Share

PENGENDALI API

Penulis: Yoyok RB
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-01 19:49:00

Kyai Rangga menyatukan kedua telapak tangannya dan menarik nafas panjang. Sebelum gumpalan tanah yang dibuat Lindhu tiba, Kyai Rangga mengarahkan telapak tangannya ke depan. Sebuah cahaya putih melesat dari telapak tangan Kyai Rangga membuat gumpalan tanah itu ambyar di udara, meninggalkan debu di udara. Cahaya putih dari telapak tangan Kyai Rangga terus melaju menghantam Lindhu Purwo, membuatnya terlempar sejauh sepuluh meter.

“Aaaagrh!!” teriak Lindhu Purwo yang terlempar dan terjatuh di dekat pantai, hampir tercebur ke air.

Kyai Rangga melesat menghampiri Lindhu Purwo dan memberi tendangan yang keras. Lindhu Purwo kembali terlempar sejauh sepuluh meter, kali ini tubuhnya masuk ke dalam laut.

Byuur!!! Lindhu Purwo tercebur ke dalam laut, tubuhnya timbul tenggelam terkena ombak laut. Sejurus kemudian Lindhu Purwo sudah tenggelam ke dalam laut. Tetapi tidak sampai satu menit, tiba-tiba air laut naik ke angkasa membawa tubuh Lindhu Purwo yang pingsan dan melemparkannya ke tepi pantai.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PENGENDALI ANGIN

    Bola api di tangan Agni Wandira berkobar dan berputar-putar di udara di antara kedua telapak tangannya. Agni Wandira menatap tajam pada Kyai Rangga sebelum melontarkan api yang ada di tangannya. Dibarengi dengan sebuah teriakan keras, Agni Wandira melontarkan bola api di tangannya ke arah Kyai Rangga. Bola itu melesat dengan cepat menuju menuju ke arah Kyai Rangga yang diam tidak bergerak sedikitpun.Blaaar!!! Bola api itu menghantam tubuh Kyai Rangga dengan keras dan mengubahnya menjadi serpihan-serpihan api kecil. Kyai Rangga tetap berdiri pada tempatnya tidak kurang suatu apapun. Kyai Rangga mengibas-ngibaskan tanganya untuk membersihkan sisa-sisa bola api yang mengenai tubuhnya.“Wah, luar biasa, ilmu apa itu?” tanya Bhre Wiraguna pada Lembu Sora yang ada di sebelahnya.“Dia pengendali api, bisa mengeluarkan api dan mengendalikannya,” jelas Lembu Sora.“Hmm, hebat, aku juga ingin bisa menguasai ilmu itu,” kata Bhre Wiraguna.“Sepertinya sulit, kamu tidak punya bakat,” ujar Lembu S

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-02
  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   TORNADO API

    Anila mencoba mengendalikan angin yang sudah berubah menjadi tornado api setinggi sepuluh meter. Tetapi gerakan tornado menjadi liar tak terkendali, Anila tidak dapat mengendalikannya lagi. Tornado api itu bergerak liar menuju ke reruntuhan bangunan darurat. Dalam sekejap sisa-sisa bangunan itu ditelan tornado api dan ikut terbakar dan berputar bersama tornado api.“Gawat ayo menyingkir sejauh mungkin!” kata Tumenggung Jatibarang pada semua prajuritnya. “Berlindung-berlindung!” teriak Narapaksa. Bhre Wiraguna dan Lembu Sora yang menyusul Kyai Rangga turun ke pelabuhan menggunakan perahu juga ikut kebingungan menghindari sejauh mungkin tornado api itu. Dengan suara gemuruh yang dahsyat, tornado api itu bergerak menuju ke arah Bayu dan Lindhu yang tengah tergeletak tak berdaya karena telah dilumpuhkan oleh Kyai Rangga. Panas tornado api sudah mencapai Bayu dan Lindhu, keduanya sudah pasrah, siap untuk ditelan tornado api itu. Anila mencob

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-03
  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PERGULATAN BATIN EMPAT SAUDARA

    Kyai Rangga lebih mendekat pada Bayu Segara. Beberapa orang yang ada juga mendekati Bayu Segara. Tumenggung Jatibarang, Sarip, Lasmini, Narapaksa, Bhre Wiraguna, dan Lembu Sora lebih mendekat untuk mendengar lebih jelas keterangan dari Bayu Segara. “Kapan kamu pertama kali bertemu dengannya?” tanya Kyai Rangga. “Satu bulan yang lalu, tepatnya di pantai Sindanglaut,” jawab Bayu. “Apa, pantai Sindanglaut? Mengapa kamu ada di sana? Apa yang kamu kerjakan?” Kyai Rangga keheranan. “Saat itu kami berempat sedang berlatih menggunakan tenaga kami mengendalikan air, api, tanah, dan udara. Tiba-tiba muncul kapal raksasa dari baja, Samiri keluar dari sana dan da

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-04
  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   BERGABUNG

    Kyai Rangga memperhatikan Bayu, Anila, Lindhu, dan Agni yang masih saling memandang satu sama lain. Keempatnya masih bingung dan belum bisa mengambil keputusan. Kyai Rangga memberi mereka kesempatan untuk mengambil keputusan. “Aku merasa telah tersesat,” kata Bayu Segara. “Tersesat?” tanya Agni “Ya, untuk apa aku melawan bangsaku sendiri?” tanya Bayu pada dirinya sendiri. “Ya, aku juga merasa yang kulakukan tidak ada gunanya, selain untuk kesenanganku sendiri,” kata Lindhu. “Kita semua hanya mengejar kepuasan dan kesenangan kita sendiri,” kata Anila. “Lalu, apa yang harus kita lakukan? Apakah kita bergabung dengan Mataram atau bagaimana?” tanya Agni. “Bergabung untuk menyerang Batavia?” tanya Lindhu. “Pilihan kita sekarang hanya dua, melawan mereka atau bergabung dengan mereka,” jawab Agni. “Tidak ada pilihan lainnya?” tanya Lindhu. “Ada juga, tidak bergabung dengan

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-05
  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PELABUHAN SUNDA KELAPA

    Pagi hari. Pelabuhan Sunda Kelapa. Batavia. Setelah berlayar selama 2 hari 2 malam, sampailah armada kapal Mataram yang dipimpin Kyai Rangga di Batavia. Mereka hendak mendaratkan perbekalan di pelabuhan. Kyai Rangga memerintahkan ke sepuluh kapal lainnya untuk tetap berada di tengah laut tidak merapat ke pelabuhan. Hanya kapal yang dinaiki Kyai Rangga yang akan bersandar lebih dahulu.Martapura memerintahkan awak kapal untuk menurunkan jangkar. Memasang jembatan menuju ke dermaga. Kyai Rangga bersiap untuk turun, ketika dilihatnya beberapa orang prajurit VOC mendekati kapal.“Ada pasukan VOC, mau apa mereka?” tanya Martapura.“Mungkin akan memeriksa, aku akan turun saja,” kata Kyai Rangga sambil melangkah turun dari kapal.“Apakah perlu pengawalan prajurit?” tanya Martapura.“Tidak perlu, akan kuhadapi sendiri, mereka hanya menjalankan tugas,” kata Kyai Rangga.Para prajurit segera mendatangi Kyai Rangga begitu dia turun dari kapal.“Goedemorgen! Ik ben Willem, wie ben jij? En wat is

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-06
  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   MENDARAT

    Pagi hari. Pelabuhan Sunda Kelapa. Batavia. Kapal Singaparna sudah satu malam berlabuh di pelabuhan itu. Belum ada tanda-tanda prajurit VOC mendekati kapal itu, artinya izin dari Gubernur belum turun. Seekor burung merpati putih mendarat di kandang burung yang ada di kapal. Martapura segera menangkap burung itu dan mengambil surat yang ada di kaki burung itu, lalu membawanya ke Kyai Rangga.“Kanjeng Tumenggung! Ada surat!” teriak Martapura sambil membawa surat yang dibawa burung merpati.Kyai Rangga menerima surat itu, segera membuka dan membacanya. “Hmm, kapal Tumenggung Bahurekso sudah hampir tiba di dekat teluk Batavia, mereka akan mendaratkan pasukan di teluk itu besok,” kata Kyai Rangga memberitahu isi surat itu pada Martapura.“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Martapura.“Tidak ada, sementara kita menunggu diizinkan untuk menurunkan semua barang-barang kita,” jawab Kyai Rangga.“Kalau tidak diizinkan?”“Tunggu saja, pasti diizinkan,” kata Kyai Rangga sambil tersenyum.“Meng

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   TELUK BATAVIA

    Batavia. Matahari sudah mulai tinggi ketika Sarip dan Lasmini memacu kuda mereka menuju selatan ke arah teluk. Mereka berjalan beriringan dengan kecepatan yang cukup tinggi. Sementara tanpa mereka sadari dua orang prajurit VOC berkuda mengikuti mereka.Setengah jam kemudian, sampailah mereka di teluk Batavia. Di kejauhan tampak kapal-kapal berbendera Mataram perlahan-lahan mendekat menuju ke teluk itu.“Kanda, itukah kapal-kapal yang akan kita pandu?” tanya Lasmini sambil menunjuk ke laut.“Benar itulah kapal-kapal Mataram, lihat benderanya, bendera merah bergambar bulan sabit dan dua keris merah itu adalah bendera Mataram!” jelas Sarip.“Bagaimana cara kita memandu mereka?” tanya Lasmini.“Aku akan melepas bajuku menaruh pada tongkat dan melambai-lambaikan pada mereka!” kata Sarip sambil akan melepas bajunya, tetapi diurungkannya.“Mengapa tidak jadi melepas baju?” tanya Lasmini.“Ada dua orang prajurit VOC yang memperhatikan kita, harus kita beresi dulu,” kata Sarip berbisik di teli

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-08
  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PASUKAN MATARAM

    Teluk Batavia. Menjelang siang. Kapal-kapal Mataram mulai merapat perlahan mengikuti arahan dari Sarip. Kapal pertama sudah merapat, tetapi karena di teluk itu tidak ada dermaga, maka kapal-kapal itu tidak berani dekat dengan pantai. Para prajurit Mataram mulai turun dari kapal, menuju ke pantai. Mereka berjalan melewati air laut setinggi lutut mereka. Berduyun-duyun turun dari kapal seperti rombongan semut yang keluar dari sarangnya. Mereka kemudian naik ke daratan dan langsung mendirikan benteng pertahanan dari bambu di dekat pantai. Semua perlengkapan mereka turunkan dari kapal, juga beberapa perbekalan untuk sehari-hari.Suasana teluk menjadi sangat ramai oleh pasukan Mataram. Kapal yang sudah menurunkan pasukan kembali ke tengah laut, digantikan oleh kapal yang belum menurunkan muatan.Seorang prajurit bernama Pandu mendekati Sarip dan Lasmini.“Kalian dari mana, seperti bukan prajurit Mataram?” tanya Pandu menyelidiki.“Saya Sarip dan ini isteri saya Lasmini, kami ditugaskan ole

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-09

Bab terbaru

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PERPISAHAN

    Matahari mulai bergeser ke barat. Tetapi di dalam gua Sindanglaut suasana tetap gelap tidak ada bedanya siang dan malam. Rombongan Kyai Rangga telah berada di pintu keluar gua. Tetapi suasana cukup gelap, mereka tidak bisa melempar-lempar peti tanpa ada penerangan.“Buat obor!” perintah Kyai Rangga.Dwipangga segera mengeluarkan batu pemantik kemudian mencoba membuat api. Tetapi gagal, lagipula tidak ada ranting kering atau apa pun yang dapat digunakan untuk menyalakan api di gua itu.“Maaf Kanjeng Tumenggung, saya tidak dapat menyalakan api,” kata Dwipangga merasa menyesal.“Hmm, tidak ada jalan lain, kita harus membawanya keluar dengan panduan Badra. Jadi kita terpaksa harus bolak-balik masuk ke dalam gua untuk mengeluarkan peti-peti ini,” kata Kyai Rangga.Maka ke sepuluh orang itu harus empat kali bolak-balik keluar masuk gua untuk mengeluarkan peti-peti itu. Untungnya di luar ada Lasmini dan Suzane yang sigap membantu, sehingga mereka dapat lebih cepat mengeluarkan peti-peti itu

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   HARTA KARUN VOC

    Suasana mendadak hening. Semua mata menatap pada tumpukan peti yang terbuat dari baja tahan karat itu. Di atas masing-masing peti terdapat simbol VOC berwarna keemasan. Ada pegangan di kanan dan kirinya untuk mengangkat peti itu. Di bagian tutupnya ada gembok besar berwarna perak. Di gembok itu juga ada logo VOC, walau samar karena tertutup tanah. Semuanya ada 80 peti.“Sarip, coba kau buka salah satu peti itu,” kata Kyai Rangga.Sarip segera menghunus goloknya dan menebas gembok yang mengunci peti itu dengan kekuatan penuh.Triiingg!! Terdengar suara benturan keras, gembok terlepas dari tempatnya. Semua penasaran ingin segera melihat isinya.“Buka peti itu!” kata Kyai Rangga yang juga ingin segera melihat isi peti itu.Sarip segera membuka peti itu dan membuat semuanya terbelalak. Batangan-batangan emas berkilauan terdapat dalam peti itu. Sarip mengambil satu batang dan mengamatinya dengan saksama. Ada tulisan dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh Sarip dan ada lambang piramida ter

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   JEBAKAN MAUT

    Rombongan Kyai Rangga mulai menjelajahi daratan aneh itu. Mereka berjalan dengan pelan mengikuti Badra yang tetap berjalan di depan. Kyai Rangga berada tepat di samping Badra.“Kamu yakin sudah tahu tempatnya?” tanya Kyai Rangga.“Ya, sangat yakin karena waktu itu aku berada di sini dan mengamati setiap gerakan pasukan VOC yang menyembunyikan harta karun itu. Dan jangan lupa, Wanara juga melihatnya!” kata Badra sambil menunjuk Wanara di pundaknya.Wanara melompat-lompat kecil sambil meringis dan mengeluarkan bunyinya yang khas, seolah mengiyakan kata-kata Badra.Anggota rombongan yang lain mengikuti Badra dan Kyai Rangga sambil melihat-lihat disekitar mereka dengan penuh ketakjuban.“Jangan menyentuh apa pun, dan jangan mengambil apa pun yang ada di sini,” kata Kyai Rangga mengingatkan pada rombongannya.“Mengapa?” tanya Jampang.“Sudah, patuhi saja, jika tidak ingin ada kejadian buruk,” kata Suropati sambil mengingat kejadian yang pernah dialaminya saat memasuki gua itu.Walaupun kur

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   LEMBAH RAHASIA

    Sindanglaut. Siang hari. Cuaca sangat cerah, tidak ada awan sama sekali di angkasa, ketika Kyai Rangga dan rombongannya mendarat di pantai Sindanglaut. mereka segera berjalan menuju ke arah gua di tepi pantai itu. Mereka berjalan beriringan, sampai di depan gua mereka berhenti. “Sebaiknya hanya laki-laki saja yang masuk,” kata Kyai Rangga setelah berada di depan gua. Semua pandangan tertuju pada Lasmini dan Suzane. Tampaknya semua setuju bahwa kedua wanita itu tidak ikut masuk ke dalam gua. “Bagaimana?” tanya Kyai Rangga. “Ya, kami akan menunggu di luar gua sambil berjaga-jaga. Lagipula Suzane membawa anak kecil,” kata Lasmini. Semua setuju untuk meninggalkan Lasmini, Suzane dan si kecil Roberth di luar gua. Kyai Rangga memimpin di depan diikuti oleh Suropati, Sakera, Sarip, Dwipangga, Jampang, Pitung, Rais, dan Ji’i. Ketika mereka hampir masuk gua mendadak terdengar sebuah suara. “Aku juga ikut, sudah lama aku m

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PANTAI SINDANGLAUT

    Tengah laut. Siang hari. Di atas binatang raksasa berbentuk pulau. Rombongan Kyai Rangga tengah melaju dengan kencang menuju ke Sindanglaut. Semua masih terdiam setelah Kyai Rangga menyatakan bahwa Lembu Sora adalah seorang pengkhianat. Mereka semua terkejut dan tidak menyangka bahwa Lembu Sora, yang selama ini merupakan orang kepercayaan Kyai Rangga adalah pengkhianat. “Sejak kapan Kanjeng Tumenggung mengetahui kalau Lembu Sora adalah pengkhianat?” tanya Suropati penasaran. “Bukankah dia ikut membunuh Kanigoro?” Sarip juga ikut mengajukan pertanyaan. Kyai Rangga tidak langsung menjawab, dia memandang semua yang ada, semua orang yang telah ikut dalam penyerangan ke Batavia. “Hmm, akan kuc

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   MENUJU SINDANGLAUT

    Kyai Rangga segera berlari menuju ke pulau hidup, diikuti oleh Suropati, Sakera, Dwipangga, Suzane yang menggendong Roberth, Jampang, Pitung, Rais, dan Ji’i. Mereka berlari dengan cepat tanpa melihat ke belakang. “Tunggu!” teriak Sarip yang tiba-tiba muncul dari belakang bersama Lasmini. “Kami ikut!” teriak Sarip sambil berlari mengejar rombongan Kyai Rangga di depan. “Ya, ayo cepat!” teriak Kyai Rangga, menoleh sambil terus berlari. Sarip dan Lasmini segera berlari mengikuti Kyai Rangga dan yang lainnya. Dalam sekejap rombongan itu telah naik ke atas pulau itu. “Semua ke

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PULANG

    Kyai Rangga melihat gudang perbekalan yang sudah tidak berbentuk lagi, porak-poranda, semua sapi yang dibawa mati dalam keadaan mengenaskan. Ada yang terbakar, ada yang terbunuh, dan ada yang tercebur ke laut. Semua perbekalan sudah tidak berbentuk lagi. Kesedihan tampak di wajah Kyai Rangga, walau dia sangat senang dengan kedatangan Suropati dan kawan-kawan. Tetapi kesedihan tidak dapat disembunyikan dari wajahnya.Sakera yang hendak mengajak Kyai Rangga bergurau mengurungkan niatnya ketika melihat raut wajah Kyai Rangga. Dia ikut memandang reruntuhan benteng darurat di pelabuhan.“Tidak ada harapan lagi, pasukan Mataram tidak akan mendapat perbekalan yang dibutuhkan,” kata Kyai Rangga pada dirinya sendiri.“Bukankah kita dapat mendatangkan lagi?” tanya Arya Tejawungu.“Tidak ada waktu lagi,” jawab Kyai Rangga pendek.Mendadak dari kejauhan Lembu Sora dan Bhre Wiraguna berkuda dengan cepat menghampiri Kyai Rangg

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   SERANGAN MAUT

    Panasnya tornado api membuat kapal raksasa yang terbuat dari baja memerah dan mulai meleleh. Semua sudah membayangkan penumpang kapal raksasa itu sudah tewas karena kepanasan. Tetapi dugaan itu meleset, karena baja di kapal itu hanya lapisan luarnya. Saat lapisan bajanya meleleh, tampaklah lapisan berwarna putih di dalamnya, bahan yang tahan api dan sangat kuat. Semua yang memandang dengan takjub, benar-benar kapal yang luar biasa.Sementara itu Bayu, Agni, Anila, dan Lindhu sudah mulai kehabisan tenaga. Tornado api perlahan mulai mengecil dan lenyap. Air laut kembali normal. Bayu jatuh terduduk, begitu juga Agni, Anila, dan Lindhu. Tenaga mereka benar-benar terkuras.“Bagaimana ini, kapal itu tidak dapat dihancurkan!” kata Arya Tejawungu.“Kita bertempur sampai titik darah penghabisan!” kata Kyai Rangga sambil berdiri, tenaganya sudah pulih kembali.Semua mata memandang ke arah kapal raksasa di laut, menunggu apa yang selanjutnya

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   BANTUAN PENGUASA KEKUATAN ALAM

    Pelabuhan Sunda Kelapa. Menjelang tengah hari. Pasukan asing berpakaian hitam-hitam datang menyerbu ke dermaga. Pasukan Mataram tidak sanggup menghadapinya, senjata pasukan asing itu begitu mematikan. Kyai Rangga yang masih memulihkan tenaganya hanya dapat memandang pasukan asing itu menyerbu.“Gawat! Apa yang harus kami lakukan?” tanya Arya Tejawungu pada Kyai Rangga.“Biar kami saja yang menghadapi mereka!” kata Bayu yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka didampingi oleh Lindhu, Agni, dan Anila.Kyai Rangga tampak tersenyum senang melihat kedatangan empat saudara seperguruan itu. Kini dia merasa tenang dan melanjutkan memulihkan tenaganya, karena yakin empat orang itu akan sanggup mengatasi pasukan asing itu.Keempat penguasa kekuatan alam itu segera menyerbu pasukan asing. Agni mengeluarkan api yang dibantu oleh Anila sehingga menimbulkan tornado api yang segera menyambar pasukan asing.Tornado api itu berputar dengan cepat dan membakar semua pasukan asing yang mendekat. Pasukan a

DMCA.com Protection Status