BAB 15 “Masuk!” Kak Daffa memerintah. Tak banyak bicara, aku kembali pada perkumpulan. Kulihat Om Handri sedang mengobrol santai dengan Kak Mandala. Mama melihat chef yang sedang merias piring. Fania memainkan ponsel. Gea dan ibunya tidak terlihat. Dua chef itu kemudian mengisi meja luas ini deng
Esoknya, aku kuliah seperti biasa. Naik angkot karena gak bisa nebeng Kak Mandala akibat kesiangan. Andre jelas tidak ada. Aku berjalan menuju gedung fakultas dengan langkah lemas. Di jalan berpapasan dengan Andre, tapi dia cuek saja. Sama seperti dulu saat kita belum satu team. Bedanya dulu aku su
BAB 16 Payah. Baru nganter gitu doang udah mabuk. Kak Daffa gak sekeren oppa Korea yang kalau diajak belanja sabarnya luar biasa. Aku masuk kamar. Melihat semua belanjaan dengan mata berbinar. Wow, aku punya semua yang aku mau. Kalau begini seserahan aja tiap bulan. “Risa … Ris ….” Mama mengetuk
Memang dasar, tuh orang nyebelinnya setengah idup. Tahu mau nikah bohongan. Masih menuntut totalitas. Pake minta Mama ajarin segala. Yang biasanya abis subuh tidur lagi, hari ini gak bisa. Mama gedor-gedor pintu. Suruh kerja ini itu. “Jadwal beres-beres Risa, kan, sore, Mama.” Aku menguap malas. U
BAB 17 “De ....” Suara Kak Mandala di depan pintu kamar. “Ya, Kak.” “Kakak masuk, ya?” “Hm ....” Kak Mandala membuka pintu perlahan. Suara ramainya saudara di luar yang tadi kedap jadi terdengar bersama terbukanya pintu. Sudah dari kemarin kerabat Mama dari Jawa Tengah pada menginap di sini unt
Pagi, aku dan keluarga sudah ada di hotel tempat acara. Duduk di salah satu kamar sambil dipercantik oleh MUA pilihan. Dua jam saja, tangan handalnya membuat wajahku flawless. Gaun pengantin modern rancangan desainer ternama tak kalah menyempurnakan penampilanku. Oh, ya, hari ini kepalaku dibalut k
BAB 18 Aku menghela napas lega ketika dua laki-laki bersahabat itu muncul dari balik tirai. Mereka kembali pada meja akad. Penghulu memberi wejangan pernikahan lalu tak lama kemudian, ijab kabul pun diikrarkan. “Sah.” Para saksi berucap. Doa dilayangkan. Diamini dua pihak keluarga besar. Mulai se
Karena minum kopi, mungkin. Sudah lewat jam dua belas malam, kantuk tak juga datang. Aku dan Kak Daffa tiduran di sofa masing-masing sambil nonton TV. Tayangan n*****x itu mempertontonkan film barat. “Belum ngantuk, Sa.” “Enggak.” “Mau nonton apa? Nah, ganti!” Dia menyerahkan remote. Aku langsun