PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)282. Fitnah Lisa! (Bagian A)Aku terpaku, bagaimana bisa Lisa melakukan hal ini? Itu artinya, dia pergi dari rumah demi menghindari semua masalah dan melimpahkan segalanya pada pundak Mas Aji. Kenapa dia sejahat ini, sih?Astagfirullahaladzim! Aku benar-benar tidak menyangka kalau dia sepicik itu, padahal dia adalah istri Mas Aji, tetapi dia bersikap seolah-olah mereka adalah musuh, karena dia melemparkan tanggung jawab yang seharusnya ada pada dirinya kepada Mas Aji.“Nah! Bener, kan? Dia pergi dari rumah! Kamu ngapain bohong sama Mbak, An? Mbak ini tidak suka bergosip, kok!” kata Mbak Rini tiba-tiba.“Bukan seperti itu, Mbak. Aku hanya tidak mau mengumbar urusan keluarga kepada orang banyak,” kataku dengan lesu.Aku lalu mengembalikan ponsel Mbak Rini kepada pemiliknya, dia lalu mengutak-atik ponselnya tersebut tanpa melihat ke arahku sama sekali. Sedangkan aku saat ini hanya terdiam lesu, berdiri menatap kosong ke arah tumpuka
283. Fitnah Lisa! (Bagian B)“Kirimi aku screenshot status Mbak Ruli, dan juga screenshot percakapan Mbak dan juga Mbak Lisa tadi,” kataku sambil menangkupkan kedua tanganku di depan dada.“Oh, kalau itu nggak masalah. Bisa Mbak kirimkan, Mbak pikir tadi kamu mau pinjam uang, kalau pinjam uang … Mbak angkat tangan. Uang Mbak tidak ada, soalnya dagangan hari ini belum terlalu laku padahal sudah menjelang sore,” kata Mbak Rini sambil kembali membuka tutup toples Khong Guan miliknya.“Nggak Mbak, aku nggak mau pinjam uang, kok. Tenang aja! Aku cuman mau minta screenshot-an punya Mbak tadi,” kataku sambil terkekeh kecil, aku lalu mengambil ponselku di dalam saku tunik yang aku pakai. Tak lama kemudian aku bisa mendengar ada pesan masuk dari nomor Mbak Rini.Dia mengirim dua buah foto, yang pertama screenshot dari status Mbak Ruli dan yang kedua adalah screenshot dari percakapan Mbak Rini dan juga Lisa.“Kamu mau ngelaporin ini sama Aji dan juga mertuamu, An?" tanya Mbak Rini ingin tahu.
284. Fitnah Lisa! (Bagian C)"Oh, kami mau ketemu sama Bu Sri dan juga Pak Amran. Tapi dari tadi, kami panggil-panggil belum ada sahutan sama sekali, Mbak," kata Mbak Suci sambil tersenyum."Oh, mungkin Bapak dan juga Ibu sedang tidur siang. Soalnya ini kan, memang masih jam tidur siang. Nggak apa-apa, Mbak. Duduk dulu, biar saya yang manggil Bapak sama Ibu," kataku sambil mempersilahkan mereka duduk di kursi teras."Wah, terima kasih banyak ya Mbak Ana, kalau tidak ada Mbak Ana kami pasti bingung karena Bu Sri dan juga Pak Amran tidak bisa dipanggil dari tadi," kata Mbak Suci sambil tersenyum kecil. "Ayo Bude, kita duduk dulu," kata Mbak Suci sambil duduk terlebih dahulu, dan diikuti oleh Ibu yang lebih tua.Aku langsung mengangguk dan berjalan ke arah samping, mengelilingi rumah Ibu yang besar dan sampai ke pintu dapur. Di sana aku langsung mendorong pintu yang memang jarang terkunci itu, lalu masuk ke dalam dengan leluasa."Assalamualaikum, Bu! Ibu!" Aku mengetuk pintu kamar Ibu ya
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)BAB 105Kredit Emas!Aku mengikuti langkah kaki Mbak Suci untuk masuk ke dalam rumah Ibu, di sana sudah ada Ibu dan juga kedua orang paruh baya yang dipanggil oleh Ibu, dengan sebutan ‘Mbak Yu, dan juga Mbak Jum’ itu.Jemariku bergetar pelan, dan bahkan bulu kudukku meremang dan berdiri. Aku sangat takut dengan respon yang akan Ibu berikan, saat mendengar ucapan Kak Suci tadi, entah kenapa walaupun bukan aku yang berbuat tetapi aku yang merasa ketakutan.Saat Mbak Suci sudah mendudukkan dirinya di sofa, aku langsung bergegas ke arah dapur untuk membuatkan mereka minum. Namun ternyata Ibu malah ikut bangkit, dan berpamitan kepada dua orang tamunya itu."Tunggu sebentar ya, Yuk Jum, Suci, kalau memang mau bertemu sama bapaknya Aji juga, biar aku bangunkan dulu. Soalnya suamiku lagi tidur, Yuk," kata Ibu sambil berjalan untuk kembali masuk ke kamar.Saat kami berjalan berdampingan di lorong, aku bisa mendengar Ibu yang berbisik, "me
286. Kredit Emas! (Bagian B)“Bingung? Bingung kenapa, Yuk? Ya sudah bilang saja, kalau aku dan bapaknya Aji bisa membantu ya pasti kami bantu,” kata Ibu dengan lembut.“Begini loh, Sri, Am. Aku ini sebenarnya tidak enak mau ngomong sama kalian, karena kalian sama sekali tidak bersangkutan dengan hal ini,” kata Bude Jum lagi, dia menatap Mbak Suci.“Memangnya ngomong opo toh, Yuk? Jangan buat kami penasaran seperti ini, aku jadi deg-degan loh,” sahut Ibu sambil tertawa kecil.“Begini, Sri. Lima bulan yang lalu, menantumu— si Lisa mengambil kreditan emas kepadaku,” kata Bude Jum dengan penuh kehati-hatian.Dan aku langsung bisa melihat Ibu dan juga Bapak yang langsung melotot, dan saling berpandangan. Sepertinya mereka sudah bisa menarik kesimpulan, tentang apa maksud kedatangan Bude Jum ke sini, tidak lain dan tidak bukan pasti tentang Lisa.“Maaf, Yuk. Maksudnya bagaimana, ya?” tanya Bapak, dengan raut bingung yang terlihat jelas di wajah tuanya.“Lima bulan yang lalu, Lisa mengambil
287. Kredit Emas! (Bagian C)“Iya, Yuk. Yayuk tenang saja, kami mengerti kok,” balas Ibu sambil menghela nafas panjang.“Apakah benar, dia memang pergi ke rumah orang tuanya dan tinggal di sana, Sri?” tanya Bude Jum sambil menatap Ibu dengan penuh pertanyaan. “Soalnya tadi, dia juga bilang kalau dia akan tinggal di rumah orang tuanya dan tidak akan kembali lagi ke desa ini,” lanjut Bude Jum lagi.“Entahlah, Yuk. Aku juga belum jelas bagaimana permasalahan mereka, tapi aku yakin kalau Aji dan juga Lisa pasti bisa menyelesaikannya dengan kepala dingin, karena mereka sudah dewasa, dan sudah mempunyai anak dua,” kata Ibu sambil tersenyum kecil.Bude Jum sepertinya sudah mengerti, kalau Ibu tidak ingin membahas hal ini lagi. Makanya dia langsung berpamitan bersama Mbak Suci, mereka pulang setelah berbahasa-basi sebentar kepada Ibu dan juga Bapak.Bapak dan Ibu kemudian menghela nafas dengan kompak, mereka menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa, dan menatap langit-langit ruangan, lagi-lagi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)288. Telpon dari Lisa (Bagian A) Malam ini kami melakukan kegiatan bakar-bakar di depan rumah seperti yang sudah direncanakan, Emak, Bapak dan juga Ibu berada di dalam. Mereka sedang berbincang-bincang kecil di ruang tamu, sedangkan aku dan juga Aina bagian tugas menjaga toko.Sedangkan yang membakar ikan, ayam, dan juga jagung, di halaman adalah tugas Mas Abi, Mas Aji, dan juga Joko. Anak buah Mas Aji itu ikut ke sini, karena dia tahu kami akan melakukan kegiatan bakar-bakar malam ini.Karena persediaan makanan kami memang banyak, jadi rasanya tidak masalah jika Joko juga ikut makan di sini. Hitung-hitung untuk meramaikan keadaan, dengan segala celetukan dan juga tingkah konyolnya.Aku sedang duduk di kursi depan, sedangkan Aina duduk di meja kasir. Dia sedang mengerjakan tugasnya yang entah apa aku tidak tahu, katanya besok harus dikumpul. Jadi mereka malam ini melakukan kerja kelompok secara online.Saat aku sedang asik-asika
289. Telpon dari Lisa (Bagian B) Kali ini dia menoleh dan menatapku dengan pandangan bertanya, sedangkan aku yang ditatap sebegitu rupa langsung merasa bingung. Nasihat apa yang bisa aku beri kepada Mas Aji."Ya, aku nggak tahu, Mas. Jangan tanya aku!" kataku sambil mendengus. "Lagian, kalau Mas itu nggak berbuat, ya udah! Nggak usah dipusingkan! Kalau wali murid itu datang, Mas tinggal bilang kalau Mas itu tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Lagi pula, yang guru di sana kan Mbak Lisa, bukan Mas Aji. Ya jadi Mas Aji nggak punya kewajiban buat bertanggung jawab akan hal itu, dong!" kataku lagi."Iya sih, Mas juga punya pemikiran seperti itu. Tetapi apa mereka akan percaya, Dek? Bagaimanapun juga, Mas malu lah kalau didatangi orang setiap hari untuk menagih hutang," kata Mas Aji lagi dengan dengusan nafas yang terdengar kasar."Mau percaya, nggak percaya, itu urusan mereka, Mas. Yang penting, Mas udah menjelaskan kalau sama sekali tidak tahu menahu sedikitpun mengenai uang tabunga