Kak Mandala membawaku ke taman kota. Memberi sebuah minuman dingin. Dengan perasaan kacau, aku meneguknya. Kami duduk di kursi yang terbuat dari limbah derum. Pohon rindang menaungi. Menghalau sinar matahari yang masih ada di atas kepala. “Sekarang jelaskan. Siapa wanita itu, Kak?” Kak Mandala me
BAB 40 Dengan bantuan Kak Mandala, Kak Daffa pulang juga. Suamiku itu membuka pintu kamar hotel dengan raut kusut. Aku segera memeluknya. Bergelayut manja. Tak kupedulikan semua tanya dalam kepala. Tak kuhiraukan perih yang menghantam dada. Aku ingin semua baik-baik saja. Kembali seperti sebelumn
Membiarkan Kak Daffa berolah raga, aku turun ke dapur untuk cek keperluan rumah. Setelah Tante Sovia lebih banyak pergi menemani Papi, aku yang handle semua. “Stok makanan sudah banyak yang kurang, Non.” “Oke, nanti catat saja.” “Non kurang sehat?” “Enggak. Kenapa gitu, Mbak?” “Tidak seceria bi
BAB 41 “Sebagai istrimu, aku tidak menizinkan Kakak pergi. Aku meminta hak nafkahku malam ini.” Kak Daffa memandang lekat. Irisnya tajam tanpa ekspresi. Dia sempat membuang muka sedetik dan langsung menatapku lagi. “Mau sekarang?!” Aku sedikit menciut. Mengerti kalau dia mulai marah, tapi aku ti
Di rumah, Mama menyambut. Melihat sosok itu, aku langsung lemas sehingga jatuh tepat di depan lulut Mama. Aku sudah mencoba memendam semuanya sendiri. Mencoba lebih dewasa, tapi Risa gak bisa, Ma. Risa gak bisa menahan semua ini sendirian. Tangan Mama meraup pipiku. “Risa kenapa?” Aku tak bisa be
BAB 42 Mandala Teman atau sahabat adalah orang lain yang terlanjur dekat karena satu kecocokan. Sementara kakak-adik adalah dia yang memiliki hubungan darah. Ikatan akan terus ada untuk selamanya. Kakak lelaki mana yang bisa menerima begitu saja saat melihat adiknya hanya berbaring lemah menangi
Komputer berjajar pada satu meja panjang. Layar menampilkan beban pekerjaan masing-masing. Ada tujuh orang staf di ruangan ini. Empat laki-laki, tiga perempuan. Semua sibuk sebagaimana karyawan di jam pagi pada umumnya. Aku memakai headset, menatap layar. Setting suara dan video di sana sini. Ponse
BAB 43 Mandala Aku duduk merenung di kursi besi ruang tunggu rumah sakit. Orang-orang berlalu lalang di depanku. Ramai. Namun, aku merasa sepi. Serupa dibuang ke gua sendiri. Kalimat dokter tadi berdengung-dengung di telinga. “Hamil ... pendarahan ... rawan keguguran ... harus bed rest ....” Pen