, itu karena memang fasilitas yang ditawarkan tidak main-main. Walaupun harganya relatif lebih mahal, tetapi orang yang menyewa tidak akan pernah kecewa."Nanti kamu sama Adik di rumah dulu, ya. Mama soalnya mau menyelesaikan sesuatu," kata Lisa sambil mengusap rambut Naufal dengan penuh kasih sayang."Mau ke mana, Ma?" tanya Naufal dengan penasaran.Bocah itu memang masih kecil, tetapi dia sudah sangat t