Pukul 7:30 malam. Agnes berada di mansion utama keluarga Rodgers untuk makan malam bersama ayah dan ibu mertuanya. Di meja makan yang panjang dan luas, dia berhadapan langsung dengan Tuan Allan Edric Rodgers dan Nyonya Titiana Rodgers, orang tua Aaron.
Ada sebulat tekad kuat di wajah cantik Agnes saat memberanikan diri datang ke sini, bahwa ia tak mau lagi dianggap payah oleh mereka. Karena rencana kedatangannya hari ini adalah untuk membuat ayah dan ibu mertuanya itu luluh dan tidak memusuhinya lagi.Diam-diam, Agnes mengetik pesan di ponselnya sambil tersenyum penuh arti."Jadi, kenapa kau datang ke sini, Agnes?" Titiana akhirnya bertanya. Nada bicaranya terdengar malas sebagaimana lirikannya pada Agnes. "Kalau kau sampai berani ke sini, artinya kau punya sesuatu untuk dipamerkan. Iya, 'kan?"Agnes tetap tersenyum, berusaha tak mempermasalahkan sikap tak ramah yang memang selalu ia dapatkan dari sang ibu mertua."Kenapa Ibu berpikir begitu? Tidak bisakah menantu kalian ini ikut makan malam bersama ayah dan ibu mertuanya?" balas Agnes, pura-pura ramah.Allan mendengkus. Sambil fokus memotong steak-nya, dia berkata, "Kudengar kau baru saja memenangkan piala penghargaan di salah satu acara penghargaan stasiun televisi." Allan memiringkan kepala berpikir, "Mmm, apa namanya?""Seleb Award, Yah!" Agnes bersemangat. "Ayah tau itu? Wah! Tidak kusangka ayah mertua memperhatikan karierku!""Astaga ..., siapa yang memperhatikanmu, Agnes?" Titiana menyahut sambil merotasikan mata kesal. "Seorang wartawan datang ke kantor untuk mewawancarai suamiku karena penghargaan tidak pentingmu itu. Konyol sekali, bukan? Itu wartawan suruhanmu, ya? Untuk apa? Untuk memamerkan betapa tidak bergunanya kau sebagai menantu keluarga Rodgers?"Titiana memandang Agnes dengan tatapan paling mencemooh yang belum pernah Agnes dapatkan dari siapa pun seumur hidupnya."Aku heran kenapa Aaron tak kunjung menceraikan wanita tak berguna sepertimu, yang hanya mementingkan karier tanpa memikirkan pewaris bagi suaminya sendiri. Tidakkah kau merasa berdosa karena masih menikmati kekayaan di keluarga ini?"Titiana mendengkus. "Kau bahkan sudah tua, Agnes. Umurmu 32 tahun, 'kan? Sementara Aaron kami sudah 34 tahun. Mau sampai kapan kau menunda kehamilan, huh? Sampai kau jadi nenek-nenek? Atau sampai kami meninggal? Agar kau bisa menguasai kekayaan keluarga Rodgers nantinya. Begitu, 'kan?"Di bawah meja, Agnes diam-diam mengepalkan kedua tangan menahan emosi. Selama dua tahun menikah dengan Aaron, belum pernah sekalipun ia dihargai oleh sang ibu mertua. Agnes benar-benar membencinya. Dia juga membenci Allan yang hanya diam seolah apa yang dikatakan Titiana adalah apa yang memang ingin ia katakan pada Agnes.Mungkin inilah risiko yang harus Agnes terima karena setuju menikah dengan Aaron di saat tak ada rasa cinta-kasih sedikitpun di antara mereka. Namun, kalau bukan karena wasiat terakhir kakeknya dan kakek Aaron, dia juga enggan berada di keluarga konglomerat ini!Agnes menunduk, sekuat mungkin dihalaunya kedua mata yang mulai berkaca-kaca. Lalu, wanita itu menarik napas dalam-dalam seraya mendongak. Dia tersenyum lebar."Kebetulan sekali, Bu. Sebenarnya, kedatangan kami ke sini adalah untuk mengakhiri kekhawatiran ayah dan ibu mertua mengenai pewaris."Allan menoleh bingung. "'Kami'?"Tepat di detik itu, Aaron datang memasuki ruang makan dengan masih mengenakan setelan kerja. Dia mendekati Agnes dengan langkah panjang."Ada apa? Kenapa mengirimku pesan agar pulang dari kantor dan langsung ke sini?" bisik Aaron sebelum kemudian beralih menatap Allan dan Titiana. "Kaliankah yang menyuruh kami ke sini? Untuk apa?"Agnes tidak membiarkan siapa pun menjawab pertanyaan itu. Ia langsung berdiri dan bergerak cepat memeluk lengan Aaron agar mendekat padanya. Aaron tentu tersentak kaget, tapi Agnes mengabaikan, tidak pula melepaskan cekalannya. Dengan senyum yang semakin lebar, wanita itu pun berkata,"Ayah, ibu. Sebentar lagi ... pewaris untuk keluarga Rodgers akan lahir!"Semua orang mengerjap kaget, sementara Agnes justru meletakkan sebuah testpack di atas meja yang sontak diraih heboh oleh Titiana."K-kau ...?" Titiana membekap mulut syok.Agnes mengangguk. Kepalanya bersandar di lengan Aaron sambil sebelah tangan mengusap lembut perutnya sendiri."Iya, Bu. Aku ... hamil!"***"Aw! Lepaskan, Aaron! Kau mau meremukkan tanganku, hah?!" amuk Agnes seraya menyentak paksa tangannya dari cengkeraman Aaron.Tiba di kamar mereka, Aaron akhirnya melepaskan tangan Agnes setelah menarik istrinya itu sejak keluar dari mobil masing-masing. Ya, keduanya baru saja pulang terpisah dari mansion utama."Apa maksud perkataanmu di depan ayah dan ibu tadi, hah? Dan, testpack siapa ini?" Aaron mengangkat benda kecil bergaris dua merah yang telah membuatnya geger di mansion keluarga tadi."Siapa lagi? Tentu saja milik istri mudamu," balas Agnes sambil bersedekap angkuh. "Kau pikir sungguhan aku yang hamil? Cih! Tidak sudi!"Aaron menahan napas. Testpack dalam genggamannya sontak ia tatap lamat-lamat dengan ekspresi syok."Ja-jadi ... Rihanna akhirnya hamil?""Ya. Kenapa? Kau tidak senang?"Aaron tidak menjawab. Dia hanya diam menatap benda itu tanpa suara."Yah, terserah saja. Aku tidak peduli mau kau senang atau tidak, yang penting rencanaku sudah berjalan dengan baik."Sambil berkata demikian, Agnes melangkah ke lemari besar di kamar mereka dan mengeluarkan sesuatu dari dalam sana."Hei, lihat, Aaron! Tidakkah aku seperti wanita hamil sekarang?!"Aaron akhirnya mendongak setelah mendengar suara antusias sang istri. Namun, dia kemudian mengernyit. Merasa aneh melihat sebuah perut silikon khas ibu hamil terpasang di tubuh wanita itu."Kau sedang apa?" tanyanya datar."Apa lagi? Tentu saja mempersiapkan rencana selanjutnya! Ayah dan ibu tahu kalau aku hamil, jadi aku harus totalitas, 'kan?" Agnes mengibaskan rambut sambil mengelus-elus perut palsunya. "Duh, tidak kusangka kemampuan aktingku akan berguna di situasi seperti ini!""Jangan gila, Agnes!" Suara Aaron menajam. "Kesepakatan kita tidak seperti ini! Kau tidak pernah berkata akan pura-pura hamil di depan ayah dan ibuku!""Oh, ya? Yah, sekarang kau sudah tahu, 'kan? Aku akan pura-pura hamil mengikuti kehamilan Rihanna, dan akan pura-pura melahirkan ketika dia melahirkan. Jadi, anaknya nanti akan terlihat seperti anakmu dan anakku. Bukankah itu sempurna?""Dasar gila." Hanya itu reaksi Aaron. Entah apa yang membuat sang istri sampai mendapat ide sekonyol itu.Namun, Agnes justru mendengkus. "Memangnya kau mau apa, Aaron? Mengatakan pada ayah dan ibumu bahwa kau dan Rihanna telah menikah? Bahwa kalian sebentar lagi memiliki anak? Lalu, Rihanna akan terus terjebak selamanya denganmu, begitu? Wanita muda itu harus menyerahkan seluruh hidupnya untukmu? Begitukah?"Agnes tersenyum sinis. "Kau memang suamiku, Aaron, dan aku tahu aku gila. Tapi, Rihanna adalah adikku. Aku tidak akan membiarkannya terjebak terlalu lama dengan pria beristri sepertimu. Kau tahu berapa banyak mimpi-mimpi yang ingin wanita malang itu wujudkan dalam hidupnya? Dan kau ingin merenggutnya begitu saja? Iya?"Aaron tertegun. Sesuatu seperti menghantam keras ulu hatinya, membuatnya menahan napas tak mampu bergerak.Tiba-tiba, wajah sayu yang telah menemaninya selama tiga bulan terakhir terlintas di kepala pria itu. Wajah cantik yang kerap bersemu malu ketika memanggilnya 'mas', ketika tersenyum lembut, atau ketika mendesah di malam-malam panas mereka. Wajah yang juga sering terlihat murung ketika berdiri di depan jendela kamar, menatap mendung dan dunia luar, sementara ia terkurung sendirian di rumah pinggiran kota.Rihanna Halim, seorang wanita muda yang memiliki ambisi hidup dan tekad kuat dalam hidupnya. Selama tiga bulan ini, benarkah Aaron telah merenggut seluruh ambisi wanita itu?Aaron membuang muka. Wajahnya pias dan penuh penyesalan."Ya, kau benar. Aku ... tidak seharusnya menjebak Rihanna terlalu lama," gumamnya.Agnes sontak tersenyum puas. Perlahan, dia pun berjalan mendekati Aaron. Disentuhnya lengan sang suami dengan gerakan lembut dan intens."Tepat sekali, Suamiku. Rihanna adalah wanita baik-baik. Dia pantas mendapatkan nasib yang baik pula."Aaron semakin membuang muka dari Agnes dengan kedua rahang mengetat kuat.Agnes berjinjit memegangi rahang kokoh itu. Lalu, dia berbisik lirih, "Jadi, setelah anak kita lahir nanti, kau ceraikanlah dia demi kebaikan Rihanna sendiri, lalu biarkan dia pergi. Mengerti, Sayang?"***Rihanna tak tahu apa yang terjadi, tapi, seminggu sejak tinggal bersama Aaron dan Agnes di mansion mereka, ia merasa Aaron jadi jauh lebih dingin dari biasanya. Tak hanya itu, rasanya sesak sekali karena Aaron lebih sering tidur di kamar pribadinya dibanding tidur bersamanya di kamar yang telah Agnes siapkan untuk mereka.Rihanna memberengut. Dia kini berdiri bimbang di ambang pintu ruang kerja pribadi Aaron sambil memandangi Aaron yang terlihat sibuk dengan laptop.Aaron tidak mendongak ataupun melirik meskipun sebenarnya sadar dengan kehadiran Rihanna sejak tadi. Pria blasteran Inggris itu memilih diam dan tetap fokus pada laporan bulanan perusahaan yang sedang dia periksa."Mas ...." Suara Rihanna akhirnya terdengar.Ya, Rihanna menyerah mempertahankan kebimbangannya. Dia pasrah membiarkan kakinya melangkah masuk dan mendekati meja kerja sang suami."Mas Aaron," panggilnya sekali lagi. Kali ini sambil menyentuh pelan lengan Aaron di atas meja.Aaron melirik sekilas."Kenapa?" balas
Aaron menarik pinggang Rihanna sehingga sang istri masuk ke dalam pelukannya. Sementara Rendra ia dorong kuat-kuat hingga mundur beberapa langkah."Kau kira kau siapa, hah?! Ini hari pertamamu tapi kau berani menyentuh istriku?!" amuk Aaron sambil mempererat dekapannya pada tubuh Rihanna.Rendra tampak kebingungan dan tak tahu harus bagaimana. Namun, pria itu akhirnya cepat-cepat mengendalikan diri dan membungkuk di hadapan Aaron. "Maafkan kelancangan saya, Tuan. Saya panik ingin membantu Nyonya yang terlihat hampir ping--""Tutup mulutmu!! Pergi dari sini sekarang juga!"Rendra terhenyak. "Ta-tapi, Tuan--""Pergi!!""Sudahlah, Mas!" Rihanna akhirnya bersuara.Dia sudah tak tahan mendengar perdebatan antar dua pria itu, belum lagi tubuhnya yang didekap erat oleh kedua lengan kekar Aaron.Rihanna pun memukul dada Aaron memberi isyarat agar dilepaskan, tapi Aaron justru menggeleng tegas."Kau sakit, Rihanna. Kita harus ke rumah sakit sekarang juga!""Aku baik-baik saja, Mas. Aku hanya
Apakah Agnes sungguhan pingsan? Tidak. Saat Aaron sampai di salah satu kafe dalam mall--tempat di mana Titiana dan Agnes berada--dia terpaku melihat Agnes justru sedang asyik berfoto selfie dengan Titiana di meja pojok kafe.Pria itu langsung memperlambat laju kakinya mendekati mereka. Napasnya yang ngos-ngosan berangsur stabil. Lalu, ekspresi khawatir di wajah tampan itu berubah jadi mimik datar tanpa ekspresi."Ah! Aaron! Kau akhirnya datang!" seru Titiana pertama kali menyadari kedatangan putranya. Dan seolah khawatir Aaron akan kabur, dia segera bangkit menarik lengan putranya itu agar mendekat.Aaron tak melepaskan tatapannya dari Agnes sejak memasuki area kafe. Kilat matanya dingin dan tajam. Namun, Agnes justru menunjukkan senyum lebar tanpa rasa bersalah."Hai, suamiku," sapa Agnes penuh arti.Titiana terkekeh senang. "Kau secinta itu pada istrimu ya, Aaron? Ibu tak menyangka akting Ibu tadi berhasil membuatmu datang.""Tentu saja dia cinta padaku, Bu. Aku sedang mengandung an
"Humppt!! A-Aaron!!"Rihanna kesulitan bernapas lantaran Aaron terus menggerakkan kepalanya, menekan pipinya, dan terus melumat bibirnya kuat-kuat. Rihanna betul-betul tak siap dengan aksi suaminya itu. Masalahnya, mereka bahkan belum sempat masuk ke dalam kamar!Aaron seperti tak kuasa lagi menahan diri saat membawa Rihanna dari halaman belakang dan naik ke lantai dua ini. Lalu seolah kehabisan kesabaran, Aaron malah menghimpit Rihanna di terali mezanin depan pintu kamar demi menghunjami Rihanna dengan ciuman ganasnya.Rihanna memejamkan mata bersama pikiran yang berantakan. Dia kaget, bingung, juga kesal. Pagi tadi, sebelum berangkat kerja, tingkah-laku Aaron padahal masih seperti biasanya, dingin dan cuek. Lalu, kenapa di sore hari setelah pulang dari kantor, Aaron malah tiba-tiba aneh seperti ini?Wanita itu akhirnya membuka mata. Sepasang iris biru Aaron yang lekat dan mengintimidasi langsung menyambut pertama kali, membuat jantungnya berdebar keras tanpa henti.Aaron lalu berhen
Rihanna pikir keanehan Aaron hanya ada di hari ciuman panas mereka itu saja. Namun, seminggu berlalu, Aaron tetap saja berperangai aneh. Dia sering datang ke kamar Rihanna tiap malam tanpa mengatakan apa pun, lalu pergi lagi setelah satu jam hanya duduk di sofa pojok kamar sambil membaca buku. Terus saja seperti itu.Lalu, puncak keanehan Aaron adalah hari ini. Rihanna sedang menghabiskan hari minggunya dengan berkebun di halaman belakang mansion. Rendra tentu hadir di situ untuk membantu sang nyonya. Tapi yang membuat mereka keheranan, Aaron rela menolak undangan main golf oleh klien penting hanya untuk ikut berkebun bersama Rihanna dan Rendra."Mas, Hans sudah menunggumu sejak tadi. Kau tidak kasihan padanya?" Rihanna menegur Aaron sambil melirik Hans--sekretaris Aaron--yang berdiri gelisah di belakang mereka.Aaron tak mengalihkan tatapannya dari tanah yang sedang ia gali, lalu menjawab, "Biarkan saja dia. Aku sudah meminta pertemuan itu dibatalkan, tapi dia malah seenaknya sendiri
"Lahirkan pewaris untuk suamiku, Rihanna, dan aku akan memberikanmu satu miliar."Rihanna melotot. Tubuhnya langsung kaku mendengar penuturan Agnes, sang kakak."Pe-pewaris? Ma-maksudnya bagaimana, Kak?"Agnes bersedekap menatap adik tirinya itu dengan tampang malas. Dia paling tidak suka mengulang kalimat yang sudah sangat jelas ia ucapkan."Aku harus menjelaskannya dengan bahasa apa lagi agar kau paham, huh? Aku memintamu mengandung dan melahirkan anakku dan Aaron. Kau tau sendiri tubuh indahku ini tidak boleh sampai rusak, apalagi untuk melahirkan seorang anak yang akan sangat merugikanku."Agnes Anita Rodgers adalah selebriti sekaligus influencer terkenal yang namanya sedang naik daun di Indonesia. Sebagai asisten pribadinya, Rihanna Halim tahu betul kenapa kakak tirinya itu selalu mengabaikan perintah kedua orang tua Aaron agar segera memiliki anak, tapi Rihanna tak pernah menyangka Agnes akan mengambil jalan konyol seperti ini. Ini terlalu gila!"Kenapa? Kau tak mau?" tanya Agne
"Ri-Rihana?"Aaron kaget. Saat baru saja membuka kedua mata, hal pertama yang dilihatnya adalah wajah lelap Rihanna di atas ranjang yang sama dengannya.Pria itu mengerjap. Dia berusaha mengenali situasi itu baik-baik, sementara tangannya masih memeluk pinggang Rihanna, tubuh mereka masih rapat tanpa busana dalam selimut, dan wajah mereka masih saling berhadapan dalam jarak dekat.Tapi, apa maksudnya ini?Sayup-sayup, Rihanna akhirnya juga membuka kedua mata. Dan sama seperti Aaron, hal pertama yang ia lihat adalah wajah tampan pria itu.Di detik itulah Aaron langsung menarik tubuhnya menjauh. Napasnya memburu keras, sebagaimana jantungnya yang mendadak berdetak kencang."Ki-kita melakukannya?" tanya pria bermata biru itu sambil mengernyit mengingat kejadian semalam. Tapi semakin ia berpikir keras, semakin kepalanya sakit.Rihanna bangkit duduk dengan kedua tangan mendekap erat selimut di depan tubuh."Aaron, aku ... aku minta maaf."Aaron ikut duduk. Selimut turun setengah menampilka
"Saya mengambil engkau Rihana Halim menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."Rihanna mengerjap sekali seusai Aaron mengucapkan kalimat janji di depan pendeta. Aaron, yang detik itu telah resmi menjadi suaminya."Rihana? Kenapa diam saja?" bisik Aaron menyadari istri mudanya itu malah hanya melongo menatapnya dengan pandangan kosong.Rihanna gelagapan, salah tingkah memandangi Aaron, pak pendeta yang berdeham canggung, dan Agnes yang duduk menatap mereka dari jauh.Wanita itu akhirnya mengambil napas dalam-dalam dan berkata, "Sa-saya mengambil engkau Aaron W. Rodgers menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pad
Rihanna pikir keanehan Aaron hanya ada di hari ciuman panas mereka itu saja. Namun, seminggu berlalu, Aaron tetap saja berperangai aneh. Dia sering datang ke kamar Rihanna tiap malam tanpa mengatakan apa pun, lalu pergi lagi setelah satu jam hanya duduk di sofa pojok kamar sambil membaca buku. Terus saja seperti itu.Lalu, puncak keanehan Aaron adalah hari ini. Rihanna sedang menghabiskan hari minggunya dengan berkebun di halaman belakang mansion. Rendra tentu hadir di situ untuk membantu sang nyonya. Tapi yang membuat mereka keheranan, Aaron rela menolak undangan main golf oleh klien penting hanya untuk ikut berkebun bersama Rihanna dan Rendra."Mas, Hans sudah menunggumu sejak tadi. Kau tidak kasihan padanya?" Rihanna menegur Aaron sambil melirik Hans--sekretaris Aaron--yang berdiri gelisah di belakang mereka.Aaron tak mengalihkan tatapannya dari tanah yang sedang ia gali, lalu menjawab, "Biarkan saja dia. Aku sudah meminta pertemuan itu dibatalkan, tapi dia malah seenaknya sendiri
"Humppt!! A-Aaron!!"Rihanna kesulitan bernapas lantaran Aaron terus menggerakkan kepalanya, menekan pipinya, dan terus melumat bibirnya kuat-kuat. Rihanna betul-betul tak siap dengan aksi suaminya itu. Masalahnya, mereka bahkan belum sempat masuk ke dalam kamar!Aaron seperti tak kuasa lagi menahan diri saat membawa Rihanna dari halaman belakang dan naik ke lantai dua ini. Lalu seolah kehabisan kesabaran, Aaron malah menghimpit Rihanna di terali mezanin depan pintu kamar demi menghunjami Rihanna dengan ciuman ganasnya.Rihanna memejamkan mata bersama pikiran yang berantakan. Dia kaget, bingung, juga kesal. Pagi tadi, sebelum berangkat kerja, tingkah-laku Aaron padahal masih seperti biasanya, dingin dan cuek. Lalu, kenapa di sore hari setelah pulang dari kantor, Aaron malah tiba-tiba aneh seperti ini?Wanita itu akhirnya membuka mata. Sepasang iris biru Aaron yang lekat dan mengintimidasi langsung menyambut pertama kali, membuat jantungnya berdebar keras tanpa henti.Aaron lalu berhen
Apakah Agnes sungguhan pingsan? Tidak. Saat Aaron sampai di salah satu kafe dalam mall--tempat di mana Titiana dan Agnes berada--dia terpaku melihat Agnes justru sedang asyik berfoto selfie dengan Titiana di meja pojok kafe.Pria itu langsung memperlambat laju kakinya mendekati mereka. Napasnya yang ngos-ngosan berangsur stabil. Lalu, ekspresi khawatir di wajah tampan itu berubah jadi mimik datar tanpa ekspresi."Ah! Aaron! Kau akhirnya datang!" seru Titiana pertama kali menyadari kedatangan putranya. Dan seolah khawatir Aaron akan kabur, dia segera bangkit menarik lengan putranya itu agar mendekat.Aaron tak melepaskan tatapannya dari Agnes sejak memasuki area kafe. Kilat matanya dingin dan tajam. Namun, Agnes justru menunjukkan senyum lebar tanpa rasa bersalah."Hai, suamiku," sapa Agnes penuh arti.Titiana terkekeh senang. "Kau secinta itu pada istrimu ya, Aaron? Ibu tak menyangka akting Ibu tadi berhasil membuatmu datang.""Tentu saja dia cinta padaku, Bu. Aku sedang mengandung an
Aaron menarik pinggang Rihanna sehingga sang istri masuk ke dalam pelukannya. Sementara Rendra ia dorong kuat-kuat hingga mundur beberapa langkah."Kau kira kau siapa, hah?! Ini hari pertamamu tapi kau berani menyentuh istriku?!" amuk Aaron sambil mempererat dekapannya pada tubuh Rihanna.Rendra tampak kebingungan dan tak tahu harus bagaimana. Namun, pria itu akhirnya cepat-cepat mengendalikan diri dan membungkuk di hadapan Aaron. "Maafkan kelancangan saya, Tuan. Saya panik ingin membantu Nyonya yang terlihat hampir ping--""Tutup mulutmu!! Pergi dari sini sekarang juga!"Rendra terhenyak. "Ta-tapi, Tuan--""Pergi!!""Sudahlah, Mas!" Rihanna akhirnya bersuara.Dia sudah tak tahan mendengar perdebatan antar dua pria itu, belum lagi tubuhnya yang didekap erat oleh kedua lengan kekar Aaron.Rihanna pun memukul dada Aaron memberi isyarat agar dilepaskan, tapi Aaron justru menggeleng tegas."Kau sakit, Rihanna. Kita harus ke rumah sakit sekarang juga!""Aku baik-baik saja, Mas. Aku hanya
Rihanna tak tahu apa yang terjadi, tapi, seminggu sejak tinggal bersama Aaron dan Agnes di mansion mereka, ia merasa Aaron jadi jauh lebih dingin dari biasanya. Tak hanya itu, rasanya sesak sekali karena Aaron lebih sering tidur di kamar pribadinya dibanding tidur bersamanya di kamar yang telah Agnes siapkan untuk mereka.Rihanna memberengut. Dia kini berdiri bimbang di ambang pintu ruang kerja pribadi Aaron sambil memandangi Aaron yang terlihat sibuk dengan laptop.Aaron tidak mendongak ataupun melirik meskipun sebenarnya sadar dengan kehadiran Rihanna sejak tadi. Pria blasteran Inggris itu memilih diam dan tetap fokus pada laporan bulanan perusahaan yang sedang dia periksa."Mas ...." Suara Rihanna akhirnya terdengar.Ya, Rihanna menyerah mempertahankan kebimbangannya. Dia pasrah membiarkan kakinya melangkah masuk dan mendekati meja kerja sang suami."Mas Aaron," panggilnya sekali lagi. Kali ini sambil menyentuh pelan lengan Aaron di atas meja.Aaron melirik sekilas."Kenapa?" balas
Pukul 7:30 malam. Agnes berada di mansion utama keluarga Rodgers untuk makan malam bersama ayah dan ibu mertuanya. Di meja makan yang panjang dan luas, dia berhadapan langsung dengan Tuan Allan Edric Rodgers dan Nyonya Titiana Rodgers, orang tua Aaron.Ada sebulat tekad kuat di wajah cantik Agnes saat memberanikan diri datang ke sini, bahwa ia tak mau lagi dianggap payah oleh mereka. Karena rencana kedatangannya hari ini adalah untuk membuat ayah dan ibu mertuanya itu luluh dan tidak memusuhinya lagi.Diam-diam, Agnes mengetik pesan di ponselnya sambil tersenyum penuh arti."Jadi, kenapa kau datang ke sini, Agnes?" Titiana akhirnya bertanya. Nada bicaranya terdengar malas sebagaimana lirikannya pada Agnes. "Kalau kau sampai berani ke sini, artinya kau punya sesuatu untuk dipamerkan. Iya, 'kan?"Agnes tetap tersenyum, berusaha tak mempermasalahkan sikap tak ramah yang memang selalu ia dapatkan dari sang ibu mertua."Kenapa Ibu berpikir begitu? Tidak bisakah menantu kalian ini ikut maka
"Kak, ini bahkan sudah lewat sebulan. Aku benar-benar sudah pulih, lho. Kakak yakin tidak ingin datang ke Korea untuk menjengukku? Sehari pun tidak?" Terdengar nada merengek dari suara Jasse di telepon.Rihanna terkekeh. "Jangan manja begitu, Jasse. Kau bukan anak kecil lagi, ingat? Kita hanya beda dua tahun tapi kau benar-benar manja!""Suka-sukaku," balas Jasse songong."Ckckck. Pantas saja kau belum punya pacar meskipun sudah akan lulus. Perempuan tidak suka pria manja, kau tahu? Mereka lebih suka pria keren dan macho.""Bodoamat. Aku tidak minat pacaran. Dan, ngomong-ngomong, aku masih dua tahun lagi untuk lulus. Masih lama. Kau bahkan lupa dengan riwayat pendidikanku, Kak?" Giliran Jasse yang berdecak-decak. "Entah ke mana perginya Kak Rihanna yang selalu tahu segalanya tentang adik kecilnya Jasse.""Hahaha. Kau benar. Mungkin Bibi Lita jauh lebih mengenalmu sekarang dibanding aku."Bibi Lita adalah orang yang menemani Jasse tinggal di Korea untuk berkuliah. Beliau adalah kenalan
"Saya mengambil engkau Rihana Halim menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."Rihanna mengerjap sekali seusai Aaron mengucapkan kalimat janji di depan pendeta. Aaron, yang detik itu telah resmi menjadi suaminya."Rihana? Kenapa diam saja?" bisik Aaron menyadari istri mudanya itu malah hanya melongo menatapnya dengan pandangan kosong.Rihanna gelagapan, salah tingkah memandangi Aaron, pak pendeta yang berdeham canggung, dan Agnes yang duduk menatap mereka dari jauh.Wanita itu akhirnya mengambil napas dalam-dalam dan berkata, "Sa-saya mengambil engkau Aaron W. Rodgers menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pad
"Ri-Rihana?"Aaron kaget. Saat baru saja membuka kedua mata, hal pertama yang dilihatnya adalah wajah lelap Rihanna di atas ranjang yang sama dengannya.Pria itu mengerjap. Dia berusaha mengenali situasi itu baik-baik, sementara tangannya masih memeluk pinggang Rihanna, tubuh mereka masih rapat tanpa busana dalam selimut, dan wajah mereka masih saling berhadapan dalam jarak dekat.Tapi, apa maksudnya ini?Sayup-sayup, Rihanna akhirnya juga membuka kedua mata. Dan sama seperti Aaron, hal pertama yang ia lihat adalah wajah tampan pria itu.Di detik itulah Aaron langsung menarik tubuhnya menjauh. Napasnya memburu keras, sebagaimana jantungnya yang mendadak berdetak kencang."Ki-kita melakukannya?" tanya pria bermata biru itu sambil mengernyit mengingat kejadian semalam. Tapi semakin ia berpikir keras, semakin kepalanya sakit.Rihanna bangkit duduk dengan kedua tangan mendekap erat selimut di depan tubuh."Aaron, aku ... aku minta maaf."Aaron ikut duduk. Selimut turun setengah menampilka