Mendengar apa yang dikatakan oleh Rani, Ridwan menghela napas. Ditatapnya Rani yang juga menatapnya seolah tidak sabar dengan apa yang dikatakan oleh Ridwan mengenai pertanyaan mengandung tawaran yang tadi diucapkannya pada sang mantan."Ridwan, gimana? Mau tidak? Aku akan bantu kamu kalau kamu mau balik jadi pacar aku lagi."Suara Rani terdengar membuyarkan lamunan Ridwan yang tidak percaya Rani mengulang permintaannya untuk mengajak mereka kembali berhubungan. Sebenarnya itu sudah kerap diucapkan oleh Rani, tapi Ridwan tidak pernah menanggapi perkataan Rani dengan serius hingga sampai saat sekarang pun mereka tidak tahu status mereka itu apa."Maaf, aku tidak bisa."Akhirnya, Ridwan bicara seperti itu setelah beberapa saat lamanya ia hanya diam."Kenapa enggak bisa? Kamu enggak cinta sama aku lagi? Udah punya pacar di Jakarta?""Aku ke Jakarta itu cari uang, bukan berpacaran, aku tidak sempat untuk memikirkan masalah itu.""Jadi itu artinya, kamu masih cinta dengan aku dong ya? Buk
"Tidak. Aku tidak mau!""Kenapa? Kamu tidak mau berhubungan intim dengan aku?""Bukan tidak mau, tapi rasanya, melakukan hal seperti itu hanya untuk kepuasan semata membuat aku seolah menjadi pria yang tidak tahu aturan.""Jadi, kamu maunya gimana? Kita menikah? Ya, udah. Ayo, kapan?""Rani, menikah itu sesuatu yang sakral, kenapa kamu begitu mudah mengucapkan kalimat seperti itu tanpa berpikir lebih dulu?""Berpikir apalagi? Aku sudah berpikir puluhan kali dari kemarin menyoal ini terus aku ngomong ke kamu soal ini, apa menurut kamu, aku masih enggak mikir sama sekali soal itu?""Aku sekarang pusing, Rani. Tidak usah melanjutkan percakapan masalah ini lagi, aku pulang saja."Sembari bicara demikian, Ridwan segera membenahi celana yang dipakainya, lalu bergegas keluar dari kamar Rani tanpa peduli Rani memanggilnya karena masih ingin menantang Ridwan untuk apa yang tadi sempat ia tawarkan.Rani kesal ditinggalkan oleh Ridwan, ini bukan sekali dua kali adik Red One itu meninggalkannya k
Roger langsung menyerang Moreno ketika Moreno mengucapkan kalimat itu padanya. Marah sekali ia mendengarnya, namun, Moreno yang sudah menebak pria itu akan melakukan hal tersebut segera menghindari serangan Roger hingga pukulan Roger tidak mengenainya."Aku tidak akan membiarkan kamu menyentuh dia sedikitpun, Moreno! Sudah cukup hal yang kamu lakukan dan itu merendahkan aku sebagai suaminya, sekarang, aku tidak mau memberikan kesempatan sedikitpun padamu untuk melakukan hal kotor terhadap istriku, aku akan membuat dia lepas dari jeratan kamu, ingat itu!""Dengan cara apa? Menerima tawaran bokap gue, atau gue? Masih bagus gue mau menanggung utang lu di hadapan bokap gue, cuma tidur sekali doang sama gue, lu sok tinggi harga diri, kalo lu emang punya harga diri, lu jadi cowok jangan terlalu lemah! Kerja lebih keras, biar bisa ngasih kehidupan baik sama bini dan anak lu!"Moreno membalas ucapan tegas Roger padanya, dan Roger semakin marah mendengarnya. Meskipun ia tahu, beberapa ucapan M
"Apa? Kenapa Nami ngomong kayak gitu?"Mitha tidak bisa menahan perasaan terkejutnya ketika mendengar anaknya bicara seperti itu padanya."Iya, Om Leno yang biyang, nanti Om Leno jadi papa duga."Sang anak menjelaskan yang artinya, Om Reno yang bilang, nanti Om Reno jadi papa juga.Mitha hanya bisa mengucapkan istighfar di dalam hati mendengar penjelasan sang anak. Benar-benar tidak ia sangka lagi-lagi Moreno memberikan racun dalam pikiran anaknya. "Papa Nami cuma satu, enggak ada dua, atau lebih, jadi Nami enggak boleh panggil orang lain papa selain papa, ya?""Tapi, tenapa Om Leno enggak boyeh jadi papa duga? Kan bisa bantu papa tasih uang cama Mama?"Sang anak masih melancarkan aksi protesnya yang artinya, tapi kenapa Om Reno enggak boleh jadi papa juga? Kan bisa bantu papa kasih uang sama Mama? Begitu arti dari kata-kata sang anak pada Mitha hingga Mitha menjadi semakin sebal dengan Moreno, apa saja yang dikatakan oleh pemuda itu sampai Nami mendukung apa yang diucapkan oleh pria
Maira memukul pundak Moreno mendengar apa yang diucapkan oleh pemuda tersebut. Awalnya, Maira ingin mendamprat Moreno, tapi ketika melihat wajah Moreno yang seperti orang hidup segan matipun tak mampu, keinginan Maira jadi tidak diteruskan, perempuan itu menarik napas panjang seolah merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Moreno."Apa yang harus aku lakukan untuk bisa membuat kamu enggak kayak gini?" katanya dengan suara perlahan."Sayangnya, lu enggak bisa melakukan apapun, karena lu enggak akan bisa membuat apa yang gue rasakan ini jadi lega.""Jadi, mulai sekarang mungkin kamu harus bisa menerima kenyataan, Moreno. Mitha bukan jodoh kamu, dia juga sudah bahagia dengan suaminya, apa kamu tega membuat pernikahan mereka hancur karena perasaan kamu belum hilang pada Mitha?""Terus apa sekarang keputusan dia itu masuk akal? Dia memilih masuk penjara daripada nikah sama gue, atau tidur sama gue satu kali aja!""Apa? Ayah kamu memberikan persyaratan seperti itu?""Yang kedua itu persyarat
Wajah Maira merah padam mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno padanya. Ada perasaan malu bercampur sebal ketika Moreno mengucapkan kalimat tadi dengan tatapan mata seperti menganggapnya wanita murahan. Padahal, ia ingin Moreno segera pulang karena tidak mau pria itu melakukan sesuatu yang bisa saja membuat pemuda tersebut rugi sendiri. Jika sudah seperti itu, Maira jadi mengurungkan niatnya untuk mencegah kepergian Moreno. Sudah berkali-kali ia merendahkan harga diri di depan Moreno hanya karena tidak mau Moreno bertindak sembarangan. Rasanya sekarang ia tidak punya wajah lagi untuk melakukan hal itu. "Ya, udah. Pulang sana! Aku enggak peduli lagi kamu mau ngapain, yang susah kamu juga, kan? Kamu dikhawatirkan juga enggak mau peduli, buat apa aku khawatir lagi? Pulang sana!"Mendengar apa yang diucapkan oleh Maira, Moreno memajukan bibirnya, tanpa kata ia berbalik dan pergi meninggalkan Maira yang benar-benar tidak habis pikir mengapa ia masih saja peduli dengan pria yang sama se
"Ya. Tidak usah pedulikan penolakan, Moreno. Apa yang sudah aku rancang ini adalah sebuah tindakan pencegahan, jika kamu tidak mau melakukan sesuai yang aku rancang, maka, tidak akan ada yang tersisa lagi dari semua jerih payah yang sudah aku lakukan selama ini.""Baik, Tuan. Saya akan perhatikan hal itu. Sekarang, Tuan istirahat.""Keluarlah, aku akan ke kamar sebentar lagi."Danu membungkukkan tubuhnya, dan akhirnya ia keluar dari kamar Pak Marvel sambil membawa map yang diberikan oleh Pak Marvel padanya.Pikiran Danu bercabang, sebelah hati ia ingin melaksanakan apa yang dikatakan oleh Pak Marvel, sebelah hatinya lagi mencemaskan keadaan Moreno. Saat ia sudah masuk ke dalam kamarnya, Danu menghubungi rekannya yang tadi ia tugaskan untuk mencari Moreno di area yang sekiranya ada Moreno di sana.Rekannya mengatakan, tidak ada Moreno di area itu, ia mengatakan hanya melihat sejumlah pembalap liar yang sedang berkumpul entah akan melakukan balapan liar atau tidak. Danu terus meminta
"Apakah pria itu sudah meracuni cara berpikir kamu?" tanya Roger dan itu membuat Ridwan tersenyum kecut saat mendengar apa yang diucapkannya."Aku bukan anak kecil yang otaknya bisa mudah diracuni, aku bisa membedakan yang baik dan yang buruk, yang salah dan yang benar, jadi tidak perlu mengatakan sesuatu hingga seolah-olah kamu itu tidak bersalah.""Lalu, apakah kamu tahu kakakmu itu memiliki perangai seperti apa?""Dia memang seenaknya, tapi apakah itu alasan yang tepat untuk membenarkan bahwa pembunuhan kakakku itu wajar?""Tidak ada yang membunuh kakakmu, kakakmu itu bunuh diri, bukan dibunuh, jikapun dia dibunuh pasti pembunuhnya sudah ditangkap karena saat kejadian itu beberapa rider juga turun tangan untuk melakukan penyelidikan.""Apa aku percaya dengan apa yang kamu katakan itu? Seorang Red One bunuh diri? Aku bisa percaya hal itu terjadi jika saja istrimu itu mempermainkan kakakku, sekarang saja dia memiliki dua suami, kamu dan juga Moreno, benar, kan? Jadi, yang jadi racun