"Tidak. Aku tidak mau!""Kenapa? Kamu tidak mau berhubungan intim dengan aku?""Bukan tidak mau, tapi rasanya, melakukan hal seperti itu hanya untuk kepuasan semata membuat aku seolah menjadi pria yang tidak tahu aturan.""Jadi, kamu maunya gimana? Kita menikah? Ya, udah. Ayo, kapan?""Rani, menikah itu sesuatu yang sakral, kenapa kamu begitu mudah mengucapkan kalimat seperti itu tanpa berpikir lebih dulu?""Berpikir apalagi? Aku sudah berpikir puluhan kali dari kemarin menyoal ini terus aku ngomong ke kamu soal ini, apa menurut kamu, aku masih enggak mikir sama sekali soal itu?""Aku sekarang pusing, Rani. Tidak usah melanjutkan percakapan masalah ini lagi, aku pulang saja."Sembari bicara demikian, Ridwan segera membenahi celana yang dipakainya, lalu bergegas keluar dari kamar Rani tanpa peduli Rani memanggilnya karena masih ingin menantang Ridwan untuk apa yang tadi sempat ia tawarkan.Rani kesal ditinggalkan oleh Ridwan, ini bukan sekali dua kali adik Red One itu meninggalkannya k
Roger langsung menyerang Moreno ketika Moreno mengucapkan kalimat itu padanya. Marah sekali ia mendengarnya, namun, Moreno yang sudah menebak pria itu akan melakukan hal tersebut segera menghindari serangan Roger hingga pukulan Roger tidak mengenainya."Aku tidak akan membiarkan kamu menyentuh dia sedikitpun, Moreno! Sudah cukup hal yang kamu lakukan dan itu merendahkan aku sebagai suaminya, sekarang, aku tidak mau memberikan kesempatan sedikitpun padamu untuk melakukan hal kotor terhadap istriku, aku akan membuat dia lepas dari jeratan kamu, ingat itu!""Dengan cara apa? Menerima tawaran bokap gue, atau gue? Masih bagus gue mau menanggung utang lu di hadapan bokap gue, cuma tidur sekali doang sama gue, lu sok tinggi harga diri, kalo lu emang punya harga diri, lu jadi cowok jangan terlalu lemah! Kerja lebih keras, biar bisa ngasih kehidupan baik sama bini dan anak lu!"Moreno membalas ucapan tegas Roger padanya, dan Roger semakin marah mendengarnya. Meskipun ia tahu, beberapa ucapan M
"Apa? Kenapa Nami ngomong kayak gitu?"Mitha tidak bisa menahan perasaan terkejutnya ketika mendengar anaknya bicara seperti itu padanya."Iya, Om Leno yang biyang, nanti Om Leno jadi papa duga."Sang anak menjelaskan yang artinya, Om Reno yang bilang, nanti Om Reno jadi papa juga.Mitha hanya bisa mengucapkan istighfar di dalam hati mendengar penjelasan sang anak. Benar-benar tidak ia sangka lagi-lagi Moreno memberikan racun dalam pikiran anaknya. "Papa Nami cuma satu, enggak ada dua, atau lebih, jadi Nami enggak boleh panggil orang lain papa selain papa, ya?""Tapi, tenapa Om Leno enggak boyeh jadi papa duga? Kan bisa bantu papa tasih uang cama Mama?"Sang anak masih melancarkan aksi protesnya yang artinya, tapi kenapa Om Reno enggak boleh jadi papa juga? Kan bisa bantu papa kasih uang sama Mama? Begitu arti dari kata-kata sang anak pada Mitha hingga Mitha menjadi semakin sebal dengan Moreno, apa saja yang dikatakan oleh pemuda itu sampai Nami mendukung apa yang diucapkan oleh pria
Maira memukul pundak Moreno mendengar apa yang diucapkan oleh pemuda tersebut. Awalnya, Maira ingin mendamprat Moreno, tapi ketika melihat wajah Moreno yang seperti orang hidup segan matipun tak mampu, keinginan Maira jadi tidak diteruskan, perempuan itu menarik napas panjang seolah merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Moreno."Apa yang harus aku lakukan untuk bisa membuat kamu enggak kayak gini?" katanya dengan suara perlahan."Sayangnya, lu enggak bisa melakukan apapun, karena lu enggak akan bisa membuat apa yang gue rasakan ini jadi lega.""Jadi, mulai sekarang mungkin kamu harus bisa menerima kenyataan, Moreno. Mitha bukan jodoh kamu, dia juga sudah bahagia dengan suaminya, apa kamu tega membuat pernikahan mereka hancur karena perasaan kamu belum hilang pada Mitha?""Terus apa sekarang keputusan dia itu masuk akal? Dia memilih masuk penjara daripada nikah sama gue, atau tidur sama gue satu kali aja!""Apa? Ayah kamu memberikan persyaratan seperti itu?""Yang kedua itu persyarat
Wajah Maira merah padam mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno padanya. Ada perasaan malu bercampur sebal ketika Moreno mengucapkan kalimat tadi dengan tatapan mata seperti menganggapnya wanita murahan. Padahal, ia ingin Moreno segera pulang karena tidak mau pria itu melakukan sesuatu yang bisa saja membuat pemuda tersebut rugi sendiri. Jika sudah seperti itu, Maira jadi mengurungkan niatnya untuk mencegah kepergian Moreno. Sudah berkali-kali ia merendahkan harga diri di depan Moreno hanya karena tidak mau Moreno bertindak sembarangan. Rasanya sekarang ia tidak punya wajah lagi untuk melakukan hal itu. "Ya, udah. Pulang sana! Aku enggak peduli lagi kamu mau ngapain, yang susah kamu juga, kan? Kamu dikhawatirkan juga enggak mau peduli, buat apa aku khawatir lagi? Pulang sana!"Mendengar apa yang diucapkan oleh Maira, Moreno memajukan bibirnya, tanpa kata ia berbalik dan pergi meninggalkan Maira yang benar-benar tidak habis pikir mengapa ia masih saja peduli dengan pria yang sama se
"Ya. Tidak usah pedulikan penolakan, Moreno. Apa yang sudah aku rancang ini adalah sebuah tindakan pencegahan, jika kamu tidak mau melakukan sesuai yang aku rancang, maka, tidak akan ada yang tersisa lagi dari semua jerih payah yang sudah aku lakukan selama ini.""Baik, Tuan. Saya akan perhatikan hal itu. Sekarang, Tuan istirahat.""Keluarlah, aku akan ke kamar sebentar lagi."Danu membungkukkan tubuhnya, dan akhirnya ia keluar dari kamar Pak Marvel sambil membawa map yang diberikan oleh Pak Marvel padanya.Pikiran Danu bercabang, sebelah hati ia ingin melaksanakan apa yang dikatakan oleh Pak Marvel, sebelah hatinya lagi mencemaskan keadaan Moreno. Saat ia sudah masuk ke dalam kamarnya, Danu menghubungi rekannya yang tadi ia tugaskan untuk mencari Moreno di area yang sekiranya ada Moreno di sana.Rekannya mengatakan, tidak ada Moreno di area itu, ia mengatakan hanya melihat sejumlah pembalap liar yang sedang berkumpul entah akan melakukan balapan liar atau tidak. Danu terus meminta
"Apakah pria itu sudah meracuni cara berpikir kamu?" tanya Roger dan itu membuat Ridwan tersenyum kecut saat mendengar apa yang diucapkannya."Aku bukan anak kecil yang otaknya bisa mudah diracuni, aku bisa membedakan yang baik dan yang buruk, yang salah dan yang benar, jadi tidak perlu mengatakan sesuatu hingga seolah-olah kamu itu tidak bersalah.""Lalu, apakah kamu tahu kakakmu itu memiliki perangai seperti apa?""Dia memang seenaknya, tapi apakah itu alasan yang tepat untuk membenarkan bahwa pembunuhan kakakku itu wajar?""Tidak ada yang membunuh kakakmu, kakakmu itu bunuh diri, bukan dibunuh, jikapun dia dibunuh pasti pembunuhnya sudah ditangkap karena saat kejadian itu beberapa rider juga turun tangan untuk melakukan penyelidikan.""Apa aku percaya dengan apa yang kamu katakan itu? Seorang Red One bunuh diri? Aku bisa percaya hal itu terjadi jika saja istrimu itu mempermainkan kakakku, sekarang saja dia memiliki dua suami, kamu dan juga Moreno, benar, kan? Jadi, yang jadi racun
Ia segera berjongkok untuk memeriksa apakah pria yang kecelakaan itu terluka parah sambil membuka helm yang dipakai pria itu. "Ridwan! Kamu tidak apa-apa?" tanyanya ketika ia sudah membuka helm yang dipakai pria tersebut, wajahnya terlihat dan ternyata yang tergeletak adalah Ridwan. Berarti yang mengalami kecelakaan itu adalah Ridwan."Tubuhku sakit semua...."Ridwan mengeluh sambil mengerenyit menahan sakit. Sementara itu sebuah motor berhenti tidak jauh dari tempat mereka berada, dan pemilik motor itu buru-buru turun dari motornya."Apakah dia terluka parah?" tanyanya pada Dragon. "Sepertinya tangan dan kakinya lumayan terluka parah, kita harus membawanya ke klinik terdekat.""Bagaimana dengan motornya?""Nanti ada yang mengurus yang penting orangnya dulu yang harus kita utamakan.""Baik, mari kita bawa ke klinik terdekat."Pria yang baru datang yang tidak lain adalah Roger itu ingin berjongkok membantu Dragon yang akan mengangkat tubuh Ridwan, tapi Ridwan mencegah. "Tinggalkan
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,