Akhirnya tangannya mengklik aplikasi mo bile leg en ds milik suaminya. Seketika jemari Nana seolah m em be ku saat melihat discord chat percakapan di aplikasi itu!
Terpampang jelas chat-chat yang tidak se no n oh di dalam discord itu. [Apa aman jika kita chat di sini, Mas?] [Aman. Pasti aman. Kakak kamu nggak akan cu r iga. Dia tidak tertarik dengan aplikasi permainan online. Dia itu cuma terlalu k ol ot dan p olo s. Tidak me nant ang sama sekali. Beda dengan kamu yang h o t, Honey. Kamu juga mampu mengimbangi aku saat bermain mo bile lege nds.] [Emoticon menutup wajah malu. Mas, kamu nggak apa-apa kan kalau mengantar jemput aku kuliah? Aku sering dig o da berandal kampus. Naik ojek, bo ros, aku juga nggak bisa naik motor. Takut nab rak. Jalanan disini ramai, berbeda dengan di desa asalku.] [Nggak apa-apa dong! Lagian kamu memang ca ntik. Wajar kalau banyak yang meng go da. Lagipula kita kan saling mencintai. Aku berkewajiban melindungi kamu, Honey! Emoticon kiss] Nana merasakan janin di perut nya bergerak lebih cepat. Matanya mulai me man as. Tapi seperti apapun Nana merasakan dentuman di hatinya, dia tetap bersikukuh untuk mengetahui dan mengumpulkan bukti per sel ing ku han suami dan adiknya. Dia segera meng capture chat di discord dan mengirimkannya ke nomor HP nya sendiri. Dengan dada berdebar, Nana meletakkan ponsel suami nya diatas nakas kembali lalu membaca hasil tangkapan layar itu di ponselnya sendiri. [Mas, minta uang jajan ya. Aku ingin beli I-Ph one. Masa cuma mbak Nana yang dapat kal ung e m as. Aku juga mau lah!] [Boleh, Honey. Apa sih yang enggak untuk kamu. Mumpung aku dapat bo n us ten der. Besok sepulang dari kampus, aku jemput ya. Tapi syaratnya kamu harus... Emoticon melet] [Tentu saja, Mas. Tapi boleh dong ganti h o t el. Yang agak bagusan dikit] [Boleh. Tapi biar aku yang menentukan ya. Karena aku harus memastikan bahwa h ot e l nya jauh dari rumah] [Ehm, sebenarnya aku juga ingin kamu menikahiku, Mas. Aku rela kok berbagi dengan mbak Nana. Emoticon berkaca-kaca penuh harap.] [Hm, Honey, bukan kah kita sudah sepakat untuk tidak membahas hal itu? Kita jalani saja dengan santai ya. Yang penting kamu harus tahu kalau kita saling mencintai.] Nana menghela napas panjang. Memberikan waktu bagi hatinya untuk menerima semua hal m eny ak itk an yang diterimanya. [Oh ya, sepertinya besok tidak mungkin. Kita nggak bisa kalau sering-sering bertemu di luar rumah dan pulang telat. Bisa-bisa kakak kamu cu r i* a. Seperti nya paling aman seminggu hari lagi ya, Honey. Sekalian beli I-Ph one.] [Ck, ngalah lagi. Kamu nggak adil membagi waktu antara aku dan mbak Nana. Selaluuu mbak Nana yang diutamakan. Aku juga manusia biasa yang punya rasa cemburu. Aku juga ingin memberi tahu dunia kalau kita saling memiliki.] Hanya sampai di sana tangkapan layar yang dikirim oleh Nana. Memang Rama dan Dita tidak selalu ngobrol di chat. Nana berpikir sejenak. Dia tidak bisa me nya dap WA Rama karena mereka berkomunikasi di chat di sco rd. Tapi selintas ide muncul di benak Nana. 'Baiklah, Mas. Kamu ju al, aku be li!' Nana segera mengetik pesan untuk Rinta. [Rin, aku butuh bantuan kamu. Maaf menganggu tengah malam, tapi apakah kamu mengenal orang yang mengerti tentang kelistrikan dan G P S? Aku ingin memasang G P S di mobil mas Rama. Besok juga antar aku ke toko elektronik untuk membeli G P S ya. Terimakasih, Rin.] Klik. Terkirim. Centang satu. 'Pasti Rinta sudah tidur. Aku akan mengurus hal ini besok,' batin Nana. Dia kemudian berusaha untuk memejamkan mata meskipun sulit untuk terpejam. *** "Mas, hari ini aku ijin bawa mobil ya, kamu bawa motor. Jadi biar aku yang mengantar Dita kuliah. Kamu ada kuliah pagi ini kan?" tanya Nana saat mereka bertiga sedang menikmati roti b a k ar untuk sarapan. "Uhuk! Uhuk!" Dita dan Rama terbatuk hampir bersamaan. "Hm, loh kenapa Dit? Mas Rama? Aku salah ngomong?" "Enggak. Emangnya kenapa motor kamu? Dan siapa yang nganter Dita kuliah?" "Aku ada keperluan sama temen-temen. Untuk hari ini saja. Sepulang kerja mungkin aku akan pulang agak sore karena a n a knya k e p a la ruangan ku menikah. Jadi dan teman-teman akan menghadiri pernikahannya," ucap Nana menatap dengan serius ke mata Rama. 'Maaf, aku sudah ber bo h ong padamu, Mas. Tapi aku harus melakukan nya. Sakit bukan kalau tahu d ib oho ngi?' "Lalu siapa yang akan mengantar Dita ke kampus?" "Hm, Mas. Aku bisa kok naik ojek online. Jadi nggak usah khawatir," sahut Dita cepat. Sok baik dan cari perhatian. "Aku yang akan mengantar kuliah Dita. Pulangnya bisa naik ojol kan?" tanya Nana balik. Dita mengangguk meskipun berat. Rama masih terlihat berpikir. "Baiklah, kamu bawa saja mobilnya hari ini." Rama memberikan kunci mobilnya ke arah Nana. "Baiklah. Terima kasih, Mas. Aku akan menyetir dengan hati-hati." "Aku hanya tidak ingin kamu dan a n a k kita kenapa-napa kalau kamu tidak hati- hati dalam menyetir mobil, Sayang." "Tenang saja. Aku akan hati- hati. Kamu yang seharusnya berhati-hati juga menjaga hati kamu untuk aku, Mas. Jangan sampai orang lain ikut masuk di dalamnya," sindir Nana. Rama seketika menghentikan suapannya. "Apa maksud kamu ngomong seperti itu? Kamu nuduh aku s eli ngk uh, Na?" tanya Rama tegas, seketika suasana ruang makan menjadi t ega ng. "Nggak. Tapi setelah ini aku melahirkan. Mas puasa sampai maksimal 60 hari. Belum lagi kondisi b a d an aku yang pasti melar setelah me lah ir kan. Apa kamu bisa menjamin untuk setia, Mas?" tanya Nana. Dia membalas tatapan Rama. Sehingga suaminya terlihat canggung. "Aku akan tetap setia padamu seperti apapun kondisi dan apapun yang terjadi padamu, Yang," sahut Rama menggenggam tangan Nana. Tiba-tiba, sreekkk! Dita berdiri dan me n ar ik kursi nya. "Hm, maaf menganggu ro ma nti sme kalian. Tapi aku ingat ada tugas kuliah yang belum selesai. Aku naik ojol saja, Mbak, Mas!" seru Dita lalu nyaris berlari meninggalkan Rama dan Nana. Tak diacuhkan nya seruan Nana yang meminta nya untuk berhenti. "Dit, Dita! Tunggu! Ayo bareng mbak saja!" *** Nana melihat dengan puas kearah mobilnya. Rinta baru saja meminta bantuan Dimas, tunangannya yang memasang G P S di mobil Rama. "Terima kasih ya Rin, Mas. Aku tidak bisa membalas kebaikan kalian. Biar Allah saja yang membalasnya." Dimas tersenyum. "Sama-sama, Na. Kemarin Rinta cerita tentang masalah kamu. Aku turut prihatin. Semoga segera mendapatkan solusinya. Hm, kalau jadi berpisah, apa kamu mau ku kenal kan kakakku. Dia.. Aawwww!! Kenapa sih kakiku diin jak, Beb?" tanya Dimas mendelik kearah Rinta. "Kamu itu nggak kasihan sama teman aku?! Dia sedang dikhianati suaminya. Kamu malah ingin mengenalkannya dengan kakak mu, Mas. Pasti Nana masih trauma lah," ujar Rinta. Dimas hanya meringis. "Maaf, Na. Aku tidak bermaksud b u r uk." "Aku tahu kok. Ngomong-ngomong, terima kasih sekali lagi ya atas bantuannya. Aku pulang dulu. " Nana pun melajukan mobilnya ke arah rumah. Rencana selanjutnya telah tersusun. "Sayang, kamu baik-baik ya di dalam. Mama akan selalu melindungi dan memastikan kamu bahagia walaupun papa mu di re but oleh tante kamu sendiri," ujar Nana mengelus p e r ut nya yang buncit. Next?"Sayang, kamu baik-baik ya di dalam. Mama akan selalu melindungi dan memastikan kamu bahagia walaupun papa mu direbut oleh tante kamu sendiri," ujar Nana mengelus perut nya yang buncit. Dengan menghela napas panjang, perempuan berusia 26 tahun itu berusaha fokus mengemudi, namun mendadak Nana teringat dengan chat di discord milik sang suami dan adiknya yang berjalan dengan aneh. Perlahan air mata mengalir menuruni pipinya. Segera diusapnya air mata nya dengan punggung tangan. "Sebenarnya darimana salahnya?! Aku dan Dita sudah ditinggalkan oleh kedua orang tua kami. Apa aku salah mengajak Dita untuk tinggal bersama? Aku pikir dia akan lebih baik kuliah dan tinggal satu kota dengan ku agar mudah mengawasinya sehingga dia bisa kuliah dengan baik dan terhindar dari pergaulan bebas. Aku juga membiayai kuliah dan kebutuhan hidup sehari-harinya. Tapi kenapa dia justru menusuk ku dari belakang?" gumam Nana. Hatinya merasa sesak. Rumah tangga impian nya harus kandas saat Tuhan menghadirkan
"Baiklah, Mas. Tiga hari lagi kamu akan melihat apa yang bisa kulakukan. Kelakuan kamu dan adik ku sungguh tidak bisa dimaafkan!" ucap Nana geram. Dikembalikannya lagi ponsel sang suami ke atas nakas, lalu bersandar di tempat tidur. Perutnya kembali mengencang setiap kali dia memikirkan perselingkuhan adik dan suaminya. Nana menghela napas panjang lalu mengelus perutnya berulang-ulang. Mencoba berdamai dengan nasib yang menimpanya. Hingga rasa kantuk membuainya kedalam mimpi. Sebuah tepukan hangat membangunkannya, membuat Nana membuka mata. Tampak sang suami dengan senyumannya yang khas berdiri di hadapan nya. "Apa yang baru kamu lakukan semalam sampai kamu tidur dengan posisi duduk di ranjang, Yang?" tanya Rama. Nana memaksakan senyumnya. "Perutku mengencang. Rasanya agak nyeri," jawab Nana jujur. Dia menoleh ke arah jam bulat yang menempel di dinding kamar. Masih jam setengah lima pagi. Rama mengusap dan mencium perut sang istri. "Jagoan papa semalam main bola? Besok kalau su
"Oh, ya. Barusan ada tamu ya? Tadi papa ketemu di luar rumah dan kaget saat melihat orang yang nyetir mobilnya ternyata teman SMA papa. Dia pak Danu kan? Pengacara yang biasa menangani kasus perceraian. Ada urusan apa pak Danu kemari, Na?" tanya Papa mertua Nana membuat Nana menelan ludah. Nana menimbang-nimbang kemungkinan nya untuk berterus terang ataukah mendiamkan masalah ini sampai berkas masuk ke pengadilan agama. "Hm, papa yakin kalau tamu yang baru datang tadi adalah teman SMA Papa?" tanya Nana hati-hati. Papa mertua Nana menatap ke arah menantu nya. "Yakin lah. Yakin banget! Kan tadi pak Danu membuka kaca jendela mobil. Jadi papa bisa melihat dengan jelas wajah teman papa itu," ujar papa mertua Nana. "Hm, gitu ya. Wah, kalau saja mama dan papa sampai di sini lebih awal, mungkin mama dan papa bisa reunian dengan beliau ya," jawab Nana mengambang. "Na, jadi benar yang kerumah mu tadi pak Danu? Ada apa? Apa ada masalah dengan pernikahan kalian?" tanya mama mertua nya. Tamp
Belum selesai Nana membaca halaman itu, mendadak terdengar suara dari pintu kamar Dita."Mbak...?"Buku agenda di tangan Nana terjatuh. Nana segera memungutnya lalu menoleh ke asal suara. "Ada apa mbok Inah?" tanya Nana menatap ke arah mbok Nah yang sedang berjalan ke arahnya membawa sebuah paket. "Oh, bu Nana. Saya kira mbak Dita sudah pulang dari kampus. Kok pintu nya terbuka."Nana tersenyum. "Iya, saya cuma ingin mencari buku saya yang semalam dipinjam Dita. Kalau Dita nya ya belum pulang."Nana menjeda kalimatnya. "Memangnya kenapa, Mbok?" "Ini ada paket, Bu." Mbok Inah mengulurkan paket yang terbungkus plastik berwarna hitam dari tangannya ke arah Nana. "Sudah dibayar ini, Mbok? Apa COD?""Sudah lunas, Bu.""Ya sudah. Paket milik Dita saya terima dan saya simpan di kamar, Mbok."Mbok Inah mengangguk lalu keluar dari kamar. Nana melihat paket berukuran sedang itu seraya duduk di pinggir ranjang. Pada awalnya dia berniat untuk meninggalkan paket itu begitu saja. Tapi kemudia
Nana pun langsung membuka pintu kamar Dita, dan tampaklah adiknya itu sedang memakai lingerie di depan lemari kaca seolah memang menunggu kedatangan seseorang. Suara langkah di belakang Dita terdengar jelas. Namun Dita tetap mengaca dan mengoleskan lipstik di bibirnya yang ranum. Lingerie yang dipakai Dita sangat vul gar. Benar-benar hanya diperuntukkan bagi pasangan suami istri yang sah saja. "Gimana menurut kamu? Warna hitam ini cocok untuk ku kan?" tanya Dita. Nana masih terdiam mengawasi adiknya tanpa melangkah lagi. Dita yang curiga karena tidak mendapat kan respon seperti yang diharapkan, akhirnya menoleh ke arah pintu. "Astaga, Mbak Nana! Kok sudah pulang?!" jerit Dita kaget seraya meraih selimut di atas kasurnya dengan cepat lalu menutup kannya ke tubuhnya. Nana tersenyum kecut. "Kenapa kamu kaget? Apa kamu tidak memprediksi kan bahwa aku yang datang? Atau kamu ingin yang berada di kamar kamu saat ini bukan aku, tapi yang lain? Siapa? Mas Rama? Kamu berharap mas Rama yan
"Hm, kamu bilang kayak gitu seolah-olah kamu yang jadi kakak kandungnya Dita, Mas. Bukan aku. Atau kamu cemburu jika ada laki-laki lain yang mendekati adikku?" sahut Nana memasang tampang curiga. "Astaga, Sayang! Kamu ini ngomong apa sih? Orang yang menjadi keluarga kamu tentu saja menjadi keluarga ku. Orang yang kamu jaga, tentu saja akan kujaga juga," ujar Rama cepat. Nana diam sesaat."Tadi mama dan papa kesini, Mas.""Iya. Aku tahu. Mama tadi sudah menelepon ku dan bilang ingin mengantarkan lauk dan mainan untuk anak kita. Mama seneng banget dengan kehamilan kamu dan menunggu-nunggu kelahiran cucu pertama nya. Padahal dedek utun belum launching, tapi sudah banyak kado buat dia," sahut Rama sumringah. "Sebenar nya tadi mama mengatakan sesuatu yang membuatku kepikiran dan overthinking," sahut Nana."Hah, emang mama bilang apa?" "Mama bilang kalau ipar adalah maut. Dan sebenarnya mama tidak setuju kalau Dita tinggal di sini."Rama terkejut mendengar ucapan Nana. "Lah memangnya k
Beberapa saat sebelum nya, Rama duduk di belakang kemudi sambil menunggu Dita keluar dari kampus. [Honey, aku sudah menunggu kamu di depan kampus.]Rama menunggu beberapa saat sampai tanda centang berubah biru. [Lho, Mas. Sudah mau jemput aku? Aku masih nugas sama nongkrong di kafe kampus.][Iya. Aku kan sebenarnya pulang jam 3 sore. Tapi selalu pulang lebih lama karena mengambil lemburan. Hari ini aku ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan kamu. Yuk, Honey, cepetan ya. Katanya kamu sudah beli lingerie?]Di kafe tempat nongkrong, Dita tersenyum sambil menatap ponsel nya. [Oke, Mas. Aku keluar sekarang.]Dita segera membereskan buku dan netbook nya dan memasukkan nya ke dalam tas. Lalu bergegas ke pelataran parkiran kampus mencari Rama. Hati Dita berdebar saat membuka pintu mobil Rama. Digenggamnya erat-erat tas nya yang berisi lingerie warna hitam miliknya. Dita dan Rama saling menatap sejenak. Keduanya tersenyum saat Rama membelai pipi Dita. "Kamu cantik sekali!""Hm, maka
"Pak polisi! Tolong bawa saja kedua orang ini! Karena saya tidak mau berdamai dengan mereka!" ujar Nana geram. Polisi menarik tangan Dita sehingga menjauh dari Nana. Dita hampir terjerembab di lantai kamar. Rama buru-buru bergegas menolongnya. Dita menatap wajah Rama dengan tatapan sedih. "Mas, tolong katakan pada mbak Nana agar melepaskan kita. Bukankah kita adalah saudara? Tolong Mas, aku nggak mau di penjara," ujar Dita menghiba. Rama mengangguk lalu mendekat ke arah Nana. "Sayang, aku khilaf. Kami khilaf. Aku akui kami bersalah. Tapi mengingat pernikahan kita yang hampir 2 tahun dan anak kita yang akan lahir, kumohon maafkan aku. Aku berjanji kalau kamu memberikan aku kesempatan kedua, aku akan lebih mencintai dan menyayangimu. Aku ingin berdamai dengan kamu, Na. Kamu masih mencintai aku kan?" tanya Rama menghiba. Rama menatap intens mata Nana. Mencoba untuk membuat istri nya iba sehingga mau memaafkan perlakuan nya. "Seharusnya kamu memikirkan tentang hal ini lebih dulu se