"Dia ... Adik dan suamimu kan? Kenapa mereka berdua keluar dari h o tel bersamaan?" tanya Rinta. Nana yang melihat foto di layar ponsel Rinta sontak terkejut dengan pemandangan itu. Tampak foto Dita dan Rama sedang berangkulan keluar dari pintu depan h ot el melati!
Rinta memang pernah beberapa kali ke rumah Nana. Gadis yang dua bulan ini berencana menikah itu, mengenal dekat dengan Dita maupun Rama. Jadi saat dia melihat keduanya keluar dari h ote l yang sama, Rinta dapat langsung mengenalinya mereka. "Astaghfirullahalazim! Tidak mungkin!" desis Nana, berdebar. Wajah nya memucat. Gerakan j an in dalam p e r u t Nana bergerak lebih cepat, seolah tahu perasaan ibunya. "Na! Nana! Astaghfirullah! Kamu kenapa?" Dengan cepat Rinta m eme luk rekan kerjanya itu erat-erat. Diusapnya bahu Nana dengan lembut. "Na, maafin aku..." ujar Rinta dengan suara penuh sesal. Air mata Nana mengalir deras. Dia menangis tanpa suara. Hatinya sakit sekali. Adik semata wayang yang telah dipercayainya sepenuh hati dan suami nya yang nyaris sempurna dalam benaknya telah menorehkan l uka yang begitu t aja m. "Eng-gak. Kamu nggak salah. Aku malah berterima kasih. Kamu sudah memberi tahu tentang hal ini," ujar Nana terbata. Sejenak dia menghela napas panjang. Dunia nya jelas ru nt uh, tapi dia harus harus kuat demi kehidupan kecil dalam ra hi mnya. Lagipula dia harus bertahan dan menyikapi dengan k epal a dingin tentang hal ini. Adik kandung dan suami nya sudah memainkan drama. Sekarang mereka hanya perlu menerima karma. Nana melepaskan p elu kan Rinta lalu mengusap air matanya perlahan dengan punggung tangan. "Ngomong-omong kamu kenapa ke h ot el melati itu?" tanya Nana. "Oh, kemarin saat aku mas Dimas akan membeli nasi padang, kan warungnya ada di samping kanan h ote l. Karena tempat parkiran nya penuh, akhirnya mas Dimas parkir di samping luar pintu depan h ote l melati. Saat aku akan turun dari mobil, aku melihat adik dan suami kandung kamu, Na. Akhirnya aku foto saja. Kamu yang sabar ya," ujar Rinta menatap iba pada temannya. Nana mengangguk. "Insyallah. Sekali lagi terimakasih atas informasi dan semangat nya." "Hm, apa yang akan kamu lakukan sekarang?! Apa kamu akan mel abrak keduanya? Kamu kan sudah membuat buktinya?!" Nana berpikir sejenak. "Enggak, Rin. Aku malas mengotori tanganku dengan me la brak adik dan suamiku. Tapi yang jelas, aku akan menggugat c erai mereka. Tapi tentu saja aku mencari bukti yang lebih valid. Kamu tahu kan kalau seorang laki-laki tidak dapat dan ha ram menikahi kakak dan adik kandung bersamaan. Jadi jelas aku akan melepas mas Rama," ujar Nana, meraih tisu di sampingnya. Hidungnya memerah setelah menangis. "Kamu kuat sekali. Kalau butuh bantuan atau apapun, kabari aku. Aku akan selalu ada untuk kamu, Na." Rinta menjeda kalimat nya sejenak. "Melihat kejadian yang menimpamu, aku jadi takut menikah. Padahal aku sudah tunangan dengan mas Dimas, dan berencana menikah dua bulan lagi. Apa nanti mas Dimas akan mengkh ianati ku? Mengingat mas Rama yang terlihat bucin banget sama kamu bisa bertindak bo d oh seperti itu," ujar Rinta sedih. Nana menghela napas panjang. "Tidak semua laki-laki sama. Ada kok laki-laki baik yang setia. Sehidup sesyurga. Semoga kamu mendapatkan salah satunya. Yang penting setelah menikah, jangan sampai satu rumah dengan ipar. Baik dari pihak kamu maupun dari pihak suami kamu. Karena sebenarnya ipar adalah m au t. Aku juga teledor. Karena merasa kasihan pada Dita yang sebatang kara, akhirnya aku mengajak nya untuk tinggal bersama. Tapi malah terjadi hal-hal seperti ini," sahut Nana sedih. Nana menatap ke arah Rinta dengan serius. "Tolong rahasia- kan hal ini dari teman-teman ya. Aku tidak mau menjadi bahan gibah," sambung Nana. Rinta mengangguk mantap. "Kamu bisa mengandalkan ku. Kabari jika kamu membutuhkan pertolongan, apapun itu, Na. Kita bestie. Kamu selalu membantu aku sejak SMA sampai sama-sama menjadi ASN di ru ma h s aki t ini." *** Nana baru saja pulang dari dinas pagi saat dia melihat Dita sedang menonton tivi. "Hai, mbak! Baru pulang kerja?!" sapa Dita tanpa mengalihkan pandangan nya dari tivi. Nana menatap ke arah adiknya itu. Hatinya bergemuruh. Dia masih tidak mengerti kenapa adik yang begitu disayang dan dipercayainya tega mengk hian ati nya. "Iya, aku membawa nasi padang nih. Makan bareng yuk. Mas Rama mana?" tanya Nana seraya berlalu ke dapur. Dita beranjak mengikuti kakaknya. "Mas Rama sepertinya keluar tadi, tapi nggak tahu kemana," sahut Dita pendek. Dia berjalan mengambil piring. Nana menangkap langkah kaki adiknya yang sedikit aneh. 'Dia pasti nye ri setelah melakukan hal itu,' batin Nana hanya bisa menghela napas, mengatur emosi. "Kamu kenapa? Kok jalanmu agak aneh?" pancing Nana. Wajah Dita memerah. "Uhm, aku.. " Belum sempat Dita menyelesaikan kalimat nya saat terdengar suara Rama. "Kamu sudah pulang ya, Yang?" tanya Rama mendekat. Ada beberapa kantung plastik di tangannya. "Apa ini, Mas?" "Oh, ya, tadi Mas chat kamu lho. Tapi masih centang satu. Mas servis sekalian nyuci mobil tadi. Dan saat melewati baby shop, mas beli beberapa baju untuk baby kita,” ujar Rama sambil mengulurkan kantung plastik putih ke arah Nana. "Oh ya lupa, saat di motor sepulang kerja tadi, datanya ku mat ikan, Mas." Nana mengelus perut nya sesaat, lalu melihat isi plastik yang dibawa sang suami. Dia tidak bisa membayangkan jika anaknya harus lahir tanpa seorang ayah. 'Seandainya kamu tidak berkh ianat, mungkin aku akan menjadi salah satu istri yang paling bahagia, Mas.' Nana tersenyum. "Terima kasih, Mas. Aku ke kamar dulu untuk berganti baju dan menyimpan baju-baju ini. Setelah itu kita makan sama-sama ya," ujar Nana dan berlalu ke arah kamar. Masih terdengar samar suara Rama. "Hari ini kan minggu, nanti sore jalan-jalan ke alun-alun yuk, Yang. Kata kamu kalau jalan-jalan bisa melancarkan pers alinan. Aku dan Dita akan menemanimu," ujar Rama. Nana menoleh ke arah Rama. "Oke, Mas." Nana duduk di ra nja ng kamarnya. Masih tidak percaya dengan perse lingk uhan suami nya. Adik dan suami nya tampak begitu menyayangi nya di rumah. Tak ada tanda-tanda mereka bermain belakang. Tak ada celah yang membuatnya bisa curiga. Sebenarnya sejak kapan mereka mulai melakukan hal itu? *** Malam mulai merangkak semakin larut, hanya terdengar detak jam yang tergantung di dinding. Nana yang sedari tadi berpura-pura memejamkan matanya, akhir nya menoleh ke arah suaminya yang sedang terlelap. Sesaat dia terbawa suasana sehingga satu dua air mata lolos membasahi pipi. Diusapnya air mata, lalu dia segera meraih pon sel sang suami. Mereka sudah sepakat untuk tidak saling memakai pasw ord. Jadi pasti dia bisa menemukan sesuatu di sini. Dengan tangan gemetar, Nana membuka ponsel suaminya. Dijelajahi chat WA, dan ternyata aman. Dia pernah mendengar bahwa selingkuh juga bisa dilakukan di aplikasi lain. Dia pun membuka aplikasi inst agra m, ti kto k, sh opee, bahkan g ofood. Nihil semua. Nana nyaris putus asa untuk mencari cara menangkap ba sah suami dan adiknya. Akhirnya tangannya mengklik aplikasi mo bile lege nds milik suaminya. Seketika jemari Nana seolah membeku saat melihat discord chat percakapan di aplikasi itu! Next?Akhirnya tangannya mengklik aplikasi mo bile leg en ds milik suaminya. Seketika jemari Nana seolah m em be ku saat melihat discord chat percakapan di aplikasi itu! Terpampang jelas chat-chat yang tidak se no n oh di dalam discord itu. [Apa aman jika kita chat di sini, Mas?][Aman. Pasti aman. Kakak kamu nggak akan cu r iga. Dia tidak tertarik dengan aplikasi permainan online. Dia itu cuma terlalu k ol ot dan p olo s. Tidak me nant ang sama sekali. Beda dengan kamu yang h o t, Honey. Kamu juga mampu mengimbangi aku saat bermain mo bile lege nds.][Emoticon menutup wajah malu. Mas, kamu nggak apa-apa kan kalau mengantar jemput aku kuliah? Aku sering dig o da berandal kampus. Naik ojek, bo ros, aku juga nggak bisa naik motor. Takut nab rak. Jalanan disini ramai, berbeda dengan di desa asalku.][Nggak apa-apa dong! Lagian kamu memang ca ntik. Wajar kalau banyak yang meng go da. Lagipula kita kan saling mencintai. Aku berkewajiban melindungi kamu, Honey! Emoticon kiss]Nana merasakan jan
"Sayang, kamu baik-baik ya di dalam. Mama akan selalu melindungi dan memastikan kamu bahagia walaupun papa mu direbut oleh tante kamu sendiri," ujar Nana mengelus perut nya yang buncit. Dengan menghela napas panjang, perempuan berusia 26 tahun itu berusaha fokus mengemudi, namun mendadak Nana teringat dengan chat di discord milik sang suami dan adiknya yang berjalan dengan aneh. Perlahan air mata mengalir menuruni pipinya. Segera diusapnya air mata nya dengan punggung tangan. "Sebenarnya darimana salahnya?! Aku dan Dita sudah ditinggalkan oleh kedua orang tua kami. Apa aku salah mengajak Dita untuk tinggal bersama? Aku pikir dia akan lebih baik kuliah dan tinggal satu kota dengan ku agar mudah mengawasinya sehingga dia bisa kuliah dengan baik dan terhindar dari pergaulan bebas. Aku juga membiayai kuliah dan kebutuhan hidup sehari-harinya. Tapi kenapa dia justru menusuk ku dari belakang?" gumam Nana. Hatinya merasa sesak. Rumah tangga impian nya harus kandas saat Tuhan menghadirkan
"Baiklah, Mas. Tiga hari lagi kamu akan melihat apa yang bisa kulakukan. Kelakuan kamu dan adik ku sungguh tidak bisa dimaafkan!" ucap Nana geram. Dikembalikannya lagi ponsel sang suami ke atas nakas, lalu bersandar di tempat tidur. Perutnya kembali mengencang setiap kali dia memikirkan perselingkuhan adik dan suaminya. Nana menghela napas panjang lalu mengelus perutnya berulang-ulang. Mencoba berdamai dengan nasib yang menimpanya. Hingga rasa kantuk membuainya kedalam mimpi. Sebuah tepukan hangat membangunkannya, membuat Nana membuka mata. Tampak sang suami dengan senyumannya yang khas berdiri di hadapan nya. "Apa yang baru kamu lakukan semalam sampai kamu tidur dengan posisi duduk di ranjang, Yang?" tanya Rama. Nana memaksakan senyumnya. "Perutku mengencang. Rasanya agak nyeri," jawab Nana jujur. Dia menoleh ke arah jam bulat yang menempel di dinding kamar. Masih jam setengah lima pagi. Rama mengusap dan mencium perut sang istri. "Jagoan papa semalam main bola? Besok kalau su
"Oh, ya. Barusan ada tamu ya? Tadi papa ketemu di luar rumah dan kaget saat melihat orang yang nyetir mobilnya ternyata teman SMA papa. Dia pak Danu kan? Pengacara yang biasa menangani kasus perceraian. Ada urusan apa pak Danu kemari, Na?" tanya Papa mertua Nana membuat Nana menelan ludah. Nana menimbang-nimbang kemungkinan nya untuk berterus terang ataukah mendiamkan masalah ini sampai berkas masuk ke pengadilan agama. "Hm, papa yakin kalau tamu yang baru datang tadi adalah teman SMA Papa?" tanya Nana hati-hati. Papa mertua Nana menatap ke arah menantu nya. "Yakin lah. Yakin banget! Kan tadi pak Danu membuka kaca jendela mobil. Jadi papa bisa melihat dengan jelas wajah teman papa itu," ujar papa mertua Nana. "Hm, gitu ya. Wah, kalau saja mama dan papa sampai di sini lebih awal, mungkin mama dan papa bisa reunian dengan beliau ya," jawab Nana mengambang. "Na, jadi benar yang kerumah mu tadi pak Danu? Ada apa? Apa ada masalah dengan pernikahan kalian?" tanya mama mertua nya. Tamp
Belum selesai Nana membaca halaman itu, mendadak terdengar suara dari pintu kamar Dita."Mbak...?"Buku agenda di tangan Nana terjatuh. Nana segera memungutnya lalu menoleh ke asal suara. "Ada apa mbok Inah?" tanya Nana menatap ke arah mbok Nah yang sedang berjalan ke arahnya membawa sebuah paket. "Oh, bu Nana. Saya kira mbak Dita sudah pulang dari kampus. Kok pintu nya terbuka."Nana tersenyum. "Iya, saya cuma ingin mencari buku saya yang semalam dipinjam Dita. Kalau Dita nya ya belum pulang."Nana menjeda kalimatnya. "Memangnya kenapa, Mbok?" "Ini ada paket, Bu." Mbok Inah mengulurkan paket yang terbungkus plastik berwarna hitam dari tangannya ke arah Nana. "Sudah dibayar ini, Mbok? Apa COD?""Sudah lunas, Bu.""Ya sudah. Paket milik Dita saya terima dan saya simpan di kamar, Mbok."Mbok Inah mengangguk lalu keluar dari kamar. Nana melihat paket berukuran sedang itu seraya duduk di pinggir ranjang. Pada awalnya dia berniat untuk meninggalkan paket itu begitu saja. Tapi kemudia
Nana pun langsung membuka pintu kamar Dita, dan tampaklah adiknya itu sedang memakai lingerie di depan lemari kaca seolah memang menunggu kedatangan seseorang. Suara langkah di belakang Dita terdengar jelas. Namun Dita tetap mengaca dan mengoleskan lipstik di bibirnya yang ranum. Lingerie yang dipakai Dita sangat vul gar. Benar-benar hanya diperuntukkan bagi pasangan suami istri yang sah saja. "Gimana menurut kamu? Warna hitam ini cocok untuk ku kan?" tanya Dita. Nana masih terdiam mengawasi adiknya tanpa melangkah lagi. Dita yang curiga karena tidak mendapat kan respon seperti yang diharapkan, akhirnya menoleh ke arah pintu. "Astaga, Mbak Nana! Kok sudah pulang?!" jerit Dita kaget seraya meraih selimut di atas kasurnya dengan cepat lalu menutup kannya ke tubuhnya. Nana tersenyum kecut. "Kenapa kamu kaget? Apa kamu tidak memprediksi kan bahwa aku yang datang? Atau kamu ingin yang berada di kamar kamu saat ini bukan aku, tapi yang lain? Siapa? Mas Rama? Kamu berharap mas Rama yan
"Hm, kamu bilang kayak gitu seolah-olah kamu yang jadi kakak kandungnya Dita, Mas. Bukan aku. Atau kamu cemburu jika ada laki-laki lain yang mendekati adikku?" sahut Nana memasang tampang curiga. "Astaga, Sayang! Kamu ini ngomong apa sih? Orang yang menjadi keluarga kamu tentu saja menjadi keluarga ku. Orang yang kamu jaga, tentu saja akan kujaga juga," ujar Rama cepat. Nana diam sesaat."Tadi mama dan papa kesini, Mas.""Iya. Aku tahu. Mama tadi sudah menelepon ku dan bilang ingin mengantarkan lauk dan mainan untuk anak kita. Mama seneng banget dengan kehamilan kamu dan menunggu-nunggu kelahiran cucu pertama nya. Padahal dedek utun belum launching, tapi sudah banyak kado buat dia," sahut Rama sumringah. "Sebenar nya tadi mama mengatakan sesuatu yang membuatku kepikiran dan overthinking," sahut Nana."Hah, emang mama bilang apa?" "Mama bilang kalau ipar adalah maut. Dan sebenarnya mama tidak setuju kalau Dita tinggal di sini."Rama terkejut mendengar ucapan Nana. "Lah memangnya k
Beberapa saat sebelum nya, Rama duduk di belakang kemudi sambil menunggu Dita keluar dari kampus. [Honey, aku sudah menunggu kamu di depan kampus.]Rama menunggu beberapa saat sampai tanda centang berubah biru. [Lho, Mas. Sudah mau jemput aku? Aku masih nugas sama nongkrong di kafe kampus.][Iya. Aku kan sebenarnya pulang jam 3 sore. Tapi selalu pulang lebih lama karena mengambil lemburan. Hari ini aku ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan kamu. Yuk, Honey, cepetan ya. Katanya kamu sudah beli lingerie?]Di kafe tempat nongkrong, Dita tersenyum sambil menatap ponsel nya. [Oke, Mas. Aku keluar sekarang.]Dita segera membereskan buku dan netbook nya dan memasukkan nya ke dalam tas. Lalu bergegas ke pelataran parkiran kampus mencari Rama. Hati Dita berdebar saat membuka pintu mobil Rama. Digenggamnya erat-erat tas nya yang berisi lingerie warna hitam miliknya. Dita dan Rama saling menatap sejenak. Keduanya tersenyum saat Rama membelai pipi Dita. "Kamu cantik sekali!""Hm, maka