"Hiaahh..!!" Spraattzzhk..!!!Tak tahan melihat serangan pasukkannya selalu digagalkan oleh para pendekar Pallawa. Eyang Gentaloka berseru keras, seraya hantamkan kepalan tangan kanannya ke arah sosok Panji.Selarik cahaya hitam pekat berselimut cahaya keemasan melesat cepat ke arah Panji, yang kala itu tengah melesat kembali menuju pagar gerbang kotaraja bersama Larasati dan Jaya.Ya, aji 'Pukulan Gelap Ngampar' telah dilepaskan oleh sepuh sesat itu."Awas Panji..!!" Slaph! Slaph! seru Eyang Pandunatha memperingatkan Panji. Hampir bersamaan Eyang Pandunatha dan Eyang Cakradewa segera melesat cepat seraya siapkan pukulan ampuh mereka."Hiaahh.!" Spraattzh..!!Eyang Pandunatha lepaskan Pukulan Bentrok Dewa dan Iblisnya, secepat kilat dua bola energi berwarna hitam pekat dan putih berkilau melesat dari kedua kepalannya, hendak memapasi dua larik pukulan Eyang Gentaloka."Hiaahh..!!" Blaattzzhk..!!Seruan keras Eyang Cakradewa diiringi dengan melesatnya dua larik cahaya perak menyilauka
"Kujang Kencana.!!" Eyang Bardasena memanggil senjata pamungkasnya 'Kujang Kencana', pusaka yang lama sekali tak pernah digunakannya untuk bertarung.Scraatzh..!! Jlegarrshk..!Gelegar suara halilintar keemasan serta pecahnya power pukulan Eyang Bardasena menggeletar dahsyat, bagai membelah langitPerlahan naungan awan gelap di atas area kotaraja Pallawa buyar dan berubah menjadi cahaya terang keemasan. Melesat turun dengan cepat sebuah senjata berbentuk Kujang. Sebuah Kujang yang pancarkan kilatan cahaya keemasan bukan main terangnya, hingga sanggup mengubah awan gelap menjadi awan berwarna cerah keemasan. Itulah Kujang Kencana!Taph..!Kujang Kencana kini tergenggam di tangan Eyang Bardasena. Seketika sosok Eyang Bardasena lenyap terselubungi cahaya keemasan, yang memancar terang menyilaukan dari Kujang Kencana itu. Dahsyat!"Ku-kujang Kencana..?! Be-bedebah kau Bardasena..!!" sentak gugup Eyang Dharmala gentar, saat mengetahui wujud dari senjata pamungkas Eyang Bardasena.Ya, Eyan
"Ahh..! Ak-akhirnya a-aku me-menemukanmu Nariti sa..yang. Hkssh!" dengan suara lemah dan terbata, Eyang Bardasena menyapa wanita yang selalu ada dalam hati dan kenangannya itu. Lalu dia pun jatuh tak sadarkan diri setelahnya."Kangmas..!" seru cemas wanita sepuh itu, yang ternyata adalah Nyi Nariti.Segera Nyi Nariti melesat turun ke sebuah dataran berumput, lalu dia merebahkan sosok Eyang Bardasena. Sosok yang sejak dulu selalu dikaguminya, sampai sebuah kejadian memisahkan mereka.Ya, rupanya pernah ada 'kisah rahasia' di antara dua sepuh itu, pada masa muda mereka dulu. Sungguh sebuah kejutan yang tak terduga!*** Sementara di dimensi silam.Suasana pagi hari itu sungguh nampak berbeda di sekitar istana Kashimpa. Nampak alun-alun kerajaan Kashimpa yang berada tak jauh dari istana kerajaan telah ramai dan penuh sesak, dengan seluruh prajurit kerajaan Kashimpa.Ya, karena hari itu adalah hari pemberangkatan 4 ribu prajurit khusus, yang akan menuju ke Tlatah Pallawa, Pasukkan yang ak
Slaphh..! Jalu anggukkan kepalanya pada sang Maharaja dan sang Permaisuri, lalu sosoknya melesat bagai lenyap saking cepatnya. Dan dalam sekejap mata saja, Jalu sudah berada di ketinggian langit Tlatah Kashimpa.Byaarrsh..!!Ledakkan power Jalu seketika terjadi di ketinggian angkasa, awan di atas langit wilayah Kashimpa pun langsung berubah bercahaya keemasan."Pedang Semesta..!! Hiiaahhh..!!"Jalu berseru lantang dalam posisi melayang di angkasa, memanggil pusaka pamungkas Pedang Semestanya. Kaki Jalu menghentak ke arah bumi, sementara tangannya meninju ke arah langit. Cahaya keemasan meluncur deras ke atas dan ke bawah dari hentakkan kaki dan kepalan tinju Jalu.Spraatzhh..!! Wuunngzzt..!Dari ketinggian langit tak terhingga. Meluncur turun dengan cepatnya sebuah titik kemilau terang sekali berwarna putih, biaskan aneka warna menembus batas atmosfir. Seketika langit berubah warna menjadi cahaya cemerlang aneka warna, layaknya kemilau intan.Ya, itulah 'Pedang Langit' yang terbentuk
Spraatzhhh..!!! KHRA - BLARGHHSK...!!Dengan suara dentuman menggelegar yang bukan olah-olah dahsyatnya, istana kegelapan yang melayang itu terbelah menjadi dua bagian. Lalu dua bagian istana yang terbelah itu pun ambyar meledak, dan luluh lantak berkeping bak serpihan kerikil kecil. Ya, Istana Kegelapan kini hanyalah tinggal puing-puing kecil yang melayang di dimensi Kegelapan itu. Inilah tebasan dahsyat luar biasa..!Nampak sosok bayangan hitam keemasan melesat keluar, dari istana kegelapan yang telah terbelah itu.Ya, rupanya Eyang Swungrana berhasil menyelamatkan diri dari ledakkan kehancuran istana kegelapan itu.'Hmm. Dia berhasil selamat!' seru geram bathin Jalu. Tiba-tiba muncul sebuah bola cahaya emas berukuran sangat besar, api hitam berkobar berkeredepan mengelilingi bola cahaya emas itu. 'Hmm! Sang Penguasa Kegelapan muncul..!' batin Jalu bergetar. Namun dia tentu saja tak gentar, hanya saja Jalu lebih mementingkan keselamatan Kirana saat itu. "Ayo Kirana! Kita tinggalk
Seth..! Taph..!Tanpa buang waktu lagi Jalu menyambar pusaka Pedang Matahari dalam genggaman sang Maharaja Wucitra Samaradewa. Lalu...Crash..! Crashk..! ... Craaksh..!!Lalu dengan gerakan cepat bukan main dan tanpa ragu, Jalu ayun, tebas, dan tusukkan, Pedang Matahari ke seluruh sosok pasukkan pemberontak yang mengepung rombongan sang Maharaja.Sedemikian cepatnya gerakkan Jalu, hingga hanya nampak bagaikan lintasan cahaya putih keemasan, yang tengah mengitari pasukkan pengepung pemberontak itu. Dan akibatnya juga bukan olah-olah mengerikkannya! Karena bukan hanya ratusan, tetapi ribuan lebih kepala para pasukkan pemberontak yang mengepung rombongan sang Maharaja telah tertebas!Kepala mereka semua nampak seperti berada ditempatnya, namun sesungguhnya leher mereka semua telah terpapas buntung oleh Pedang Matahari di tangan Jalu.Craph..! ... Craghs..!!Kecuali pada seratus lebih Pasukkan Terkutuk yang matanya putih semua, pada mereka Jalu memberikan tusukkan tepat di jantungnya.Sel
"Keparat kau Jalu..! Aku akan adu nyawa denganmu..!" seru murka Eyang Gentaloka, seraya melihat pergelangan tangan kirinya yang putus. Dendamnya pun kembali bergolak pada Jalu.Desshhk..!!Jalu tendang bola bulat berisi pukulan Halilintar Neraka itu ke arah kerumunan pasukkan pemberontak, yang tengah berdesakkan hendak masuk di pintu gerbang kotaraja Pallawa.Bola besar keemasan itu pun melayang deras ke arah kerumunan pasukkan pemberontak itu. Dan...Staaghk.! Scraatzhk..!!Dengan sebuah jentikkan 'Jari Halilintar'nya, melesat seberkas kilatan petir emas dari jari Jalu. Lesatan petir emas itu tepat menghantam bola keemasan berisi Pukulan Halilintar Neraka milik Eyang Gentaloka, yang saat itu tepat berada di tengah-tengah pasukkan pemberontak yang sedang menyerbu masuk.KHRA - BLAAARRRGGKHHSS..!!Pintu gerbang kotaraja ambyar dan runtuh, sementara ratusan pasukkan pemberontak juga tewas seketika terkena ledakkan power Pukulan Halilintar Neraka milik Eyang Gentaloka. Hal yang terjadi b
"Hhh..!" Jalu hentikan ajian Pukulan Pasir Semestanya seraya menghela nafasnya. Seketika badai pasir emas itu pun lenyap tanpa bekas. Lalu Jalu pun terapkan pernafasan Bathara Bayu sejenak di angkasa.Slaph!Kini Jalu melesat ke arah pertarungan Eyang Waranaya dan Arya yang hampir mencapai puncaknya.Nampak Eyang Waranaya tengah bersiap menerapkan ajian pamungkas yang baru disempurnakannya, aji 'Lebur Pati'. Sebagai tanda serangan itu adalah serangan hidup matinya melawan Arya, yang masih tampak segar bugar.Rupanya mereka berdua sudah enggan bermain saling lesatkan pukulan jarak jauh, dan memutuskan untuk beradu pukulan secara langsung.Ya, disamping pada dasarnya power Arya memang lebih tinggi, faktor usia juga mempengaruhi stamina Eyang Waranaya. Namun tak nampak kecemasan atau kegentaran sedikitpun di wajah Eyang Waranaya saat itu."Eyang sepuh! Mohon biarkan Jalu yang menghadapinya!" seru Jalu seraya memberi hormat pada Eyang Waranaya.Ya, Jalu merasakan power Eyang Waranaya yang
"Ayo..! Pasang semua umbul dan panji yang masih belum terpasang..! Sebelum para tamu undangan berdatangan siang nanti!Jangan sampai kita di anggap tak siap merayakan hari berdirinya sekte Rajawali Emas yang keenam ini..!" seru Panji mengingatkan para anggota sekte Rajawali Emas, yang bertugas memasang umbul-umbul serta panji-panji sekte Rajawali Emas di sekitar markas.Umbul serta panji sekte Rajawali Emas itu bahkan dipasang hingga sepanjang pohon-pohon di tepi jalan, yang merupakan akses menuju ke markas sekte Rajawali Emas.Hingga saat tiba waktu menjelang siang. Para tamu undangan dari berbagai sekte, para pendekar non sekte, perwakilan ataupun pihak kerajaan dari tiga tlatah, bahkan hingga para tokoh sepuh dunia persilatan, telah mulai berdatangan memasuki markas sekte Rajawali Emas.Ya, siapa yang tak mengenal dan tak mendengar kebesaran nama serta sepak terjang para anggota sekte Rajawali Emas. Sekte yang menyandang nama harum di dunia persilatan, maupun di hati para penduduk T
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se
"MEREKA DI BELAKANG KITA..! BERSIAPLAH..!" seru lantang sang Mahapatih Suryalaga.Dia memimpin pasukkan penjaga di pantai Parican untuk mundur, agar pasukkan musuh terpancing untuk maju mengejar mereka, yang disangka gentar oleh pasukkan musuh.Cepat sekali ke 9 ribu pasukkan yang dipimpin sang patih Suryalaga tersebut membentuk barisan di sisi kiri dan kanan depan pasukkan sang Maharaja, yang telah berbaris di depan perbatasan kotaraja. Hingga Pasukkan Tlatah Klikamuka dan sekutunya kini membentuk formasi huruf 'U'.Srraakh.! Spyaarrsshk..!Sang Maharaja lolos keris pusaka 'Ki Nogo Suryo' dan acungkan keris pusaka itu ke arah langit. Seketika selarik kilatan terang melesat dari keris pusaka itu menembus awan, langit pun nampak semakin terang, walaupun matahari belum lagi menyorotkan sinar terangnya di pagi hari itu."ESA HILANG DUA TERBILANG..! PARA KSATRIA KLIKAMUKA..!! SERAANNGG..!!" seru lantang sang Maharaja, seraya acungkan 'Ki Nogo Suryo' ke arah depan dan membedal maju kudanya
HUUOOONNKKHH...!!!Suara gaung terompet/sangkha bergema membahana dari tepian batas laut di pantai Parican. Suara gaungnya mengoyak kesunyian pagi, dan menembus hingga ke dinding perbatasan kotaraja Klikamuka.Ya, itulah gaung terompet/sangkha dari pihak armada perang Tlatah Bhineka, hal yang menandakan armada pasukkan Bhineka akan bergerak menyerang ke wilayah Klikamuka!"PASUKKAN BHINEKA..! MAJUU..!!" seru lantang panglima besar mereka Arya. Sebuah seruan yang dilambari power tenaga dalamnya, hingga menembus gendang telinga segenap pasukkan kapal armada tlatah Bhineka itu."MAJUU..!!""SERANNGG..!!"Seruan Arya segera di ikuti oleh seruan komando para pimpinan kapal pasukkan armadanya. Serentak seluruh armada kapal perang tlatah Bhineka meluruk maju dengan cepat, melesat menuju tepi pantai Parican untuk mendaratkan 25 ribu lebih pasukkannya.Sementara jauh di belakang armada perang Bhineka itu."ARMADA RAMAYANA..!! KEJAR DAN SERANGG MEREKA..!!" seru lantang sang Patih Karna Ekatama
"Heeii..! Utusan Arya keparat..! Lekas ambil surat dari Tuanmu itu, dan berikan kembali pada junjunganmu si Arya itu!" seru keras sang Maharaja Klikamuka."Ba-baik paduka..!" seru gugup sang utusan yang merasa gentar, karena dia merasa sedang berada di sarang harimau. Segera di ambil dan dilipatnya kembali surat maklumat dari junjungannya, yang kini penuh dengan ludah itu."Katakan pada junjunganmu si Arya itu! Surat maklumatnya hanyalah sampah di mata rakyat Tlatah Klikamuka ini! Cepat keluar..!" seru sang Maharaja Klikamuka murka."Ba-baik Paduka!" dengan menyahut gugup, sang utusan itu segera keluar dari istana Klikamuka. Nampak wajahnya pucat pasi, dia sadar perang tak bisa terhindarkan lagi kini.Sepanjang jalan menuju kembali ke pantai, dia mengamati kekuatan pasukkan dan perlengkapan perang Tlatah Klikamuka itu. Dan hatinya menjadi bergetar ngeri, karena ternyata jumlah pasukkan Tlatah Klikamuka setara dengan jumlah pasukkan kerajaan Bhineka!Hal yang meleset dari perkiraan jun