“Manager Reina, cepat ke ruangan saya!” ucap Pak Jo, Direktur Ma Coffe kepada Reina yang sedang disibukkan dengan pembuatan laporan keuangan. Semua mata tertuju pada Reina. Tanpa menjawab Reina langsung menuju ruangan Pak Jo. Ketika memasuki ruangan Pak Jo, badan Reina langsung dihamburi kertas laporan penjualan Ma Coffe yang menurun drastis sejak bulan lalu.
“Kau sebenarnya bisa kerja tidak? Mengapa 2 cabang Ma Coffe kehilangan banyak pelanggan dan terancam tutup! Apa yang sudah kau lakukan selama ini?” wajah Reina dihujani oleh teriakan Pak Jo. Reina yakin pasti seluruh orang yang ada di kantor akan mendengarnya dan dia menjadi bahan gunjingan semua orang.
“Saya sudah melakukan semua yang bisa saya lakukan Pak, tidak bukan hanya bisa namun lebih dari itu. Bahkan saya melakukan pekerjaan yang seharusnya bukan tugas saya. Untuk penjualan menurun hal ini tidak bisa dilimpahkan hanya kepada saya selaku manager namun dengan bagian pemasaran”
“Sssttt, saya tidak ingin mendengar alasan yang sudah kamu ulang berkali-kali, kamu manager Ma Coffe di kota Perth! Ini tanggung jawabmu Reina!" ucap Pak Jo memotong pembicaraan Reina.
“Sekarang saya minta kamu untuk mengunjungi dua cabang Ma Coffe yang ada di daftar ini dan laporkan kepada saya.” Pak Jo melanjutkan pembicaraannya kemudian melempar map ke meja.
“Sebelum saya menerima map ini, saya ingin Bapak menerima surat pengunduran diri saya. Saya tidak bisa melakukan ini lagi, cari orang lain yang mampu melakukannya,” Reina menyerahkan surat pengunduran diri dengan suara yang gemetar, lehernya terasa seperti tercekik karena ia menahan amarah.
“Apa maksudmu?” Pak Jo kembali bertanya tanpa menerima surat pengunduran diri dari Reina. Tanpa menjawab pertanyaan Pak Jo.
Reina menaruh surat tersebut di meja kerja Pak Jo kemudian berkata. “Tidak peduli Bapak menerima surat saya atau tidak tapi yang jelas mulai sekarang saya tidak akan bekerja di sini lagi.”
Reina pergi meninggalkan ruangan Pak Jo, ketika membuka pintu keluar, Reina melihat teman-temannya sudah berkumpul di depan pintu.
“Reina apa kau baik-baik saja?” tanya Silvia kepada Reina.
Semua orang yang ada di ruangan itu terlihat khawatir dengan Reina. Awalnya Reina berpikir mereka akan mencemoohnya namun ternyata tidak.
“Jika aku bilang aku baik-baik saja berarti aku berbohong kan? Sekarang aku bukan karyawan di sini lagi, aku pamit ya,” jawab Reina tersenyum lesu meninggalkan teman-temannya dan menuju meja kerjanya.
“Kami meminta maaf karena tidak bisa membantumu tadi,” ucap Rio dan ditimpali dengan Poppy “Reina apa yang kau lalui pasti berat, aku yakin keputusanmu sudah bulat, apapun itu aku mendukungmu.”
“Bukan hanya Poppy tapi kita semua, kita tau kau sudah bekerja keras,” ucap Mira menyemangati. Reina tersenyum dan berterima kasih kepada teman-temannya.
“Sebaiknya kalian kembali bekerja, jangan hiraukan aku. Aku akan berkemas dan pulang,” Reina mengatakannya sambil tersenyum berusaha untuk tidak terlihat menyedihkan, Reina juga khawatir teman-temannya akan mendapatkan masalah jika terus berbicara dengannya. Silvia, Rio, Poppy, dan Mira kembali ke meja kerjanya setelah Reina memaksa mereka untuk melanjutkan pekerjannya. Reina memasukkan barang-barangnya ke dalam box. Tidak membutuhkan waktu lama, semua barangnya sudah terkemas dengan rapih, saatnya kembali ke apartemen. Reina sempat pamit kepada teman-temannya dan mereka menghujani Reina dengan semangat karena mereka tahu Reina adalah orang yang kompeten. Bagi teman-temannya permasalahan ini sebenarnya hal yang biasa dalam bisnis dan tidak perlu menekan satu pihak. Keputusan Reina untuk pergi setelah diperlakukan tidak adil adalah keputusan yang benar. Namun tetap saja Reina tidak menyangka ia akan mengundurkan diri dalam waktu yang cepat.
“Ini kartu pembayarannya Pak,” ucap Reina kepada supir taksi yang telah mengantarnya menuju apartemen.
“Pembayaran berhasil, makasih ya Nona,” ucap supir itu sambil menyerahkan kartu Reina.
Reina bergegas masuk ke dalam apartemennya dan menjatuhkan tubuh ke kasur empuknya. Reina memandangi langit-langit kamarnya kemudian berkata, “ah apa yang harus kulakukan sekarang ya.”
TETTTTTT. Suara bel kamar Reina berbunyi.
“Siapa ya yang bertamu siang-siang begini,” Reina menghampiri pintu dan mengecek siapa yang datang.
“Siapa ya?” tanya Reina dari balik pintu.
“Aku penghuni kamar sebelah, maaf menggangu waktumu namun ini darurat. Saluran air dikamarku bocor jadi aku ingin memanggil tukang servis namun aku tidak memiliki kontaknya, apakah kau punya?” terdengar suara berat yang berarti orang dibalik pintu ini seorang pria. Reina membuka setengah pintu apartemennya untuk melihat pria itu.
“Kenapa tidak coba tanya petugas di depan?” tanya Reina.
“Aku sudah kedepan namun tidak ada siapa-siapa,” jawabnya.
Reina bergegas mengambil ponselnya dan menelpon petugas apartemen.
“Aku akan menelpon petugas sebaiknya tunggu sebentar, kau dari kamar 22 kan?” tanya Reina dan pria itu mengiyakan pertanyaan Reina.
“Baik segera ya,” Reina mengakhiri pembicaraannya dengan petugas apartemen di telfon, pria tersebut terlihat lega.
“Tukang servis akan datang sekitar 5 menit lagi.”
“Terima kasih, terima kasih ya. Bagaimana aku bisa membalas kebaikanmu Nona?” jawab pria itu dengan penuh rasa syukur.
“Tidak usah, terima kasih. Panggil saja Reina.”
“Namaku Kyle, semoga kita bisa menjadi tetangga yang baik,” ucap pria itu sambil mengulurkan tangannya, mereka berjabatan tangan dengan erat.
Reina kembali ke kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya lagi ke kasur lagi. Ia menghela napas dengan panjang. Berusaha menutup mata namun tiba-tiba, KRUKKKK perutnya bunyi. Reina melirik jam dinding kamarnya menujukkan pukul 13.00. Pantas saja ia lapar ternyata sudah memasuki jam makan siang.
Reina pergi ke dapur untuk mengecek apakah ada makanan yag bisa ia makan sekarang namun ternyata tidak ada persediaan makanan yang tersisa.
[Ugh haruskah aku pergi keluar untuk membeli makanan] gumam Reina dan kembali menjatuhkan tubuhnya ke sofa empuk.
Sebenarnya ia sangat malas untuk keluar dari apartemennya setelah melewati hari yang melelahkan namun karena perutnya terus berbunyi akhirnya dia memakai jaket dan sendal slip on lalu pergi keluar untuk membeli makan.
DDDRRRTTTT DDDRRRTTT.
Baru melangkah menuju pintu apartemen, ponsel Reina berdering. Ia segera mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
[Ah mama, ada apa nelfon siang-siang begini] gumam Reina. Mamanya selalu disibukkan dengan pekerjaan, jarang ada waktu untuk Reina terutama disiang hari.
“Halo ma,” ucap Reina setelah mengangkat telfon dari mamanya.
“Reina, kau bisa pulang besok? Mama akan pesan tiket kereta untukmu sekarang,” ucap mama nyerocos. Reina terkejut. Mengapa ia mendadak disuruh pulang? Apa ada hal yang terjadi di rumah?
“Ada apa ma? Kenapa aku harus pulang mendadak begini? Apa ada hal buruk terjadi di rumah?” tanya Reina heran.“Tidak bukan hal buruk Rein, kamu tidak perlu khawatir. Mama hanya ingin bicara denganmu secara langsung di rumah, tapi kamu bisa pulang kan? Kalau bisa mama akan pesankan tiket untukmu.”“Bisa ma,” jawab Reina, ia berpikir untuk apa tetap disini jika tidak ada pekerjaan sebaiknya ia pulang saja ke rumahnya.“Okay okay, mama akan pesan tiket dari Perth menuju Glasglow sekarang. Kau ambil cuti saja dari pekerjaanmu Rein. Mama tutup ya masih banyak kerjaan. Take care Reinn,” ucap mamanya. "Tunggu ma, sebenarnya aku sudah tidak bekerja lagi mulai hari ini," Reina memotong omongan mamanya. Untuk beberapa saat tidak ada suara yang masuk dari telfon.Reina mulai khawatir. "Baik itu bukan masalah yang penting kau sehat dan bisa ke Glasgow besok."Telfon sudah ditutup. Suara Mama Grace tampak santai ketika mengetahui Reina sudah tidak bekerja, membuat Reina lega. Namun Reina masih
Reina telah menyiapkan barang yang tersisa untuk dibawa hari ini. Sebelumnya ia telah menghubungi pihak apartemen bahwa unitnya akan segera kosong, pihak apartemen pun datang pagi-pagi untuk mengecek kondisi apartemen Reina. Karena semuanya baik-baik saja, pemilik apartemen mengembalikan uang deposit.Reina memanggil taksi yang lewat dihadapannya namun semuanya telah terisi penumpang. Ia takut telat sampai ke stasiun, disaat keputusasaannya ini ada suara yang memangil dari arah basement.“Reina, kau ingin pergi?” ternyata itu Kyle. Dia datang diwaktu yang tepat.“Aku akan ke stasiun, 40 menit lagi keretaku datang tapi aku tidak mendapatkan taksi.”“Ayo aku antar,” belum selesai bicara namun Kyle sudah sigap mengangkat koper Reina dan memasukkannya kedalam bagasi mobil.Reina terdiam beberapa saat melihat Kyle yang berinisiatif untuk mengantarnya padahal mereka baru saling kenal. Letak stasiun sebenarnya tidak terlalu jauh dari apartemen Reina, namun saat ini adalah jam sibuk, jalanan
Bibi Betty merupakan wanita berumur 40 tahun, ia adalah adik satu-satunya mama Reina. Bibi Betty sudah berkeluarga, suaminya berkerja di perusahaan otomotif terbesar di negaranya. Saat ini suami Bibi Betty yang bernama Erick Watson sedang melakukan pekerjaan di luar kota dan anak mereka berama Michael Watson masih melakukan kegiatan di sekolahnya. “Ngomong-ngomong kamu dan mamamu sudah menyiapkan sesuatu untuk acaramu nanti?” tanya Bibi Betty kepada Reina.“Acara? Acara apa?” tanya Reina kebingungan.“Kau belum tau, sebentar lagi kau akan bertemu dengan laki-laki yang akan melamarmu.”“Hahh, apa maksud bibi? Aku tidak mengerti,” Reina terkejut, ia tidak pernah membicarakan tentang pertunangan dengan mamanya dan dengan siapa ia akan bertunangan sedangkan ia tidak memiliki pasangan saat ini.Bibi Betty pun tak kalah terkejut. Ia pikir Reina sudah mengetahui acara pertunangannya yang akan digelar beberapa hari lagi.“Aku datang,” terdengar suara dari arah pintu depan, suara wanita seper
“Rein... Reina, kau sudah siap?” Mama Grace menghampiri kamar Reina dan mengajaknya untuk segera berangkat. Hari ini Mama Grace dan Reina akan pergi membeli gaun yang dikenakan untuk acara nanti malam.“Rein, mama masuk ke kamar ya,” ucap mama kembali karena tidak mendengar jawaban dari Reina. Klek. Mama Grace membuka pintu kamar Reina dan melihat Reina sedang bercermin.“Ayo Rein nanti kita terlambat,” Reina kembali tidak menjawab. “Rein...?” ucap mama Grace sekali lagi.Tubuh Reina berbalik, Reina berkata “Ma, aku takut,” Mama Grace terkejut mendengarnya.“Takut? Ada apa Rein?” ucap mama lembut.“Mama yakin dengan ini? Bagaimana jika aku tidak bahagia? Bagaimana jika dia meninggalkanku atau menyakitiku?” Reina nyerocos tanpa memberikan kesempatan Mama Grace untuk menjawab.“Mama jamin ia tidak akan melakukan hal buruk itu, mama tahu keluarganya dan mengenalnya dalam waktu yang lama, mendiang papamu juga sama. Mama akan menyerahkan perjanjian pernikahan agar kau bisa menuntutnya ji