Belum selesai Nana membaca halaman itu, mendadak terdengar suara dari pintu kamar Dita."Mbak...?"Buku agenda di tangan Nana terjatuh. Nana segera memungutnya lalu menoleh ke asal suara. "Ada apa mbok Inah?" tanya Nana menatap ke arah mbok Nah yang sedang berjalan ke arahnya membawa sebuah paket. "Oh, bu Nana. Saya kira mbak Dita sudah pulang dari kampus. Kok pintu nya terbuka."Nana tersenyum. "Iya, saya cuma ingin mencari buku saya yang semalam dipinjam Dita. Kalau Dita nya ya belum pulang."Nana menjeda kalimatnya. "Memangnya kenapa, Mbok?" "Ini ada paket, Bu." Mbok Inah mengulurkan paket yang terbungkus plastik berwarna hitam dari tangannya ke arah Nana. "Sudah dibayar ini, Mbok? Apa COD?""Sudah lunas, Bu.""Ya sudah. Paket milik Dita saya terima dan saya simpan di kamar, Mbok."Mbok Inah mengangguk lalu keluar dari kamar. Nana melihat paket berukuran sedang itu seraya duduk di pinggir ranjang. Pada awalnya dia berniat untuk meninggalkan paket itu begitu saja. Tapi kemudia
Nana pun langsung membuka pintu kamar Dita, dan tampaklah adiknya itu sedang memakai lingerie di depan lemari kaca seolah memang menunggu kedatangan seseorang. Suara langkah di belakang Dita terdengar jelas. Namun Dita tetap mengaca dan mengoleskan lipstik di bibirnya yang ranum. Lingerie yang dipakai Dita sangat vul gar. Benar-benar hanya diperuntukkan bagi pasangan suami istri yang sah saja. "Gimana menurut kamu? Warna hitam ini cocok untuk ku kan?" tanya Dita. Nana masih terdiam mengawasi adiknya tanpa melangkah lagi. Dita yang curiga karena tidak mendapat kan respon seperti yang diharapkan, akhirnya menoleh ke arah pintu. "Astaga, Mbak Nana! Kok sudah pulang?!" jerit Dita kaget seraya meraih selimut di atas kasurnya dengan cepat lalu menutup kannya ke tubuhnya. Nana tersenyum kecut. "Kenapa kamu kaget? Apa kamu tidak memprediksi kan bahwa aku yang datang? Atau kamu ingin yang berada di kamar kamu saat ini bukan aku, tapi yang lain? Siapa? Mas Rama? Kamu berharap mas Rama yan
"Hm, kamu bilang kayak gitu seolah-olah kamu yang jadi kakak kandungnya Dita, Mas. Bukan aku. Atau kamu cemburu jika ada laki-laki lain yang mendekati adikku?" sahut Nana memasang tampang curiga. "Astaga, Sayang! Kamu ini ngomong apa sih? Orang yang menjadi keluarga kamu tentu saja menjadi keluarga ku. Orang yang kamu jaga, tentu saja akan kujaga juga," ujar Rama cepat. Nana diam sesaat."Tadi mama dan papa kesini, Mas.""Iya. Aku tahu. Mama tadi sudah menelepon ku dan bilang ingin mengantarkan lauk dan mainan untuk anak kita. Mama seneng banget dengan kehamilan kamu dan menunggu-nunggu kelahiran cucu pertama nya. Padahal dedek utun belum launching, tapi sudah banyak kado buat dia," sahut Rama sumringah. "Sebenar nya tadi mama mengatakan sesuatu yang membuatku kepikiran dan overthinking," sahut Nana."Hah, emang mama bilang apa?" "Mama bilang kalau ipar adalah maut. Dan sebenarnya mama tidak setuju kalau Dita tinggal di sini."Rama terkejut mendengar ucapan Nana. "Lah memangnya k
Beberapa saat sebelum nya, Rama duduk di belakang kemudi sambil menunggu Dita keluar dari kampus. [Honey, aku sudah menunggu kamu di depan kampus.]Rama menunggu beberapa saat sampai tanda centang berubah biru. [Lho, Mas. Sudah mau jemput aku? Aku masih nugas sama nongkrong di kafe kampus.][Iya. Aku kan sebenarnya pulang jam 3 sore. Tapi selalu pulang lebih lama karena mengambil lemburan. Hari ini aku ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan kamu. Yuk, Honey, cepetan ya. Katanya kamu sudah beli lingerie?]Di kafe tempat nongkrong, Dita tersenyum sambil menatap ponsel nya. [Oke, Mas. Aku keluar sekarang.]Dita segera membereskan buku dan netbook nya dan memasukkan nya ke dalam tas. Lalu bergegas ke pelataran parkiran kampus mencari Rama. Hati Dita berdebar saat membuka pintu mobil Rama. Digenggamnya erat-erat tas nya yang berisi lingerie warna hitam miliknya. Dita dan Rama saling menatap sejenak. Keduanya tersenyum saat Rama membelai pipi Dita. "Kamu cantik sekali!""Hm, maka
"Pak polisi! Tolong bawa saja kedua orang ini! Karena saya tidak mau berdamai dengan mereka!" ujar Nana geram. Polisi menarik tangan Dita sehingga menjauh dari Nana. Dita hampir terjerembab di lantai kamar. Rama buru-buru bergegas menolongnya. Dita menatap wajah Rama dengan tatapan sedih. "Mas, tolong katakan pada mbak Nana agar melepaskan kita. Bukankah kita adalah saudara? Tolong Mas, aku nggak mau di penjara," ujar Dita menghiba. Rama mengangguk lalu mendekat ke arah Nana. "Sayang, aku khilaf. Kami khilaf. Aku akui kami bersalah. Tapi mengingat pernikahan kita yang hampir 2 tahun dan anak kita yang akan lahir, kumohon maafkan aku. Aku berjanji kalau kamu memberikan aku kesempatan kedua, aku akan lebih mencintai dan menyayangimu. Aku ingin berdamai dengan kamu, Na. Kamu masih mencintai aku kan?" tanya Rama menghiba. Rama menatap intens mata Nana. Mencoba untuk membuat istri nya iba sehingga mau memaafkan perlakuan nya. "Seharusnya kamu memikirkan tentang hal ini lebih dulu se
Suasana hening sejenak. "Ehem, Nak Nana." Kali ini giliran papa mertua Nana yang angkat bicara. "Ya, Pa?""Papa dan Mama sangat menyayangi mu. Papa juga menyayangkan perselingkuhan yang dilakukan oleh Rama. Tapi Papa tidak mau anak sulung papa di penjara. Jadi.. Papa minta padamu untuk menawarkan jalan damai. Apapun yang kamu minta pasti papa kabulkan, asalkan kamu mau mencabut tuntutan kamu pada Rama. Papa membawa pengacara untuk memudahkan kasus ini, Na. Biarlah Rama menyadari kesalahannya di rumah papa bukan di penjara," ujar papa mertua Nana. Nana menghela napas panjang. Sebenarnya dia ingin melihat suami dan adik kandung nya dipenjara agar mengalami rasa sakit lebih daripada yang dirasakan nya. Tapi dia juga mempunyai rencana lain jika keluarga Rama memilih damai. "Baiklah, Pa, Ma. Saya bersedia berdamai dengan beberapa syarat.""Katakan apa saja syarat jalan damainya, papa dan mama akan usahakan, Na.""Pertama saya ingin bertanya pada papa dan mama, apakah papa dan mama jug
"Huhuhu, mbak Nana jahat! Teganya dia memasukkan aku ke sini!" gumam Dita lirih diantara isak tangis. Dia baru berhenti menangis saat sebuah suara mengagetkan nya. "Heh, Lu jangan menangis saja! Brisik! Gue hajar juga ya ntar kalo nggak bisa diam!"Dita menoleh ke asal suara. "Memang nya tahanan ini hanya punya kamu? Kesel! Jangan seenaknya nyuruh-nyuruh orang!" desis Dita kesal. Dia sangat kesal dengan Nana dan sedang ingin melampiaskan kemarahannya. Dita baru saja menyelesaikan kalimat nya saat teman di tahanannya itu mendelik dan menarik rambut panjang nya. "Astaga! Lepasin! Sakit tahu!" teriak Dita galak. Tapi tahanan yang satu sel dengan Dita itu tidak melepaskan tangannya. Dia justru semakin erat menjambak rambut Dita. Dita pun membalas menjambak rambut teman satu sel nya dengan sekuat tenaga. "Lepasin b r e n g s e k!""Nggak! LU yang b r en g sek! Lu kan ditahan di sini atas kasus ku mpul k ebo kan?! Cih, dasar murahan! Aku ini paling benci valakor!"Dita terperanjat mend
Yanuar mengangguk-anggukkan kepala nya. "Baiklah, silakan dulu tanda tangan di kertas bermateri ini," ujar Yanuar sambil mengulurkan selembar kertas bermaterai dan pena ke arah Dita. 'Baiklah, tidak apa-apa jika sekarang aku kehilangan uang. Toh, nanti jika aku dan mas Rama menikah, aku juga akan dinafkahi oleh mas Rama dan bisa banyak uang lagi,' batin Dita riang. *** Nana tersenyum saat pengacara nya menyerahkan surat kesepakatan dari Yanuar. "Satu masalah sudah terselesaikan. Sekarang bu Nana harus siap untuk melakukan sidang mediasi pertama di pengadilan agama." Nana mengangguk antusias. "Saya sudah siap, Pak. Insyallah. Kapan jadwal sidang mediasi itu?" "Tiga hari lagi. Jadi bu Nana kalau bisa datang dulu untuk pertama kali. Nanti kalau ada jadwal sidang-sidang yang lain, biar saya yang maju," ujar pengacara Nana. *** "Na, kamu baik-baik saja kan?" tanya Rinta saat melihat mata Nana yang sembab. "Yah, begitu lah. Sekarang aku melalui malam sendiri. Aku sebenarnya
Fatur, pengacara Rama yang gusar karena Rama tidak dapat dihubungi, akhir nya memutuskan untuk mencari Rama dan akhirnya sampailah pengacara Rama di rumah papa Rama. Fatur menekan bel pintu rumah Rama dan dibukakan oleh asisten rumah tangga. "Apakah benar di sini rumah pak Joko, bapak dari pak Rama?" tanya pengacara Rama. "Betul. Saya panggil kan dulu Pak Joko dulu, Pak," pamit asisten rumah tangga Rama dengan sopan dan segera berlalu ke dalam rumah. Tak lama kemudian, papa Rama menemui pengacara sang anak di ruang tamu. "Maaf, Pak, saya adalah pengacara bapak Rama. Apa Pak Rama ada di sini? Nomornya tidak dapat dihubungi dari tadi," ujar pengacara Rama membuat perasaan Joko menjadi tidak enak. "Pengacara anak saya? Memangnya anak saya ada kasus apa?!" tanya Joko pada Fatur. Pengacara Rama berpikir sejenak. "Sebenarnya saya selaku pengacara klien tidak diperkenankan untuk membuka rahasia klien, Pak. Meskipun pada keluarga sendiri tanpa persetujuan klien. Tapi sepertinya bapak t
"Halo, Pak Rama, saya menemukan kejanggalan pada tanda tangan surat wasiat pak Johan. Karena sebenarnya pak Johan sudah mempunyai pengacara dan notaris untuk mengurus harta warisannya. Dalam surat wasiat yang ada di pengacara pribadi pak Johan, beliau menyebutkan bahwa semua warisan beliau akan diberikan ke yayasan lansia dan dinas sosial."Rama bagaikan tersambar petir di siang bolong saat mendengar berita itu. "Hah? Apa?!""Iya, Pak. Jadi saat saya menyesuaikan tanda tangan dan sertifikat aset- aset milik pak Johan yang bapak berikan pada saya, pengacara almarhum, mencari saya dan mengatakan bahwa semua harta yang telah dimiliki pak Johan akan diberikan pada panti lansia dan dinas sosial," ujar pengacara Rama membuat kepala Rama sontak merasa pusing. "Tidak mungkin!""Saat ini hal itu yang terjadi, Pak Rama. Bahkan pengacara almarhum pak Johan marah-marah melihat surat wasiat yang telah bapak berikan pada saya. Pengacara pak Johan akan melaporkan pak Rama ke kantor polisi atas tud
"Asisten pelayan Johan pernah bercerita kalau dia punya alergi kacang. Dia bilang akan kesulitan bernapas jika alerginya kambuh. Karena itu Johan sangat berhati- hati dalam memilih makanan. Aku minta kamu buatkan bubur ayam yang disiram dengan kuah kacang. Lalu menyuapi Johan. Setelah itu kita klaim kematian Johan karena serangan jantung atau dia sembrono dalam hal makanan. Harta Johan akan menjadi milik kita jika dia ma ti. Kamu mau membantu ku kan?" tanya Rama. Dan Dita pun mengangguk tanpa berpikir panjang. "Baik. Kita sudah sepakat ya? Sekarang kita sedang naik di kapal yang sama." Rama mengulurkan tangan kanannya ke arah Dita. Dan Dita menjabat tangan Rama. "Ya, kita berada dalam satu kapal sekarang. Aku akan membantu kamu menyingkirkan Om Johan, asalkan kamu juga memberikan sebagian aset om Johan padaku! Kalau kamu tidak menepati janji, aku akan membongkar kebusukan kamu di polisi," ancam Dita. Rama menyeringai. "Tentu saja aku akan membagi aset om Johan denganmu. Ta
Rama menaikkan kecepatan dan menuju ke arah Nana yang sedang bergandengan tangan dengan Arjuna. "Ma ti lah kamu, Na! Hiyaaatt!"Arjuna yang berada di samping Nana secara reflek menoleh ke arah mobil milik Rama. "Astaghfirullah, Sayang! Awas!"Arjuna menarik Nana dengan kencang sehingga Nana membentur dada Arjuna. Rama yang melihat sasaran yang hendak ditabraknya lolos segera banting setir ke kanan dan menjauh dari Nana dan Arjuna lalu segera melarikan diri. "Astaghfirullah! Untung kamu selamat, Yang," ujar Arjuna sambil memeluk istri nya yang gemetaran. Nana yang masih terkejut dan gemeteran karena nyaris tertabrak mobil Rama berasa lemas di pelukan Arjuna sehingga tidak sempat mengenali mobil Rama. "Tolong! Tolong! Kami hampir ditabrak orang!" seru Arjuna. Dia sebenarnya sangat ingin mengejar orang yang nyaris saja menabrak Nana. Tapi dia merasa Nana yang masih gemetaran dalam pelukan nya lebih membutuhkan perhatian. Beberapa orang yang berada di sekitar kejadian dan mendengar
Pak Johan pun akhirnya melepaskan bu Sarah dan memberikan sebagian harta gono gini. Pernah suatu malam Pak Johan mabok dan akhirnya meracau bahwa dia akan membalas sakit hatinya pada bu Sarah dengan meniduri semua laki-laki yang pernah tidur dengan bu Sarah tanpa terkecuali," ucap kepala pelayan itu membuat Rama tercengang."Astaga, jadi ternyata seperti itu cerita nya?" tanya Rama menggeleng- gelengkan kepalanya."Betul. Sepertinya pak Johan sangat dendam pada bu Sarah sehingga masih penasaran dan akhirnya mengetahui tentang bu Sarah yang mempunyai club malam. Pak Johan lalu mendaftarkan diri sebagai salah satu membernya. Bu Sarah pun dengan profesional menerima pak Johan sebagai member langganan.""Kenapa tidak ada foto dan jejak pernikahan antara Om Johan dengan Tante Sarah?""Hm, mungkin pak Johan menyembunyikan nya dalam satu tempat atau membakar nya. Saya pun tidak tahu, pak Rama," sahut kepala pelayan itu. Mendadak Rama teringat pada lemari di kamar Johan dan berpikir bahwa se
Arjuna dan Nana sibuk menata baju ke dalam tas mereka. "Kamu yakin akan mengambil libur tiga hari ke pulau Bali?" tanya Nana. Arjuna mengangguk. "Pasien klinik aku titipkan ke dokter RSUD saja. Kami sudah janjian kok kalau minggu ini aku yang honey moon. Minggu depan beliau yang ambil libur dan menitipkan pasiennya padaku," ujar Arjuna sambil menyimpan sikat dan pasta gigi ke dalam pouch mandinya. Nana terdiam dan hanya memperhatikan Arjuna dengan seksama. "Kamu kenapa, Yang? Kok gitu mandangin nya? Jangan -jangan kamu baru sadar ya kalau aku tampan?" ujar Arjuna tertawa melihat Nana yang sedang serius menatapnya. Nana mencubit lengan sang suami. "Ih, kamu pede bener deh, Mas!" ujar Nana seraya tertawa. Arjuna pun tertawa. "Tapi kamu memang ganteng, Mas. Sebenarnya bukan itu yang menjadi perhatian ku sekarang."Arjuna mengerutkan dahinya. "Lalu apa? Apa yang menyebabkan kamu begitu serius melibatku kalau bukan karena aku yang ganteng?!" "Karena aku takjub sih melihat laki-la
"Kita bicara di luar saja, Dit. Ayo ikut aku naik mobil. Aku punya ide agar kita kaya raya selamanya. Tapi aku butuh bantuan kamu," ujar Rama seraya menatap Dita dengan serius, membuat Dita melongo. "Bantuan apa, Mas? Kamu sedang butuh uang? Aku nggak ada duit untuk bantu kamu," ujar Dita to the point. "Nggak, bukan. Aku nggak butuh uangmu. Aku butuh tenaga kamu," ujar Rama. Dita mengerutkan dahinya. "Tenagaku? Untuk apa?""Kita bicarakan di tempat lain ya. Jangan di sini," ujar Rama. Dia lalu berjalan mendahului Dita masuk ke dalam mobil. Membuat Dita yang masih kebingungan, mau tidak mau mengekori Rama. Rama tampak beberapa kali mengusap wajah dan tengkuknya dengan gusar. Dita hanya bisa melirik nya tanpa berani menanyakan apapun. Tapi tak urung juga Dita membatin tentang kondisi Rama yang semakin kurus. Perjalanan Dita memakan waktu sekitar tiga puluh menit sampai mereka tiba di pantai yang sepi. Rama menghela napas dan mengajak Dita untuk turun dari mobil. Rama dan Dita dud
Jantung Dita seakan berhenti berdetak mendengar percakapan antara bidan itu. 'Hah? Laki-laki perdarahan di an us? Jangan-jangan dia...?!”Dita menajam kan pendengaran nya tapi kedua suster itu tidak lagi membicarakan tentang pasien yang dimaksud. "Sus, sut!" seru Dita dari bed pasien yang tirainya setengah tertutup. "Ya, Bu, ada apa?" tanya salah satu bidan mendekat ke bed Dita. Dita tampak ragu untuk menanyakan tentang rasa penasaran nya, tapi akhirnya dia memilih untuk bertanya dengan blak-blakan tidak peduli dengan pandangan bidan-bidan itu terhadap kekepoannya. "Siapa pasien yang tadi suster bicarakan?"Bidan di hadapan nya mengerutkan dahi. "Pasien yang mana maksud nya, Bu?!""Uhm, pasien yang perdarahan a n u s. Boleh kah saya tahu siapa namanya!?"Bidan itu menghela napas. Dia sadar sudah melakukan kesalahan telah membahas privasi pasien sembarangan walaupun tanpa menyebutkan identitasnya. "Hm, sebaiknya bu Dita tidak mengurus tentang pasien lain. Ibu fokus saja dengan p
Beberapa waktu sebelum nya, Dita melihat saldo hasil dari mengemis online nya di grup Facebook dengan puas."Gampang banget sih nipu orang?! Liat janda cantik lagi sedih saja sudah mau-maunya transfer. Hahahah! Sekarang aku semakin kaya! Baguslah!" ujar Dita puas. Dia lalu memblokir empat orang laki-laki yang baru saja mengiriminya uang. Sudah beberapa hari sejak menjadi anggota grup janda Facebook, dia bisa mengakali beberapa laki-laki. Ada laki-laki yang berstatus lajang, duda, bahkan suami orang. Beberapa dari mereka yang menanggapi statusnya di grup Facebook langsung mengirim kan inbok ingin mengenal Dita lebih dekat lagi, yang akhirnya membuat Dita dan para lelaki itu bertukar nomor handphone. Dita pun dengan senang hati menerima panggilan video call dengan para lelaki itu dan mulai melakukan acting nya dengan baik. Dia berlagak menangis, janda paling tersakiti karena suami nya yang kabur dengan 'lelaki' lain padahal dia sedang hamil. Dan hampir semua laki-laki yang sudah me