Banyak kemelut di kepala, malam itu Aulia kembali diincar polisi. Dalam keadaan yang genting menurutku, Klarisa malah meminta dijamah. Emosiku naik. Dan malah melakukan hal yang jelas tak sopan padanya. Aku sadar telah berlebihan, tapi tetap pergi ke Bandung karena sedang genting. Setelah agak reda
BAB 51 Daffa Tua bangka itu berhenti mencampuri urusan pribadiku. Sampai jatuh putusan sidang, dia tak bicara lagi. Perkataannya tak semua benar, Aulia bukan anak kucing seperti dugaannya. Aku tentu tahu karakter dia. Namun, perkataan terakhir Papi tentang kesamaan nasib Klarisa dan Mami meningga
Malam, ketika mata terlelap. Dia meraba perut. “Geli, Sayang.” Aku bicara sambil membuka mata, tapi tidak ada siapa-siapa. Hariku mulai kacau. Aku tidak bisa mengendalikan kesadaran kalau Klarisa memang tidak ada. Esoknya aku mencari Klarisa ke rumahnya. Tak masalah meski membawa wajah yang seper
BAB 52 Daffa Dalam keheningan kamar dan semua kenangan, mataku menyusuri setiap sisi ruang. Tak ada sisa barang milik Klarisa di sini, hanya tersisa sisir kecil yang ada di atas meja rias. Aku mengambil telepon yang berbaring pada nakas. Menghubungi ART. “Kalila, barang-barang Klarisa sudah dian
Hari ini, aku menghadiri acara nikahan salah satu karyawan. Memakai batik dan celana hitam rapi. Aku ikut menjadi saksi nikahan. Setelahnya menonton serangkaian acara dan makan. Ikhsan ikut hadir. Saat makan, ponselnya terus berbunyi. “Kenapa?” tanyaku. “Lia, Pak Bos.” “Kenapa dia?” “Minta dian
BAB 53 Aku berjalan cepat meninggalkan kafe. Bulir bening semakin menganak sungai. Ada panas, sakit, dan kecewa. Meski aku merasa sudah move on, kala bertemu seperti ini deru hati tetap sama. Sebuah mobil menghadang langkahku. Kaca depannya terbuka perlahan. “Risa, ayo masuk!” Itu Andre. Tak tahu
Orang-orang membantuku mengantarkannya ke rumah sakit. Kubaringkan dia di pangkuan. Kubelai kening dan pipinya. “Jangan mati, Kak!” Letak rumah sakit tak jauh dari rumah. Mobil langsung berhenti di depan IGD. Para perawat sigap membawa brankar. Kak Daffa dinaikkan dan langsung dibawa ke sebuah ruan
BAB 54 Hari kami berselimutkan awan hitam. Tak ada secercah cahaya harapan. Kak Mandala dituntut jaksa tujuh tahun penjara, berkasnya sudah naik ke pengadilan. Sedangkan Kak Daffa naik turun kondisinya. Dia baru menjalankan operasi usus yang cedera. “Sabar,” kata Mama. “Semua pasti ada jalan kelua