Beranda / Romansa / PERFAKE HUSBAND / 8. Meminta Bantuan Bayu

Share

8. Meminta Bantuan Bayu

Papa melirik jam tangannya, “Saya ada rapat. Kalian masuk kelas ya, ini belum jam istirahat ‘kan?”

“Iya, pak. Kami mau ke toilet dulu.” jawab Nadia mewakili.

“Oh iya. Kalau begitu saya duluan.”

“Pak Bayu, kok mukanya merah?” tanya Nadia setelah papa pergi.

Bayu menggeleng, “Nggak, ini cuma—panas aja.”

“Oh. Soal cucu—”

“Ayo ikut gue.” aku menarik tubuh Nadia, karena kalau dibiarkan persoalan akan semakin panjang.

“Ra, kita ‘kan belum kasih tahu cucu itu artinya Curut, sama pak Bayu.”

“Gak usah dikasih tahu, biarin aja.”

Nadia melirik seisi kelas, “Kok kita disini? Bukannya lo mau ke toilet?”

Aku menggeleng.

Ponsel di saku bajuku bergetar pendek. Ketika ku lihat, itu pesan dari Bayu. Ia menanyakan perihal cucu. Ku balas cepat, sekalian meminta tolong padanya. Semoga kali ini ia bisa membantuku.

***

Aku duduk sendiri di meja kantin. Tadi aku datang bersama Nadia. Tapi setelah berapa lama ia pergi dan mengatakan tak ingin menggaguku dengan Sean. Soal begituan saja dia pinter.

Kakiku terus bergerak karena panik. Aku tak pernah makan berdua dengan lelaki kecuali Adit dan Bayu setelah kepergian ayah. Setelah lelaki kampret itu meninggalkan keluarga, aku tak bisa menjelaskan, bahwa aku ketakutan menghadapi laki-laki selain dua makhluk yang tadi kusebut.

“Aura, sori lama. Tadi aku ketemu temen dari kelas lain.” Sean duduk dihadapanku.

“Gak papa.”

Keadaan jadi canggung. Hanya aku sih, karena Sean santai saja. Ia bahkan sempat-sempatnya bernyanyi. Aku berasa makan di angkringan. Bedanya di iringi lagu barat, bukan musik keroncong seperti biasanya.

“Kamu mau pesen apa?”

“Aku—” tanganku gemetaran. Kemana sih si Bayu? Kenapa dia lama sekali?

“Ra, kamu sakit?” Sean menepuk punggung tanganku, membuatku tersentak kaget.

Sebuah tangan yang sama besarnya dengan Sean menyingkirkan tangan yang menangkup dipunggung tanganku. Aku mendongak menatap pahlawan kesiangan itu.

“Saya boleh gabung makan disini?” tanyanya super basi, karena pantatnya sudah nempel dengan kursi sebelum kami memperbolehkan.

“Boleh, le profeseeur (guru laki-laki).” Sean menjawab ragu.

Aku dan Bayu bertatapan. Untungnya dia datang, kalau tidak, bisa mati berdiri aku berhadapan dengan Sean.

Ketika kami melihat buku menu, aku merasakan ada hawa manusia lain yang akan menghampiri.

“Pak Bayu?” pekik Karina, “Bapak lagi ngapain disini?”

“Saya—lagi ikut makan sama Sean dan Aura. Kamu udah makan, Karina?”

Wajah Karina yang sudah merah karena blush on tambah merah karena di gombalin si Buaya Buntung, “Belum, pak. Saya boleh ‘kan ikut makan disini?”

“Boleh-boleh.”

Bukannya sebal karena si ketua genk Barbie ikut makan disini, justru aku kegirangan. Sean membuang mukanya kesal. Aku jelas paham kalau Sean tengah mendekatiku, tapi aku tidak siap untuk itu.

“Pak Bayu, nanti pulang sekolah bisa ‘kan nganterin aku pulang?”

“Hm? Kamu biasanya pulang sama siapa?”

“Sama temen-temen, tapi... aku lagi berantem sama mereka.”

Bayu melirikku, “Kamu pulang sama Aura aja. Kamu lagi gak marahan ‘kan sama dia?”

Karina melirikku, “Dia ‘kan mau pulang sama Sean. Iya ‘kan?” tanyanya pada Sean.

Sean mengangguk, “Iya, Aura mau pulang bareng dengan saya, pak.”

Aku menatap Bayu memberinya kode. Aku sudah mengatakan untuk menjauhkan Sean dariku dengan acara apapun. Tapi memang dasarnya dodol, si Bayu malah melongo dan kembali fokus pada buku menu. Sungguh kerja sama yang sia-sia.

“...pak Bayu sama Aura harusnya jangan berangkat atau pulang bareng kalo ke sekolah.” tutur Karina.

“Kenapa?” tanya Bayu enteng.

“Soalnya...” Karina melirikku, “Aura tuh aneh, pak.”

Aku diam saja, ingin ku dengar kalimat lanjutannya. Dimatanya aku aneh bagaimana sih?

“Dia ‘kan dari keluarga broken home, pasti orang tuanya gak kasih didikkan yang baik, makannya dia gak naik kelas. Harusnya ‘kan dia udah lulus, tapi masih aja sekolah disini.”

“Apaan sih, lo!” gertakku, “Hubungannya gue anak broken home sama sifat gue apa?”

“Tuh, ‘kan, pak, Aura sering banget marah-marah gak jelas. Itu pasti efek dia anak broken home.”

Aku berdiri, “Elo ya!”

Bayu yang duduk disebelahku menahan lenganku yang menunjuk Karina, “Karina, kita ‘kan sama-sama tahu, Aura bukan gak naik kelas, tapi dia cuti dua tahun karena keadannya gak baik. Saya gak suka kamu bicara seperti itu. Broken home gak ada hubungannya dengan sifat seseorang. Tolong jangan bilang seperti itu lagi ya sama Aura.”

Aku melirik Bayu yang tengah menegur si mulut besar, Karina. Caranya membelaku sungguh netral dan tak terkesan bahwa ia ada dipihakku.

“Iya, pak, saya janji gak akan bilang gitu lagi sama Aura.” si Karina menunduk setelah mendapat ultimatum kecil.

Karena ceritanya marah, aku pergi begitu saja. Carakku juga ku lakukan untuk menghindari Sean. Aku sungguh tidak nyaman saat didekatnya.

“Aura.” Bayu mengejarku.

“Gak usah kejar gue. Gue—gak papa kok.” kataku terus berjalan.

“Geer lo. Jangan ngira gue mau nenangin lo. Nih, hape lo ketinggalan.”

Aku mengambil ponselku dari Bayu setengah malu.

“Kalo hape lo ilang, ribet. Nanti lo minta beliin lagi sama gue.” Bayu pergi begitu saja sebelum aku sempat membalas perkataannya.

Aku yang berniat akan langsung ke kelas, terpaksa mengejar Bayu karena Sean mengikutiku pergi. Si bule itu kenapa sih sering menggangguku, “Pak Bayu.”

Bayu menoleh, “Tumben sopan. Otak lo lagi—”

“Saya mau memperbaiki nilai tes sebelumnya yang jelek. Nanti pulang sekolah ‘kan remedialnya?”

“Hah?” dia tak mengerti kodeku yang sudah berkedip dua kali, “Remedial apaan?”

Melihat Sean kini berdiri disampingku, nampaknya otak Bayu baru konek, “Oh, remedial itu. Oke, nanti pulang sekolah kita remedial tes kamu ya.”

“Baik, pak.”

Sean melirikku, “Ra, bukannya pulang sekolah ada ekskul Melukis?”

“Hah? Eum... iya, tapi nilai bahasa Prancis lebih penting dari ekskul. Aku gak papa gak masuk sehari.”

“Padahal aku baru aja daftar ekskul Melukis.” Sean melirik Bayu, “Pak, apa remedial tesnya bisa di ubah ke hari lain?”

Bayu menatapku. Aku memohon diam-diam padanya. Ku pelototi agar kali ini ia kembali membantuku, “Hm, bisa.”

Aku membuang nafas pelan. Sungguh si Bayu tak bisa diandalkan.

“Tapi—”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status