24. Perang Komentar (Bagian C)"Bagaimana bisa Mas bilang itu adalah hal yang sepele? Dia baru saja menginjak-injak harga diriku di depan orang banyak, Mas. Itu sosial media Mas, semua orang bisa mengaksesnya. Dan Mas hanya diam saja melihat Adik Mas sendiri diinjak-injak dan dijatuhkan harga dirinya oleh istrimu itu?" tanya Mas Abi dengan tak habis pikir.Lalu setelahnya kami hanya bisa mendengar suara tawa sumbang yang Mas Aji keluarkan.[Lah, memang kamu saja yang baper. Mbakmu itu kan berkata betul, kalian itu terlalu halu!] Katanya dengan penuh penekanan. [Aku ini ngomong yang betul ya, Bi. Jangan terlalu halu nanti kamu dan istri kamu itu bisa jadi gila, ingat kamu cuman kerja sebagai tukang bangunan dan istrimu pun cuman ngeler di rumah. Ya betul kata Mbakmu, kok bisa bisanya kalian memimpikan mempunyai rumah dengan cara membeli tanah Wak Cokro. Dikasih numpang saja kalian itu sudah sukur, Bi! Sudah syukur!] Katanya semakin merendahkan kami.[Lalu, kalau masalah mandul, Mbakmu
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)25. Adu Mulut dengan Ibu (Bagian A)“Apa, Bu? Ana nggak ngerti, loh, maksud Ibu apa!”Aku langsung meninggalkan Ibu dan berjalan masuk ke dalam rumah, kepalaku sakit, dan aku sudah tidak mampu lagi untuk meladeni ocehan Ibu yang hanya seputar menantu kesayangannya itu.Lisa, Lisa, dan Lisa! Mendengar namanya, dan membayangkan wajahnya saja sudah membuat aku ingin menjambak rambutku sendiri, lama-lama aku bisa gila karena harus selalu berhubungan dengan Lisa sialan ini.Jangan begini, jangan begitu, Mbak Lisa nggak suka begini, Mbak Lisa nggak suka begitu, kenapa aku yang harus selalu mengalah padanya? Sedangkan posisi kami adalah sama, sama-sama menantu.Aku lantas merebahkan tubuhku ke sofa busuk yang dulu Ibu berikan kepada kami, punggungku terasa sakit karena per-besi yang menusuk. Namun aku menghiraukan rasa sakit itu dan tetap memejamkan mataku.Aku lelah, aku sedih, aku kecewa, dan aku juga marah. Aku tidak pernah meminta a
26. Adu Mulut dengan Ibu (Bagian B)"Bu, dia mengatakan kalau kami hanya berhalusinasi untuk bisa membeli tanah Wak Cokro karena Mas Abi hanya seorang tukang bangjngan, dan yang membuat Ana paling marah adalah dia mengatakan kalau kami ini mandul, Bu! Karena kami belum mempunyai anak hingga saat ini!" kataku sambil menatap ibu dengan pandangan sedih."Lah, kalian juga memang halusinasinya sangat besar. Dari mana kalian bisa membayar Mas Cokro, coba? Seharusnya kalian itu sadar diri, memang benar apa yang dikatakan Mbakmu, Abi itu hanya tukang bangunan dan jangan terlalu banyak berhalusinasi Nanti kalian bisa menjadi gila!" cecar Ibu dengan nada mengejek. "Dan lagi, masalah belum mempunyai anak ya Mbakmu juga betul. Kenapa kalian belum punya anak sampai sekarang? Padahal kalian sudah menikah bertahun-tahun lamanya," kata Ibu sambil mencebikkan bibirnya.Aku langsung tertawa tanpa suara dan menengadahkan kepalaku menatap langit-langit, yang hanya dihiasi oleh seng yang sudah bolong di
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)27. Ibu Minta Bagian (Bagian A)"Bu! Ibu!" Suara seseorang terdengar di luar sana, dan aku sudah bisa menebak siapa yang datang hanya dengan bau bangkai yang tiba-tiba tercium."IBU!""Di sini, Nduk! Masuk saja ke dalam," ujar Ibu dengan sangat lembut.Aku memutar bola mataku dengan malas, apalagi saat melihat Mbak Lisa datang bersama Mas Aji. Wah, mana suamiku tidak ada di rumah lagi, pasti aku diserang dan dikeroyok mereka ini."Bu, Ibu udah ngasih faham sama si Anna belom?" tanya Mbak Lisa dengan nada manja, dia langsung menggelayut di bahu Ibu.Matanya yang dihiasi eyeliner tebal dan juga eyeshadow berwarna biru, melirik aku dengan tatapan tajam. Aku sama sekali tidak menghiraukan keberadaan mereka dan malah menatap ponselku dengan pandangan antusias.Aku menunggu kedatangan Mas Abi dan juga Wak Cokro untuk mengukur tanah ini dan langsung melakukan pembayaran, bagaimanapun juga aku harus menunjukkan pada mereka kalau kami bi
28. Ibu Minta Bagian (Bagian B)Mereka terlihat ingin menjawab ucapanku, namun semuanya terdiam saat mendengar suara tiga buah sepeda motor memasuki pekarangan rumah, dan aku bisa menebak salah satu diantaranya adalah motor butut kami.Aku langsung berdiri dan beranjak menuju ke pintu untuk menyambut suamiku, dan juga Wak Cokro yang datang di belakang mereka. Aku juga bisa menemukan Bapak kepala desa dan juga kepala dusun yang berjalan dibelakang mereka, sambil membawa satu buah rol meteran. Alhamdulillah, akhirnya jadi juga hari ini, tanah ini diukur dan kami membelinya secara sah. Ibu Mas Aji dan juga Mbak Lisa datang mengikuti, wajah mereka terlihat terkejut saat melihat Wak Cokro dan Bapak kepala desa ada di sini."Loh, Pak kades ngapain kesini? bareng Mas Cokro juga?" tanya Ibu dengan nada heran. Kemudian Pak kades melihat Ibu, dan mengangguk kecil. "Iya, Bu. Soalnya, Abi dan Wak Cokro mau melakukan transaksi jual-beli tanah ini, dan kami disini berlaku sebagai saksi dan juga o
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)29. Menerjang Lisa (Bagian A)“Apa?” tanyaku memastikan pendengaranku, tapi aku yakin kalau pendengaranku sama sekali tidak ada masalah.“Kamu pura-pura nggak dengar, atau memang budeg betulan?” tanya Mbak Lisa dengan nada ketus.Dia saat ini sedang menatapku dengan pandangan sinis, setelah dimarahi oleh Wak Cokro tadi dia menjadi sangat sensi kepadaku. Mampus, rasakan! Aku tidak mau mendengarkan ucapan-ucapan absurd dari Ibu dan juga Mbak Lisa, makanya aku keluar dari rumah dan melihat pengukuran tanah yangs edang suamiku dan juga yang lain lakukan.Aku bisa ikutan gila jika tetap berada di sini, aku haus tetap waras agar bisa memakmurkan kehidupan keluarga kami. Mbak Lisa dan Mas Aji akan tertawa bahagia jika aku dan Mas Abi tetap tenggelam dalam kemiskinan seperti ini.Tidak ada yang salah menjadi miskin, yang salah adalah mempunyai saudara dajjal seperti mereka-mereka ini. Tidak punya rasa kemanusiaan sama sekali memang!“He
30. Menerjang Lisa (Bagian B)"Kepala keluarga yang gagal!" sahut Mas Abi pelan. "Mana mungkin aku melakukan hal itu, membahagiakan Ana saja aku belum pernah. Dan sekarang aku malah mau mencuranginyam aku nggak mau, Bu. Surat tanah ini akan tetap nama Ana!" kata Mas Abi dengan tegas."Bodoh sekali adikmu ini, Ji!" kata Ibu emosi."Memang!" ujar Mas Aji dengan menggebu-gebu."Sekarang aku tanya, kenapa rumahmu atas nama Mbak Lisa, Mas? Padahal tanah dan rumah itu semua berasal dari Ibu!" tanya Mas Abi dengan geram. "Karena Mbakmu ini pegawai negeri, jangan kau samakan dengan istrimu, dong!" sahut Mas Aji dengan santai. Aku melihatnya dengan pandangan jijik, sok hebat! Apa hebatnya pegawai negeri? Tapi benar juga apa yang Mas Abi katakan, apapun yang dibuat dan dibeli oleh Ibu dan Mas Aji, semuanya atas nama Mbak Lisa.Aku sih, tidak urus. Toh, itu kehidupan mereka. Tapi, jika mereka bercerai apa Mas Aji tidak rugi? Eh! Astaghfirullahaladzim, kok aku malah mendoakan sesuatu yang buruk
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)31. Lapor Polisi (Bagian A)Aku dan si Lampir Lisa saat ini sedang didudukkan bersama, di depanku ada Pak Kades dan juga Bapak mertuaku yang baru saja dipanggil oleh Pak kadus tadi.Lelaki paruh baya yang mempunyai gelar sebagai Bapak mertuaku itu menatap kami dengan pandangan tajam, di bibirnya terselip rokok, sesekali asap rokok dihembuskannya dengan kesal.Aku hanya menatapnya dengan pandangan datar, tidak ada sedikitpun raut ketakutan yang aku tunjukkan. Karena bagaimanapun juga aku memang tengah membela harga diriku yang diinjak-injak oleh si Lampir Lisa sialan itu.Pak kadus dan juga Wak Cokro terlihat duduk di bawah sana bersama Ibu, mereka duduk beralaskan tikar pandan yang sudah lumayan banyak bolongnya. Mata Ibu menatapku dengan tajam, bibirnya bersungut-sungut marah.Sedangkan di sofa muat dua orang, Mas Abi dan Mas Aji tengah duduk bersama. Namun, raut mereka tegang dan sama sekali tidak ada sedikitpun nuansa kekeluar
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata