Keysha dan Hanin keluar gedung apartemen, dengan wajah yang nampak masih penasaran. Langkah mereka menuju tempat parkir.“Sebentar Sha, setelah ini kita akan kemana?” tanya Hanin.“Pulanglah, aku sudah capek. Seharusnya hari minggu ini, aku bersantai di pantai sama Mas Yudistira, eh malah jadi detektif,” jawab Keysha kesal seraya memutar bola matanya.“Aku malah menjadi tertarik dengan kasus ini. Aku yakin, Haris, di jebak dan kesalahan Haris, dia masuk dalam jebakan itu.” Hanin berbicara sambil mengangguk-anggukkan kepala.“Tapi, bukti visum, membenarkan jika Lilis mengalami pelecehan seksual. Dan Haris juga mengakui melakukan hal itu,” tukas Keysha.“Iya, tapi ‘kan berulang kali bilang Pak Haris bilang kalau dia melakukannya tidak dengan paksaan alias suka sama suka.”“Menurutmu Lilis mempertaruhkan kehomatannya sendiri?” tanya Keysha, mengeryitkan kedua alisnya.“Iya, dan aku rasa, mungkin dia itu seorang pelacur yang disewa untuk menjebak Haris,” Hanin menatap Keysha dengan serius
Sang mentari menampakkan sinarnya. Ena bergegas bangkit dari tidurnya, lalu menuju kamar mandi. Hari ini Ena berniat mengambil alih PT. Agratama Corp. Setelah berganti baju, ia berjalan keluar kamar dengan membawa berkas-beras di tangannya, sampai di bawah, Ena melihat Rendi sudah menunggunya.“Pagi Mah, bisa kita bicara,” ucap Rendi.“Kamu, tahu ‘kan perseligkuhan Papahmu? Dan kamu sengaja tidak bilang pada Mamah!” bentak Ena, dengan menatap tajam putranya itu.“Mah, maafkan Rendi,” pinta Rendi sambil memegang tangan Ena.“Tega! kamu pada Mamah, apartemen yang seharusnya kamu urus, ternyata selama ini dijadikan tempat untuk berzina, dan kamu hanya bisa diam. Apa bedanya kamu dan Haris.” Suara Ena semakin keras. Ia marah pada Rendi, karena menyembunyikan kebusukan Haris.“Mah, Rendi lakukan itu, supaya Mamah tidak tersakiti lagi. Rendi tidak tega melihat Mamah menangis.”“Apa kamu pikir bau busuk, bisa disembunyikan terus. Mamah memang sakit melihat Papahmu berkhianat lagi. Tapi yan
Rendi melangkah keluar menuju tempat parkir, setelah menemui Haris, pikirannya berputar pada perintah Haris untuk mencari tahu siapa otak dari penjebakkan ini. Setelah sampai di tempat parkir, Rendi segera menaiki mobilnya, meluncur membelah jalanan yang padat merayap, berkali–kali ia menekan klokson di jalanan, rasa jengkel ia luapkan.Setelah hampir satu jam terjebak kemacetan, akhirnya Rendi sampai di kantor Agratama Corp. Dengan langkah cepat ia menuju ruangan Keysha di gedung lantai 8. Tanpa mengetuk pintu, Rendi langsung masuk dan hal itu membuat Keysha terkejut dan juga kesal.“Pak Rendi, bikin kaget saja,” ucap Keysha, matanya membulat, karena kesal dengan sikap Rendi yang tidak mengetuk pintu.“Maaf, darurat. Sha kamu tahu, belakangan ini, apa Papahku mempunyai musuh, kamu ‘kan hampir tiap hari bersamanya di kantor,” cerca Rendi.“Maaf, pak Rendi, saya itu di sini kerja. Seharusnya kamu tanya pada Nova, selama ini, baik di kantor, ataupun di luar kantor, dia yang paling dekat
Pagi itu, cuaca mendung, seperti suasana hati Rendi. Tidak ada keceriaan di wajahnya. Hari ini dia akan menghadiri persidangan Haris. Rendi adalah satu-satunya keluarga yang hadir dalam persidangan. Ena dan Nana sudah tidak memperdulikan Haris.Pagi itu Rendi sudah tiba di pengadilan, satu jam lagi persidangan di mulai. Terlihat Hanin dan team pengacara sudah ada di pengadilan, mereka nampak berbicara serius. Demikian juga Lilis dan seorang pengacara, sudah bersiap-siap memasuki ruang persidangan.Satu jam telah berlalu, ruang persidangan pun telah dibuka. Semuanya menempati kursi yang telah di tentukan. Bapak Hakim dan jaksa sudah duduk di kursi kebesaran dengan mengenakan jubah hitam.Tak lama kemudian, terlihat Haris memasuki ruang sidang, dengan di kawal 2 orang polisi. Setelah itu Haris duduk di kursi terdakwa.Persidangan pun dimulai. Lilis membacakan tuntutannya di hadapan hakim dan jaksa.“Saya, Lilis ingin mengajukan tuntutan kepada Pak Haris karena telah melakukan pelecehan
Suasana persidangan mulai memanas, semua yang hadir nampak tegang, terutama Lilis, keringat dingin mulai mengucur dari wajah ke leher, jantungnya berdetak kencang.“Maaf saya akan melakukan pembelaan pada korban,” ucap Pak Budi, ia pun bangkit dari duduknya dan berucap, ”Lilis adalah korban, pemerkosaan, dia sudah mengatakan dengan jelas, kenapa dia berada di apartemen itu selama satu bulan, terkait ada seorang penyewa yang tidak mau diketahui identitasnya, saya rasa itu hak dari penyewa. Sedangkan Lilis tidak tahu menahu tentang kontrak apartemen. Yang ia tahu dia melakukan tawaran untuk bekerja membersihkan apartemen,” jelas Pak Budi tegas.Persidangan semakin tegang, mata Lilis sembab, karena ia terus menangis.“Lihat, Lilis adalah korban, seorang gadis berusia 22 tahun, harus kehilangan kehormatannya. Pasti hal itu akan sangat berat. Jadi saya mohon, Bapak Hakim jangan terkecoh dengan pernyataan yang tidak ada hubungannya dengan kejadian ini. Dan saya tegaskan, Haris adalah seora
Keysha berjalan menuju pintu masuk, langkahnya terhenti ketika melihat Yudistira, sudah berdiri di depan pintu, dengan tangan melipat silang di dada dan menatap tajam ke arahnya.“Darimana Sha, kenapa di telpon berkali–kali tidak di angkat?” tanya Yudistira dengan raut muka kesal.“Ups, maaf Mas. Aku lupa mengubah mode senyap di ponsel. Tadi ada rapat, jadi aku mode senyap dan pas pulang lupa mengubahnya,” balas Keysha. Ketika berjalan melintas di depan Yudistira, dengan cepat Yudistira mencengkram lengan Keysha, dan membuat Keysha terkejut.“Kenapa Mas Yudistira, tolong lepaskan! Sakit Mas,” rengek Keysha.Yudistira menarik lengan Keysha dan membawanya ke ruang tengah. Yudistira memasang wajah geram.“Sha, tolong jaga kehormatanmu sebagai seorang istri, jangan bertindak seenaknya,” ucap Yudistira dengan menatap tajam Keysha, dan berlahan melepaskan cengkramannya.“Apa, sih Mas, maksud pembicaraanmu. Aku hanya pergi ke kafe bersama Rendi. Saat ini Rendi sedang mengalami masalah,
Rendi nampak geram, ia tidak menyangka Mamahnya lebih mempercayakan jabatan posisi CEO pada Yudistira. Dengan langkah lebar Rendi keluar ruangan. Semuanya diam, Lalu Ena melanjutkan pembicaraannya.“Mulai saat ini posisi CEO akan dipegang oleh Yudistira. Bukan tanpa alasan, saya mempercayakan Yudistira, untuk memegang posisi CEO tapi saya telah melihat kinerja dari Yudistira, dan latar belakang pendidikannya juga mendukung untuk menduduki posisi CEO. Saya juga membutuhkan seseorang yang loyal terhadap pekerjaannya,” jelas Ena, menyakinkan para staff, bahwa keputusannya adalah keputusan yang benar.Kemudian Ena duduk dan memberi kesempatan pada Yudistira untuk menyampaikan sesuatu pada para staff.“Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan pada saya. Suatu kehomatan bagi saya, karena Bu Ena mempercayakan posisi CEO. Saya akan bekerja secara profesional dan loyal pada PT Agratama Corp. Terima kasih dan mohon dukungan dan kerja sama pada seluruh staff.” Yudistira berbicara dengan teg
“Iya, Dania adalah bayi yang kau titipkan padaku,” jelas Rani.“Rani, ceritakan semuanya, bagiku ini masih rumit dan aku sungguh tidak mengerti?” tanya Ena.“Malam Itu, waktu kamu menitipkan bayi. Aku langsung membawanya di Yogyakarta, sesampainya di Yogyakarta, aku meminta tolong ibuku untuk merawat anakmu. Dan dua hari sesudahnya aku kembali ke Jakarta dan bekerja seperti biasanya. Selama satu bulan aku menunggumu. Tapi kamu tidak menepati janjimu, untuk mengambil lagi bayi yang kamu lahirkan. Aku juga sudah berusaha mencari data pribadimu di Hospital Healty, tapi aku tidak menemukannya. Setelah itu aku mengalami tragedi yang merengut kehormatanku, dan aku memutuskan meninggalkan Jakarta selamanya.” Rani menghela napas panjang dan menghembuskannya, ia perlu waktu untuk menceritakan semuanya pada Ena.“Lalu, apa yang terjadi?” tanya Ena semakin penasaran.“Satu bulan, setelah kejadian itu, aku hamil. Dan ibuku memberikan Dania, pada suami istri yang lama tidak dikaruniani anak. Nama