Permainan, kata yang disebut Yujie saat ingin mendapat kesenangan. Matanya masih menatap rakus pada sosok wanita di sana. Menelisik tiap jengkal tubuh langsing itu. Seolah matanya bisa menilai apa yang dia lihat walau dari jauh.Seraya meneguk minumannya, Yujie memikirkan hal yang akan dia lakukan. "Pria seperti apa yang dia mau?" Paras wanita itu cukup cantik, wajar jika dia berselera tinggi. "Cihh, sombong!""Kurang tau, wanita itu terlalu rumit," jawab Bob.Sudut bibir kiri Yujie terangkat. Permainan baru akan segera ia mulai. "Menarik, dia akan jadi milikku malam ini. Berikan aku seperti biasa."Bob mengangguk, lalu tersenyum kecil. Pria itu sangat tau apa yang akan Yujie lakukan. Lalu Bob menyerahkan botol kecil yang berisi bubuk putih.Setelah meminum seteguk, kaki Yujie mulai melangkah, menghampiri wanita itu. Tak ketinggalan, dia membawa gelas wiski miliknya. Wanita pemilih tidak ayal sebuah pajangan berdebu di sudut ruangan, itu yang ada dalam pikiran Yujie. Bermodal polesan
Yujie membiarkan rintihan wanita itu. Dia masih berdiri dengan bersedekap. Terus memandangi, menikmati kesakitan Marta atas perbuatannya. Pemandangan yang sangat menyenangkan bagi Yujie. Marta terlihat sangat menderita, tubuhnya seperti sudah tidak bisa dikendalikan. Tali yang mengikat pergelangan tangan, mulai menggores kulit cantiknya. Hingga waktunya sudah tiba, Yujie melangkahkan kaki ke arah pintu. "It's time," gumamnya. "Lakukan tugasmu!" Perintah Yujie pada seorang pria yang telah menunggu di depan pintu."Baik, Bos.""Namanya Marta, dia ingin dipanggil ketika dipuaskan," ucap Yujie dingin.Pria yang baru saja masuk kedalam kamar itu pun tersenyum. Tentu saja itu hal yang paling dia inginkan. "Apa alasannya kali ini, Bos?" tanya Pria itu.Yujie selalu punya alasan yang berbeda setiap kali memutuskan untuk mencari mangsa. Banyak pria di bar ini yang akan dia beri kesempatan untuk bersenang-senang. "Wanita itu pemilih, aku hanya muak dengannya.""Anda selalu nakal seperti biasa
Hampir saja Jiena terjerembab, ditambah dengan kepalanya yang masih pusing, sehingga tubuhnya tidak stabil. Untung saja pria itu dengan sigap menangkap Jiena, tepat di pinggangnya. Walau pemandangan itu terlihat agak aneh, sampai membuat gadis apoteker menganga, tapi pinggul Jiena selamat dari benturan lantai. "Maaf, saya tidak sengaja," kata Jiena setelah berdiri seimbang. Dia mendongak, tapi tak melihat dengan jelas wajah pria itu. Jiena lupa menggunakan kacamata, dia menyipit."Nggak apa-apa? Kamu baik-baik saja?" tanya pria itu. Sekelebatan dia merasa indra penciumannya terusik, nyaman.Jiena tak bisa melihat raut wajah pria itu, tapi dia yakin, pria itu bisa maklum. "Aku baik, terima kasih." Jiena menyingkirkan tangan pria itu dari pinggangnya tanpa ragu.Pria itu tersentak dan mundur selangkah. "Ah iya, maaf.""Iya, tidak masalah. Saya permisi." Tanpa berkata apa-apa lagi Jiena berlalu pergi. Tanpa dia tau, si pria tersenyum melihat kepergiannya. "Mas …." Gadis apoteker memang
Para karyawan tampak berbisik-bisik. Hal itu membuat Yudi memasang wajah sangar. Dia menarik napas panjang, menghentikan kebisingan."Perhatian semua!" Suara bariton Yudistira membuat semua terdiam."Huff … akhirnya tenang juga. Saya tau saya ganteng. Tidak perlu bicara di belakang saya. Bilang aja di depan saya. Saya paling suka orang yang jujur. Hahaha …." Ucapan sang bos baru, terdengar sangat percaya diri.Karyawan yang terdiam menganga seketika. Ternyata bos mereka sangat percaya diri. Sudah di level narsis tingkat tinggi sepertinya. Sebagian ada yang kagum. Mata mereka terlihat berbinar memandangi pesona si bos baru. Sebagian lagi ada yang merasa itu lucu. Sehingga tanpa sadar tersenyum geli. Ada juga yang diam tanpa ekspresi apapun, termasuk Jiena.Si bos malah senang melihat respon semua karyawan. Senyuman manis tak pernah pudar dari bibirnya yang kemerahan. Setelah menjeda sejenak, dia melanjutkan ucapannya."Selamat pagi karyawan semuanya," sapa pria berbadan tegap itu denga
"Jie, waktunya makan siang, yuk!"Tepukan pada bahu, membuat Jiena tersentak seketika. Tubuh dan pikiran terasa tidak pada tempatnya dari pagi tadi. Efek dari minuman keras yang Yujie konsumsi secara berlebihan. Obat penghilang pengar yang dia minum tadi pun, tidak banyak membantu. Jiena benar-benar tidak bisa fokus pada pekerjaan.Met menyadari itu, dia yang berdiri di sebelah Jiena mengamati lebih dekat. "Kamu kenapa, Jie? Sakit?" Kedua belah pipi Jiena ditangkupnya. "Muka lo pucet banget, Jie." Hal itu membuat Jiena sedikit gugup, lalu segera menepis kedua tangan Met. "Gue nggak apa-apa, cuma lelah aja. Lo pergi makan aja sana, gue mau pesan delivery aja," ucapnya seraya memalingkan wajah."Tapi lo pucet banget, sebaiknya lo ke klinik biar diperiksa dokter." Memet memberi saran."Nggak perlu, cuma pusing dikit aja. Abis makan nanti gue minum obat." Jiena berucap dengan wajah datar seperti biasa. Dia pikir juga hanya pusing sedikit tidak akan ada masalah."Lo yakin?" Jiena menjawab
“Bukakan pintunya, cepat!”Yudhistira yang mendapat perintah langsung membukan pintu ruang kantor sang atasan. Sekilas dia melirik wajah Haikal yang terlihat tenang, tapi sudah tampak gurat kecemasan semejak di lift. Wajar saja jika si asisten akan berpikir bahwa tindakan Haikal sangat berlebihan. Terlebih lagi hanya untuk karyawan yang baru hari ini dia kenal. Bos-nya itu bahkan melangkahkan kakinya dengan sangat cepat. Dengan kaki panjang itu tak akan butuh waktu lama untuk mencapai depan pintu ruangan kerjanya.“Aku akan membaringkannya.” Haikal menuju sofa hitam panjang berbahan kulit di ruangannya.Yudhistira gegas menata bantal duduk agar bisa digunakan Jiena untuk berbaring. “Sudah, Bos.” Dia memundurkan tubuh untuk memberi sang atasan ruang gerak.Tubuh Jiena dibaringkan secara perlahan. “Badannya kecil, tapi bugar,” gumam Haikal seraya melatakkan perlahan kepala wanita itu di bantal. Tanpa disadari dia telah terpesona dengan kulit putih Jiena yang sangat dekat di pandangannya
“Maaf, Pak ... saya makan sendiri saja.”Sedikit ragu wanita itu menolak, lalu mengulurkan tangan meminta sendok yang diarahkan padanya. Rasanya kurang pantas ketika dia menerima perlakuan sang atasan seperti ini. Terlebih lagi dia baru saja mengenal atasan barunya itu.“Kenapa? Keberatan saya suapin?”“Bukan gitu, Pak. Tapi ....”Dengan santainya Haikal bertanya, tanpa memahami secanggung apa Jiena saat ini. Entah apa yang membuat pria itu bersikap baik seperti ini. Semua terasa tidak biasa, bahkan jika sekretarisnya ada, juga akan merasa heran dengan sikapnya. Terutama bagi Jiena yang pastinya lebih binggung. Jelas wanita itu juga merasa sungkan, sampai dia berpikir ingin cepat-cepat keluar dari ruangan itu.“Se-sebaiknya saya kembali ke ruangan saya.”“Hmm ... oke, oke.” Haikal krmudian baru sadar akan penolakan wanita yang di matanya adalah seorang laki-laki. Pria itu pun mengalah dan meletakkan sendok di tangannya. Lalu berdiri dan berjalan ke mini dispenser mengambil air minum.
“Maaf, Pak ... saya makan sendiri saja.”Sedikit ragu wanita itu menolak, lalu mengulurkan tangan meminta sendok yang diarahkan padanya. Rasanya kurang pantas ketika dia menerima perlakuan sang atasan seperti ini. Terlebih lagi dia baru saja mengenal atasan barunya itu.“Kenapa? Keberatan saya suapin?”“Bukan gitu, Pak. Tapi ....”Dengan santainya Haikal bertanya, tanpa memahami secanggung apa Jiena saat ini. Entah apa yang membuat pria itu bersikap baik seperti ini. Semua terasa tidak biasa, bahkan jika sekretarisnya ada, juga akan merasa heran dengan sikapnya. Terutama bagi Jiena yang pastinya lebih binggung. Jelas wanita itu juga merasa sungkan, sampai dia berpikir ingin cepat-cepat keluar dari ruangan itu.“Se-sebaiknya saya kembali ke ruangan saya.”“Hmm ... oke, oke.” Haikal krmudian baru sadar akan penolakan wanita yang di matanya adalah seorang laki-laki. Pria itu pun mengalah dan meletakkan sendok di tangannya. Lalu berdiri dan berjalan ke mini dispenser mengambil air minum.
“Bukakan pintunya, cepat!”Yudhistira yang mendapat perintah langsung membukan pintu ruang kantor sang atasan. Sekilas dia melirik wajah Haikal yang terlihat tenang, tapi sudah tampak gurat kecemasan semejak di lift. Wajar saja jika si asisten akan berpikir bahwa tindakan Haikal sangat berlebihan. Terlebih lagi hanya untuk karyawan yang baru hari ini dia kenal. Bos-nya itu bahkan melangkahkan kakinya dengan sangat cepat. Dengan kaki panjang itu tak akan butuh waktu lama untuk mencapai depan pintu ruangan kerjanya.“Aku akan membaringkannya.” Haikal menuju sofa hitam panjang berbahan kulit di ruangannya.Yudhistira gegas menata bantal duduk agar bisa digunakan Jiena untuk berbaring. “Sudah, Bos.” Dia memundurkan tubuh untuk memberi sang atasan ruang gerak.Tubuh Jiena dibaringkan secara perlahan. “Badannya kecil, tapi bugar,” gumam Haikal seraya melatakkan perlahan kepala wanita itu di bantal. Tanpa disadari dia telah terpesona dengan kulit putih Jiena yang sangat dekat di pandangannya
"Jie, waktunya makan siang, yuk!"Tepukan pada bahu, membuat Jiena tersentak seketika. Tubuh dan pikiran terasa tidak pada tempatnya dari pagi tadi. Efek dari minuman keras yang Yujie konsumsi secara berlebihan. Obat penghilang pengar yang dia minum tadi pun, tidak banyak membantu. Jiena benar-benar tidak bisa fokus pada pekerjaan.Met menyadari itu, dia yang berdiri di sebelah Jiena mengamati lebih dekat. "Kamu kenapa, Jie? Sakit?" Kedua belah pipi Jiena ditangkupnya. "Muka lo pucet banget, Jie." Hal itu membuat Jiena sedikit gugup, lalu segera menepis kedua tangan Met. "Gue nggak apa-apa, cuma lelah aja. Lo pergi makan aja sana, gue mau pesan delivery aja," ucapnya seraya memalingkan wajah."Tapi lo pucet banget, sebaiknya lo ke klinik biar diperiksa dokter." Memet memberi saran."Nggak perlu, cuma pusing dikit aja. Abis makan nanti gue minum obat." Jiena berucap dengan wajah datar seperti biasa. Dia pikir juga hanya pusing sedikit tidak akan ada masalah."Lo yakin?" Jiena menjawab
Para karyawan tampak berbisik-bisik. Hal itu membuat Yudi memasang wajah sangar. Dia menarik napas panjang, menghentikan kebisingan."Perhatian semua!" Suara bariton Yudistira membuat semua terdiam."Huff … akhirnya tenang juga. Saya tau saya ganteng. Tidak perlu bicara di belakang saya. Bilang aja di depan saya. Saya paling suka orang yang jujur. Hahaha …." Ucapan sang bos baru, terdengar sangat percaya diri.Karyawan yang terdiam menganga seketika. Ternyata bos mereka sangat percaya diri. Sudah di level narsis tingkat tinggi sepertinya. Sebagian ada yang kagum. Mata mereka terlihat berbinar memandangi pesona si bos baru. Sebagian lagi ada yang merasa itu lucu. Sehingga tanpa sadar tersenyum geli. Ada juga yang diam tanpa ekspresi apapun, termasuk Jiena.Si bos malah senang melihat respon semua karyawan. Senyuman manis tak pernah pudar dari bibirnya yang kemerahan. Setelah menjeda sejenak, dia melanjutkan ucapannya."Selamat pagi karyawan semuanya," sapa pria berbadan tegap itu denga
Hampir saja Jiena terjerembab, ditambah dengan kepalanya yang masih pusing, sehingga tubuhnya tidak stabil. Untung saja pria itu dengan sigap menangkap Jiena, tepat di pinggangnya. Walau pemandangan itu terlihat agak aneh, sampai membuat gadis apoteker menganga, tapi pinggul Jiena selamat dari benturan lantai. "Maaf, saya tidak sengaja," kata Jiena setelah berdiri seimbang. Dia mendongak, tapi tak melihat dengan jelas wajah pria itu. Jiena lupa menggunakan kacamata, dia menyipit."Nggak apa-apa? Kamu baik-baik saja?" tanya pria itu. Sekelebatan dia merasa indra penciumannya terusik, nyaman.Jiena tak bisa melihat raut wajah pria itu, tapi dia yakin, pria itu bisa maklum. "Aku baik, terima kasih." Jiena menyingkirkan tangan pria itu dari pinggangnya tanpa ragu.Pria itu tersentak dan mundur selangkah. "Ah iya, maaf.""Iya, tidak masalah. Saya permisi." Tanpa berkata apa-apa lagi Jiena berlalu pergi. Tanpa dia tau, si pria tersenyum melihat kepergiannya. "Mas …." Gadis apoteker memang
Yujie membiarkan rintihan wanita itu. Dia masih berdiri dengan bersedekap. Terus memandangi, menikmati kesakitan Marta atas perbuatannya. Pemandangan yang sangat menyenangkan bagi Yujie. Marta terlihat sangat menderita, tubuhnya seperti sudah tidak bisa dikendalikan. Tali yang mengikat pergelangan tangan, mulai menggores kulit cantiknya. Hingga waktunya sudah tiba, Yujie melangkahkan kaki ke arah pintu. "It's time," gumamnya. "Lakukan tugasmu!" Perintah Yujie pada seorang pria yang telah menunggu di depan pintu."Baik, Bos.""Namanya Marta, dia ingin dipanggil ketika dipuaskan," ucap Yujie dingin.Pria yang baru saja masuk kedalam kamar itu pun tersenyum. Tentu saja itu hal yang paling dia inginkan. "Apa alasannya kali ini, Bos?" tanya Pria itu.Yujie selalu punya alasan yang berbeda setiap kali memutuskan untuk mencari mangsa. Banyak pria di bar ini yang akan dia beri kesempatan untuk bersenang-senang. "Wanita itu pemilih, aku hanya muak dengannya.""Anda selalu nakal seperti biasa
Permainan, kata yang disebut Yujie saat ingin mendapat kesenangan. Matanya masih menatap rakus pada sosok wanita di sana. Menelisik tiap jengkal tubuh langsing itu. Seolah matanya bisa menilai apa yang dia lihat walau dari jauh.Seraya meneguk minumannya, Yujie memikirkan hal yang akan dia lakukan. "Pria seperti apa yang dia mau?" Paras wanita itu cukup cantik, wajar jika dia berselera tinggi. "Cihh, sombong!""Kurang tau, wanita itu terlalu rumit," jawab Bob.Sudut bibir kiri Yujie terangkat. Permainan baru akan segera ia mulai. "Menarik, dia akan jadi milikku malam ini. Berikan aku seperti biasa."Bob mengangguk, lalu tersenyum kecil. Pria itu sangat tau apa yang akan Yujie lakukan. Lalu Bob menyerahkan botol kecil yang berisi bubuk putih.Setelah meminum seteguk, kaki Yujie mulai melangkah, menghampiri wanita itu. Tak ketinggalan, dia membawa gelas wiski miliknya. Wanita pemilih tidak ayal sebuah pajangan berdebu di sudut ruangan, itu yang ada dalam pikiran Yujie. Bermodal polesan
Jiena adalah seorang wanita 26 tahun yang memiliki krisis identitas dalam dirinya. Sejak menginjak usia remaja tubuh Jiena mulai terlihat gejala-gejala aneh. Dia mengalami masa pubertas untuk kedua jenis kelamin. Terkadang merasa feminin dan juga maskulin. Tumbuh bulu, menstruasi dan pertumbuhan payudara yang tidak normal. Seiring berjalannya waktu, leher Jiena mengeras, seperti memiliki jakun layaknya pria dewasa. Otot tubuhnya juga perlahan terlihat. Tak menampakkan ciri sebagai seorang wanita sama sekali. Jiena berusaha menutupi semua itu dengan baik, sehingga keluarganya tidak ada yang tahu. Pernah sekali dia memeriksakan diri ke dokter. Ternyata Jiena mengidap penyakit langka, Polycystic ovary syndrome (PCOS). Tubuhnya memproduksi hormon laki-laki (androgen) secara berlebihan.Semua pertumbuhan aneh itu terus berlanjut hingga dia lulus dari SMA. Jiena memutuskan untuk berkuliah jauh dari rumahnya agar bisa tinggal sendiri. Gejala aneh lainnya kembali muncul. Dia sering bermimpi