Beranda / Horor / PEREMPUAN PEMINUM DARAH / Bab 1 - Malam Persalinan

Share

PEREMPUAN PEMINUM DARAH
PEREMPUAN PEMINUM DARAH
Penulis: Nayandra78

Bab 1 - Malam Persalinan

Penulis: Nayandra78
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-15 17:00:25

“Paak … tolong panggilkan Bidan Hanum! Perutku sejak dari tadi sore sudah mulai terasa mulas, mungkin sudah saatnya bayiku ini lahir, Pak.” 

Suara seorang wanita merintih menahan sakit dari atas bale-bale yang menjadi tempat tidurnya. Wanita itu nampak sudah sangat kepayahan menahan sakit yang menderanya, sehingga tak sanggup lagi bergerak meski hanya sekedar untuk pindah ke kamarnya.

“Paaak ….!” Pekiknya sekali lagi, kala orang yang dipanggilnya belum juga datang menemuinya.

“Paaaak!!! Aaaah …!” teriak wanita itu terus berusaha memanggil seseorang. 

“Hah! I-iya, Nduk? Bapak tadi sedang membenarkan lampu di samping rumah yang tiba-tiba mati, ada apa?” tanya seorang pria paruh baya itu khawatir melihat kondisi anaknya yan tengah menahan sakit.

“Tolong panggilkan Bidan Hanum, Pak. Sepertinya cucumu ini sudah akan lahir, perutku sakit sekali, Pak. Aaaah …” pekik kesakitan wanita itu kembali terdengar, kali ini semakin kuat. Pertanda jika sakit yang ia rasakan saat ini sudah tidak dapat tertahankan, membuat pria paruh baya itu pun menjadi panik di buatnya. 

“Sebentar, Nduk. Tunggu, Bapak, akan segera datang bersama Bu Bidan.” 

Dengan tergopoh-gopoh pak tua itu bergegas mengambil sepeda ontel tua miliknya dan segera mengayuhnya secepat yang ia bisa. Beruntung lampu sepeda malam itu dapat ia gunakan, membuat pria itu tak ragu dalam mengambil arah. Meskipun malam belumlah terlalu larut, akan tetapi suasana di perkampungan tempat mereka tinggal sangatlah terpencil. Sehingga pada jam seperti ini, sudah sangat jarang di temui orang berkeliaran di luar rumah. 

Tanpa mengenal lelah, pria tua itu terus mengayuh sepedanya. Hingga akhirnya ia menemukan pertigaan jalan sebagai pembatas kampung tempatnya tinggal yang menghubungkan dengan kampung lainnya. Bergegas ia membelokan sepedanya ke arah kanan, akan tetapi kayuhannya terhenti seketika kala dari arah berlawanan terlihat sosok seorang wanita yang di carinya.

‘Loh, Bu Bidan Hanum? Kebetulan, sekalian saja aku meminta bantuannya disini,’ pikir pria paruh baya itu.

Segera ia menghadang sepeda wanita itu.

“Bu Bidan, tolong berhenti, Bu. Tolong anak saya, dia sepertinya mau melahirkan.” 

Melihat seseorang menghadangnya, sontak wanita itu pun menghentikan kayuhannya. Ia menatap pria paruh baya itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Ada apa, Pak? Siapa yang mau melahirkan?” tanya wanita itu dengan suara yang terasa lain dari seperti yang biasa ia dengar jika bertemu dengannya.

“Anak saya, Bu Bidan. Citra, dia sudah sangat kesakitan sejak tadi sore katanya. Sekarang dia sudah kepayahan, tolong ikut denganku, Bu Bidan,” pinta pria tua itu dengan ekspresi memelasnya.

“Hmmm, baiklah. Cepat, kau bonceng aku!” kata wanita itu seraya membawa sebuah tas kecil yang biasa dibawanya jika sedang bertugas keliling.

Tanpa banyak bicara segera saja pria paruh baya itu membonceng sang bidan dengan sekuat tenaga, karena ia harus membawa beban di belakangnya. Namun rasa berat itu tak ia rasakan saat ini, justru kayuhannya terasa seringan kapas, sehingga pria itu merasakan sebuah keanehan dalam hatinya. Akan tetapi karena teringat keadaan putrinya, ia pun menahan rasa penasarannya.

“Bu Bidan habis dari mana toh? Malam-malam begini masih keluar rumah?” tanya pria tu memecah kesunyian diantara mereka.

“Habis bantu persalinan juga, Pak Turwan. Jangan banyak bicara dulu, fokus kayuh sepedanya. Takut tiba-tiba kita terjatuh, makin lama jadinya. Kasihan putrimu.” Bidan itu menjawab dengan nada datar dan terdengar ketus, semakin menambah kejanggalan dalam hati lelaki itu. Namun lagi dan lagi ia terbayang keadaan putrinya.

Tak lama kemudian mereka telah tiba di sebuah rumah sederhana, penerangan yang temaram semakin menambah aura yang terasa sedikit berbeda di malam itu. Sang bidan bersama pria itu segera turun dari sepeda, kamudian lelaki itu membukakan pintu untuk Bidan Hanum. 

Nampak seorang wanita muda tengah menahan sakit di perutnya, keringatnya sudah membasahi sekujur tubuhnya. Bergegas bidan itu memburu pasiennya, segera ia melakukan pemeriksaan kondisi wanita hamil itu.

“Pak, bantu saya membawa putrimu ke dalam kamar! Di sini terlalu banyak angina masuk, kurang baik untuk ibu dan bayinya nanti.” Bidan itu meminta bantuan.

Dengan sigap pria paruh baya itu membantu putrinya untuk duduk, kemudian berdua mereka memapah wanita hamil itu masuk ke dalam kamar miliknya. Setelah berada dalam keadaaan terbaring, bidan itu pun meminta bantuan lainnya.

“Baiklah, Pak. Kalau begitu biar saya melakukan tugas saya selanjutnya. Bapak silahkan menunggu di luar, sambil menyiapkan air hangat untuk memandikan bayinya jika sudah lahir. Sebelumnya, tolong siapkan beberapa lembar kain bersih dan juga perlengkapan bayi yang bersih.” 

Mendengar serentetan permintaan sang bidan, membuat bapak dari wanita hamil itu tertegun seketika. Tak mengerti dengan apa yang harus di kerjakannya terlebih dahulu. Melihat sang ayah sedang kebingungan, diantara rasa sakitnya, wanita hamil itu menyebutkan satu per satu perlengkapan yang diminta bidan. Kemudian sang ayah meletakannya di atas meja, lalu pria itu pun keluar untuk menyiapkan air hangat seperti yang diminta Bidan Hanum.

Setelah kepergian lelaki paruh baya itu, sebuah seringai pun terbit dari bibirnya. Segera ia pun beranjak menutup pintu kamar dan menguncinya. Sementara wanita hamil itu semakin gelisah menahan rasa sakit yang kini semakin tak tertahankan.

“Mari kita mulai!” ujarnya seraya mendekati wanita itu. 

“Sudah siap?” tanyanya dengan suaranya yang datar dan ekspresinya yang tak bisa di tebak.

“Siap, Bu Bidan,” jawab wanita itu lemah.

“Gak usah takut, kau tidak akan merasakan kesakitan. Aku jamin itu! Beruntunglah kau ditangani olehku, sekarang bersiaplah.” 

Kemudian terlihat bidan itu seperti sedang merapalkan sebuah doa, lalu meniupkannya ke seluruh tubuh wanita itu. Seketika hawa dingin terasa menyelimuti sekujur badannya, mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Membuat wanita itu merasa nyaman, sakit yang dirasakannya pun hilang entah kemana. Namun wanita itu masih dapat mendengar semua arahan yang diucapkan sang bidan padanya.

“Ayo, sekali lagi! Dorong yang kuat! Jangan menyerah! Sebentar lagi kau akan menjadi seorang Ibu, lihatlah! Kepalanya sudah mulai terlihat. Ayo dorong!” teriak bidan itu memberi semangat.

Dengan sekali dorongan kuat, akhirnya wanita itu melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik. Bergegas sang bidan melakukan tugasnya, membersihkan bayi tersebut. Serta tak lupa dengan ibunya yang kini masih terbaring lemah seraya mengatur napasnya.

Setelah selesai dengan bayi yang kini terlihat tenang, kini bidan itu pun menghampiri wanita yang merupakan ibu bayi. Dengan seringainya serta air liur yang mulai menetes, menatap penuh nafsu pada jalan lahir yang masih mengeluarkan darah kotor. 

‘Darah! Aku ingin darah sekarang juga ….’

Meskipun wanita itu terlihat lemas, akan tetapi ekor matanya masih dapat menangkap gelagat yang tak biasa dari sang bidan.

Bab terkait

  • PEREMPUAN PEMINUM DARAH   Bab 2 - Tak Baik Menolak Rejeki

    Perlahan wujud Bidan Hanum menampakan wajah aslinya, lidahnya mulai menjulur hingga menyentuh bagian perutnya. Kedua bola matanya melotot penuh nafsu mengarah pada jalan lahir wanita itu, bau anyir tiba-tiba menyeruak memenuhi ruangan tersebut. Rambut sang bidan yang semula rapi tergelung, kini tergerai dengan warna putih menjuntai manyapu lantai. Kuku-kukunya yang runcing juga gigi yang mulai memperlihatkan taring tajamnya. Langkah demi langkah makhluk itu semakin mendekati wanta yang kini terlihat sangat ketakutan. Keringat sebesar biji jagung mulai membasahi sekujur tubuhnya, ingin rasanya wanita itu berteriak sekencang mungkin. Namun mulutnya serasa terkatup tak mampu bergerak, meskipun berkali-kali wanita itu mencobanya. Karena tak sanggup melihat pemandangan yang dilihatnya, wanita itu pun akhirnya tak sadarkan diri. Terdengar suara tawa bahagia yang membuat merinding siapapun yang mendengarnya.“Hihihi ….”*****Saat pagi hari menjelang, kehidupan di dusun Warnajati terlihat s

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-15
  • PEREMPUAN PEMINUM DARAH   Bab 3 - Persyaratan Hanum

    “Selamat pagi, Laras. Wah … kamu terlihat semakin cantik saja, nih. Perawatan di salon mana? Mau dong, jadi bening kaya kamu,” seloroh Hanum yang terkesima melihat kecantikan asistennya yang semakin hari semakin terlihat cantik. “Ah, Bu Hanum, bisa aja. Saya gak pernah masuk nyalon, Bu. Eman uangnya, mending buat biaya yang lainnya,” jawab Laras dengan wajah sendu.Seketika perasaan bersalah menyeruak dalam hati Hanum, melihat perubahan ekspresi wajah asistennya. Karena wanita itu tahu betul bagaimana pahitnya kehidupan wanita yang berhadapan dengannya saat ini. “Ah, maaf, Laras. Saya gak bermaksud ….”“Gak apa. Bu. Saya mengerti, kalau begitu saya pamit masuk ke dalam. Mau rapi-rapi ruang periksa dulu, mumpung belum ada pasien yang datang,” ucap Laras seperti menghindari pembicaraan dengan Hanum kala itu.“Silahkan, Ras. Kebetulan, ruangannya sudah aku buka sejak tadi,” timpal Hanum.Kedua wanita itu segera berpisah untuk melanjutkan aktivitasnya masing-masing, Hanum yang mengangka

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-15
  • PEREMPUAN PEMINUM DARAH   Bab 4 - Pilihan yang Sulit

    Ketika sore menjelang, tiba-tiba saja Hanum mendapat panggilan dari kecamatan untuk segera datang ke rumah sakit di sana. Karena tenaganya dibutuhkan untuk membantu dan menerangkan beberapa hal yang mana hanya Hanum yang tahu pada dokter yang baru saja datang bertugas dari pusat. Wanita itu pun merasa kebingungan antara menjalankan kewajibannya menepati janji dengan pasiennya, atau memilih menjalankan tugasnya ke rumah sakit. Hanum pun membaicarakan masalah tersbut dengan Gunawan, suaminya, ketika lelaki itu telah pulang ke rumah mereka.“Pak, aku boleh minta pendapatmu?” tanya wanita itu saat melihat suaminya tengah bersanti melepas penatnya.“Apa itu, Bu?” “Aku ada pasien yang hendak melahirkan di ruang bersalin, aku sudah berjanji untuk menolongnya. Tapi beberapa saat yang lalu, aku dipanggil ke kecamatan untuk membantu dokter yang akan bertugas di rumah sakit. Mana yang harus ku pilih, Pak?” tanya Hanum dengan raut wajah yang kebingungan.Nampak Gunawan pun ikut berpikir sejenak,

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-15
  • PEREMPUAN PEMINUM DARAH   Bab 5 - Siapa yang Menyamar?

    Pagi harinya ketika Hanum melakukan pemeriksaan pada pasiennya, nampak wanita itu yang bernama Aminah, tengah duduk di bantu Laras yang dengan telaten mengajari bagaimana caranya memberi ASI pada bayinya. Raut wajah bahagia jelas terlihat di wajahnya yang masih menampakan kelelahan setalah berjuang melahirkan bayinya semalam. Bidan cantik itu pun seakan ikut larut dalam kebahagiaan wanita itu, mengingat keadaannya yang terasa tidak mungkin dapat bersalin dengan normal.Wah, selamat ya, Bu Minah, atas kelahiran bayinya, maaf semalam saya pulang sangat larut. Beruntung Laras, bisa menangani membantu persalinan Ibu, dengan baik dan lancar,” sapa Hanum dengan senyum hangatnya. Sontak pernyataan Hanum membuat kedua wanita itu tertegun dan saling berpandangan satu sama lain dengan ekpresi bingung.“Bu Hanum, jangan bercanda. Jelas-jelas semalam Bu Hanum, yang membantu persalinan tersebut. Ibu pulang sendiri, katanya Pak Gunawan, mampir ke rumah temannya. Ibu juga pulang gak terlalu larut k

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-15

Bab terbaru

  • PEREMPUAN PEMINUM DARAH   Bab 5 - Siapa yang Menyamar?

    Pagi harinya ketika Hanum melakukan pemeriksaan pada pasiennya, nampak wanita itu yang bernama Aminah, tengah duduk di bantu Laras yang dengan telaten mengajari bagaimana caranya memberi ASI pada bayinya. Raut wajah bahagia jelas terlihat di wajahnya yang masih menampakan kelelahan setalah berjuang melahirkan bayinya semalam. Bidan cantik itu pun seakan ikut larut dalam kebahagiaan wanita itu, mengingat keadaannya yang terasa tidak mungkin dapat bersalin dengan normal.Wah, selamat ya, Bu Minah, atas kelahiran bayinya, maaf semalam saya pulang sangat larut. Beruntung Laras, bisa menangani membantu persalinan Ibu, dengan baik dan lancar,” sapa Hanum dengan senyum hangatnya. Sontak pernyataan Hanum membuat kedua wanita itu tertegun dan saling berpandangan satu sama lain dengan ekpresi bingung.“Bu Hanum, jangan bercanda. Jelas-jelas semalam Bu Hanum, yang membantu persalinan tersebut. Ibu pulang sendiri, katanya Pak Gunawan, mampir ke rumah temannya. Ibu juga pulang gak terlalu larut k

  • PEREMPUAN PEMINUM DARAH   Bab 4 - Pilihan yang Sulit

    Ketika sore menjelang, tiba-tiba saja Hanum mendapat panggilan dari kecamatan untuk segera datang ke rumah sakit di sana. Karena tenaganya dibutuhkan untuk membantu dan menerangkan beberapa hal yang mana hanya Hanum yang tahu pada dokter yang baru saja datang bertugas dari pusat. Wanita itu pun merasa kebingungan antara menjalankan kewajibannya menepati janji dengan pasiennya, atau memilih menjalankan tugasnya ke rumah sakit. Hanum pun membaicarakan masalah tersbut dengan Gunawan, suaminya, ketika lelaki itu telah pulang ke rumah mereka.“Pak, aku boleh minta pendapatmu?” tanya wanita itu saat melihat suaminya tengah bersanti melepas penatnya.“Apa itu, Bu?” “Aku ada pasien yang hendak melahirkan di ruang bersalin, aku sudah berjanji untuk menolongnya. Tapi beberapa saat yang lalu, aku dipanggil ke kecamatan untuk membantu dokter yang akan bertugas di rumah sakit. Mana yang harus ku pilih, Pak?” tanya Hanum dengan raut wajah yang kebingungan.Nampak Gunawan pun ikut berpikir sejenak,

  • PEREMPUAN PEMINUM DARAH   Bab 3 - Persyaratan Hanum

    “Selamat pagi, Laras. Wah … kamu terlihat semakin cantik saja, nih. Perawatan di salon mana? Mau dong, jadi bening kaya kamu,” seloroh Hanum yang terkesima melihat kecantikan asistennya yang semakin hari semakin terlihat cantik. “Ah, Bu Hanum, bisa aja. Saya gak pernah masuk nyalon, Bu. Eman uangnya, mending buat biaya yang lainnya,” jawab Laras dengan wajah sendu.Seketika perasaan bersalah menyeruak dalam hati Hanum, melihat perubahan ekspresi wajah asistennya. Karena wanita itu tahu betul bagaimana pahitnya kehidupan wanita yang berhadapan dengannya saat ini. “Ah, maaf, Laras. Saya gak bermaksud ….”“Gak apa. Bu. Saya mengerti, kalau begitu saya pamit masuk ke dalam. Mau rapi-rapi ruang periksa dulu, mumpung belum ada pasien yang datang,” ucap Laras seperti menghindari pembicaraan dengan Hanum kala itu.“Silahkan, Ras. Kebetulan, ruangannya sudah aku buka sejak tadi,” timpal Hanum.Kedua wanita itu segera berpisah untuk melanjutkan aktivitasnya masing-masing, Hanum yang mengangka

  • PEREMPUAN PEMINUM DARAH   Bab 2 - Tak Baik Menolak Rejeki

    Perlahan wujud Bidan Hanum menampakan wajah aslinya, lidahnya mulai menjulur hingga menyentuh bagian perutnya. Kedua bola matanya melotot penuh nafsu mengarah pada jalan lahir wanita itu, bau anyir tiba-tiba menyeruak memenuhi ruangan tersebut. Rambut sang bidan yang semula rapi tergelung, kini tergerai dengan warna putih menjuntai manyapu lantai. Kuku-kukunya yang runcing juga gigi yang mulai memperlihatkan taring tajamnya. Langkah demi langkah makhluk itu semakin mendekati wanta yang kini terlihat sangat ketakutan. Keringat sebesar biji jagung mulai membasahi sekujur tubuhnya, ingin rasanya wanita itu berteriak sekencang mungkin. Namun mulutnya serasa terkatup tak mampu bergerak, meskipun berkali-kali wanita itu mencobanya. Karena tak sanggup melihat pemandangan yang dilihatnya, wanita itu pun akhirnya tak sadarkan diri. Terdengar suara tawa bahagia yang membuat merinding siapapun yang mendengarnya.“Hihihi ….”*****Saat pagi hari menjelang, kehidupan di dusun Warnajati terlihat s

  • PEREMPUAN PEMINUM DARAH   Bab 1 - Malam Persalinan

    “Paak … tolong panggilkan Bidan Hanum! Perutku sejak dari tadi sore sudah mulai terasa mulas, mungkin sudah saatnya bayiku ini lahir, Pak.” Suara seorang wanita merintih menahan sakit dari atas bale-bale yang menjadi tempat tidurnya. Wanita itu nampak sudah sangat kepayahan menahan sakit yang menderanya, sehingga tak sanggup lagi bergerak meski hanya sekedar untuk pindah ke kamarnya.“Paaak ….!” Pekiknya sekali lagi, kala orang yang dipanggilnya belum juga datang menemuinya.“Paaaak!!! Aaaah …!” teriak wanita itu terus berusaha memanggil seseorang. “Hah! I-iya, Nduk? Bapak tadi sedang membenarkan lampu di samping rumah yang tiba-tiba mati, ada apa?” tanya seorang pria paruh baya itu khawatir melihat kondisi anaknya yan tengah menahan sakit.“Tolong panggilkan Bidan Hanum, Pak. Sepertinya cucumu ini sudah akan lahir, perutku sakit sekali, Pak. Aaaah …” pekik kesakitan wanita itu kembali terdengar, kali ini semakin kuat. Pertanda jika sakit yang ia rasakan saat ini sudah tidak dapat t

DMCA.com Protection Status