Rani menghentikan taxi, setelah itu meluncur pergi meninggalkan taman. Senyum tak lepas dari bibirnya, kini di tangannya sudah memiliki uang, yang cukup besar untuk menunjang aksi balas dendamnya.Setelah turun dari taxi. Rani naik ojek, yang mangkal di pangkalan ojek, lalu menyuruh ojek untuk mengantarnya ke suatu tempat setelah memastikan Ena tidak mengikutinya.“Maaf, Ena. Aku masih menyembunyikan siapa anakmu. Sebelum aku melihat Haris hancur. Aku akan terus merahasiakannya.” Rani bergumam dalam hati, dengan menarik senyum di bibir kirinya.Tibalah Rani di suatu kompleks lokalisasi terselubung. Hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya. Sebelumnya Rani mencari informasi tentang lokaisasi itu. Hingga ia mendapatkan satu nama mucikari beserta alamatnya. Setelah turun dari motor. Rani melangkahkan kaki ke sebuah rumah yang cukup besar, tapi kelihatan biasa. Dengan pintu pagar sederhana.Tok…tok…pintu depan di ketuk. Tak lama kemudian seorang wanita setengah baya, dengan riasan s
Dania, awas gosong! Kamu ya, goreng ikan malah melamun,” seru Rani, sambil mengambil alih mengoreng.“Maaf Bu,” jawab Dania pelan.“Melamun, apa sih Nia. Yudistira, iya ‘kan?”“Engak Bu.”“Halah, kamu bohong Dania. Kalau saja Ibu tidak depresi, waktu itu. aku akan memilihmu untuk jadi menantu Ibu.”“Jangan bilang begitu Bu, nanti jika Mas Yudistira atau Keysha dengar, jadi salah paham.”“Ya, sudah. Kamu ganti baju, tuh lihat bajumu kotor kena cipratan minyak, sebentar lagi Keysha dan Yudis datang.”“Iya, Bu, Dania ke kamar dulu.”Belum lagi Dania melangkah, terdengar suara mobil, berhenti di depan pagar. Rani bergegas mengintip dari jendela. Dan dilihatnya Yudistira dan Keysha turun dari mobil.“Nah, itu mereka datang,” ucap Rani, melangkah menuju pintu. Sementara Dania bergegas masuk kamar untuk ganti baju.“Assalamu’alaikum.” Yudistira mengucap salam, ketika berdiri di depan pintu.“Waalaikumsalam,” jawab Rani, sembari membuka pintu.Senyum mengembang di bibir Keysha, ketika menda
Lilis mulai beraksi. Ia terlihat duduk di sofa loby apartemen. Matanya mulai mengamati setiap orang yang memasuki apartemen. Sekitar 30 menit, Lilis melihat Haris dan Nova memasuki pintu lift. Tangan Haris merangkul bahu Nova dengan mesra. Dengan cepat Lilis mengarahkan kamera ponsel, dan memotret Haris dan Nova. Kemudian foto itu dikirimkan ke Rani.Rani, tersenyum puas ketika melihat kiriman foto dari Lilis. Terlihat dengan jelas, Haris bermesraan dengan sekretarisnya itu.“Mampus, kamu Haris! dasar lelaki hidung belang. Dalam waktu dekat kamu akan kehilangan semuanya,” gumam Rani dalam hati.Sementara masih di loby apartemen. Lilis menuggu Haris turun ke loby. Sekitar 2 jam kemudian, munculah Haris dari lift seorang diri, wajahnya nampak semringah seakan–akan baru mendapatkan sesuatu yang membuatnya bahagia.Lilis bangkit, ia berjalan ke arah Haris, dengan pura-pura menelpon, dan di tangan kanannya memegang kopi dalam cup. Lilis sengaja menabrakan diri ke arah tubuh Haris.Brak!
Hampir satu bulan, Lilis mendekati Haris. Dan ia berhasil merayu Haris. Beberapa kali mereka bertemu di luar apartemen, tanpa sepengetahuan siapapun.Malam ini, adalah saatnya menjebak Haris. Malam minggu, seperti ini biasanya Haris akan datang menemui Nova. Biasanya jika malam Minggu Haris akan menghabiskan malam dengan menengak minuman keras. Oleh karena itu, Lilis harus bisa membawa Haris masuk ke apartemennya sebelum bertemu Nova.Terlihat Haris memasuki pintu Lift. Di tangannya sudah membawa bungkusan yang berisi satu botol minuman beralkohol. Dengan cepat Lilis menyusulnya.“Lilis, selarut ini dari mana?” tanya Haris.“Lilis, habis dari diskotik Om, di ajak teman,” balas Lilis dengan wajah nampak kusut, dan bau alkohol di bajunya. Sebenarnya Lilis tidak sedikitpun meminum alkohol, dia hanya memberi sedikit alkohol di bajunya.“Kamu juga suka minum ya.”“Sedikit Om.” Lilis berpura-pura mabuk.Hingga kini ia menjatuhkan tubuhnya ke tubuh Haris, spontan Haris menangkap tubuh Lilis
Ena, kembali ke rumahnya, memasuki kamar dan menyandarkan punggungnya di pintu kamar. Air mata mengucur deras di pipinya, tapi bukan untuk menangisi Haris. Tapi untuk pernikahannya yang hancur setelah melewati 25 tahun. Ena melangkah gontai masuk ke kamar mandi, di tengah guyuran air shower, ia menangis, meluapkan segala amarah dan kesedihan. Hingga ia berhasil menguasahi emosinya. Ena menghembus napas pelan, kemudian beranjak keluar kamar mandi, dan berganti baju, duduk di meja rias, memberi polesan sedikit di wajahnya yang masih memancarkan kecantikan.Jam dinding menunjukkan pukul enam pagi, ia pun berjalan memasuki kamar Nana, dilihatnya putri bungsunya masih terlelap tidur, kini langkahnya semakin dekat. Ena duduk di ranjang dan mengusap lembut rambut Ena. Sentuhan lembut Ena, membuat Nana terbangun.“Mamah,” ucap Nana pelan.“Nana, Mamah ingin bicara.” Ena, berucap dengan bibir bergetar, membuat Nana bangkit dari tidurnya, dan duduk menghadap Ena.“Ada apa Mah, kenapa Mamah nam
Dengan malas Keysha bangkit dari rebahannya di tempat tidur, menuju kamar mandi untuk mandi dan berganti baju. Sebenarnya Keysha malas membantu Haris, apalagi Yudistira juga tidak senang dengan perbuatan Haris.“Ngapain Sha, kamu menyanggupi mencarikan pengacara,” ucap Yudistira kesal.“Aku, juga malas Mas. Tapi dia ‘kan bosku, dan meminta tolong, bagaimana bisa aku menolaknya,” jawab Keysha, sambil menyisir rambut, dan setelah itu meraih tas. Lalu berpamitan pada Yudistira.“Aku pergi dulu ya Mas,” ujar Keysha mencium takjim punggung tangan suaminya. Lalu melangkah keluar kamar.Sebelum melangkah pergi, Keysha menghubungi Hanin, teman lama yang akhir-akhir ini terlupakan.“Hallo Keysha, baru ingat lu, sama gua,” ucap Hanin.“Hanin, jangan gitu dong, kamu itu selalu aku ingat dalam hatiku.”“Iya, yuk main aku lagi off ni.”“Heh, ntar mainnya. Aku ada job untukmu.”“Job apa?”“Tolong bantuin Pak Haris dong. Atas dakwaaan pelecehan seksual yang dilakukannya terhadap seorang gadis.”“H
Keysha dan Hanin keluar gedung apartemen, dengan wajah yang nampak masih penasaran. Langkah mereka menuju tempat parkir.“Sebentar Sha, setelah ini kita akan kemana?” tanya Hanin.“Pulanglah, aku sudah capek. Seharusnya hari minggu ini, aku bersantai di pantai sama Mas Yudistira, eh malah jadi detektif,” jawab Keysha kesal seraya memutar bola matanya.“Aku malah menjadi tertarik dengan kasus ini. Aku yakin, Haris, di jebak dan kesalahan Haris, dia masuk dalam jebakan itu.” Hanin berbicara sambil mengangguk-anggukkan kepala.“Tapi, bukti visum, membenarkan jika Lilis mengalami pelecehan seksual. Dan Haris juga mengakui melakukan hal itu,” tukas Keysha.“Iya, tapi ‘kan berulang kali bilang Pak Haris bilang kalau dia melakukannya tidak dengan paksaan alias suka sama suka.”“Menurutmu Lilis mempertaruhkan kehomatannya sendiri?” tanya Keysha, mengeryitkan kedua alisnya.“Iya, dan aku rasa, mungkin dia itu seorang pelacur yang disewa untuk menjebak Haris,” Hanin menatap Keysha dengan serius
Sang mentari menampakkan sinarnya. Ena bergegas bangkit dari tidurnya, lalu menuju kamar mandi. Hari ini Ena berniat mengambil alih PT. Agratama Corp. Setelah berganti baju, ia berjalan keluar kamar dengan membawa berkas-beras di tangannya, sampai di bawah, Ena melihat Rendi sudah menunggunya.“Pagi Mah, bisa kita bicara,” ucap Rendi.“Kamu, tahu ‘kan perseligkuhan Papahmu? Dan kamu sengaja tidak bilang pada Mamah!” bentak Ena, dengan menatap tajam putranya itu.“Mah, maafkan Rendi,” pinta Rendi sambil memegang tangan Ena.“Tega! kamu pada Mamah, apartemen yang seharusnya kamu urus, ternyata selama ini dijadikan tempat untuk berzina, dan kamu hanya bisa diam. Apa bedanya kamu dan Haris.” Suara Ena semakin keras. Ia marah pada Rendi, karena menyembunyikan kebusukan Haris.“Mah, Rendi lakukan itu, supaya Mamah tidak tersakiti lagi. Rendi tidak tega melihat Mamah menangis.”“Apa kamu pikir bau busuk, bisa disembunyikan terus. Mamah memang sakit melihat Papahmu berkhianat lagi. Tapi yan