Spraatzhhh..!!! KHRA - BLARGHHSK...!!Dengan suara dentuman menggelegar yang bukan olah-olah dahsyatnya, istana kegelapan yang melayang itu terbelah menjadi dua bagian. Lalu dua bagian istana yang terbelah itu pun ambyar meledak, dan luluh lantak berkeping bak serpihan kerikil kecil. Ya, Istana Kegelapan kini hanyalah tinggal puing-puing kecil yang melayang di dimensi Kegelapan itu. Inilah tebasan dahsyat luar biasa..!Nampak sosok bayangan hitam keemasan melesat keluar, dari istana kegelapan yang telah terbelah itu.Ya, rupanya Eyang Swungrana berhasil menyelamatkan diri dari ledakkan kehancuran istana kegelapan itu.'Hmm. Dia berhasil selamat!' seru geram bathin Jalu. Tiba-tiba muncul sebuah bola cahaya emas berukuran sangat besar, api hitam berkobar berkeredepan mengelilingi bola cahaya emas itu. 'Hmm! Sang Penguasa Kegelapan muncul..!' batin Jalu bergetar. Namun dia tentu saja tak gentar, hanya saja Jalu lebih mementingkan keselamatan Kirana saat itu. "Ayo Kirana! Kita tinggalk
Seth..! Taph..!Tanpa buang waktu lagi Jalu menyambar pusaka Pedang Matahari dalam genggaman sang Maharaja Wucitra Samaradewa. Lalu...Crash..! Crashk..! ... Craaksh..!!Lalu dengan gerakan cepat bukan main dan tanpa ragu, Jalu ayun, tebas, dan tusukkan, Pedang Matahari ke seluruh sosok pasukkan pemberontak yang mengepung rombongan sang Maharaja.Sedemikian cepatnya gerakkan Jalu, hingga hanya nampak bagaikan lintasan cahaya putih keemasan, yang tengah mengitari pasukkan pengepung pemberontak itu. Dan akibatnya juga bukan olah-olah mengerikkannya! Karena bukan hanya ratusan, tetapi ribuan lebih kepala para pasukkan pemberontak yang mengepung rombongan sang Maharaja telah tertebas!Kepala mereka semua nampak seperti berada ditempatnya, namun sesungguhnya leher mereka semua telah terpapas buntung oleh Pedang Matahari di tangan Jalu.Craph..! ... Craghs..!!Kecuali pada seratus lebih Pasukkan Terkutuk yang matanya putih semua, pada mereka Jalu memberikan tusukkan tepat di jantungnya.Sel
"Keparat kau Jalu..! Aku akan adu nyawa denganmu..!" seru murka Eyang Gentaloka, seraya melihat pergelangan tangan kirinya yang putus. Dendamnya pun kembali bergolak pada Jalu.Desshhk..!!Jalu tendang bola bulat berisi pukulan Halilintar Neraka itu ke arah kerumunan pasukkan pemberontak, yang tengah berdesakkan hendak masuk di pintu gerbang kotaraja Pallawa.Bola besar keemasan itu pun melayang deras ke arah kerumunan pasukkan pemberontak itu. Dan...Staaghk.! Scraatzhk..!!Dengan sebuah jentikkan 'Jari Halilintar'nya, melesat seberkas kilatan petir emas dari jari Jalu. Lesatan petir emas itu tepat menghantam bola keemasan berisi Pukulan Halilintar Neraka milik Eyang Gentaloka, yang saat itu tepat berada di tengah-tengah pasukkan pemberontak yang sedang menyerbu masuk.KHRA - BLAAARRRGGKHHSS..!!Pintu gerbang kotaraja ambyar dan runtuh, sementara ratusan pasukkan pemberontak juga tewas seketika terkena ledakkan power Pukulan Halilintar Neraka milik Eyang Gentaloka. Hal yang terjadi b
"Hhh..!" Jalu hentikan ajian Pukulan Pasir Semestanya seraya menghela nafasnya. Seketika badai pasir emas itu pun lenyap tanpa bekas. Lalu Jalu pun terapkan pernafasan Bathara Bayu sejenak di angkasa.Slaph!Kini Jalu melesat ke arah pertarungan Eyang Waranaya dan Arya yang hampir mencapai puncaknya.Nampak Eyang Waranaya tengah bersiap menerapkan ajian pamungkas yang baru disempurnakannya, aji 'Lebur Pati'. Sebagai tanda serangan itu adalah serangan hidup matinya melawan Arya, yang masih tampak segar bugar.Rupanya mereka berdua sudah enggan bermain saling lesatkan pukulan jarak jauh, dan memutuskan untuk beradu pukulan secara langsung.Ya, disamping pada dasarnya power Arya memang lebih tinggi, faktor usia juga mempengaruhi stamina Eyang Waranaya. Namun tak nampak kecemasan atau kegentaran sedikitpun di wajah Eyang Waranaya saat itu."Eyang sepuh! Mohon biarkan Jalu yang menghadapinya!" seru Jalu seraya memberi hormat pada Eyang Waranaya.Ya, Jalu merasakan power Eyang Waranaya yang
Sesungguhnya suasana malam kala itu cukup indah dan hening dihiasi sinaran bulan purnama.Namun keheningan dan keindahan malam itu terkoyak, oleh sebuah suara teriakkan di markas sekte Rajawali Emas."Awas! Ada pencuri masuk ke ruang pusaka!!" teriak seorang anggota sekte kelas menengah, yang kebetulan berjaga di area markas bersama seorang anggota lainnya.Crash! Crasshk!“Arrgghssk!” bagai kilat berkelebat cahaya merah dari sebuah pedang, yang langsung menerbangkan dua buah kepala penjaga pintu di ruang pusaka sekte Rajawali Emas.Dua penjaga ruang pusaka itu pun tewas tanpa kata, seorang di antaranya adalah anggota sekte yang baru berteriak tadi.Slaphs!Cepat sekali sosok berpenutup kepala kain itu melesat melewati pagar markas sekte, lalu lenyap di kegelapan hutan yang mengelilingi sekte Rajawali Emas itu.Puluhan sosok berkelebatan keluar dengan cepat dari dalam markas sekte, mereka langsung menuju ke ruang penyimpanan pusaka dan sebagiannya melesat ke sekitar markas mencari soso
Craasshk!Kelebatan cahaya merah secepat kilat menebas leher Raganatha, yang kala itu hanya bisa terpaku dengan mata terbelalak ngeri.Blukh! Gludug, gludugh!Kepala Raganatha seketika terlepas mencelat dari lehernya. Darah muncrat dari batang leher Raganatha, sebelum akhirnya tubuh itu ambruk dengan kepala menggelinding di lantai ruangan.Ya, Raganatha! Pengkhianat sekte Rajawali Emas, yang ternyata adalah adik kandung dari Ki Somanatha telah tewas dengan cara mengenaskan."Hahahaaa! Dengan ini sekte Elang Merah akan menguasai wilayah Larantuka di Tlatah Pallawa ini!Habislah kau Sekte Rajawali Emas! Mampuslah kau Bilowo Djati!" seru keras Eyang Prana Wisesa seraya tergelak puas.Ya, bisanya Eyang Prana Wisesa menjebol ruang penyimpanan pusaka sekte Rajawali Emas, tak lain adalah berkat keterangan si pengkhianat Raganatha.Bahkan Raganatha juga mengatakan pada Prana Wisesa, bahwa sudah setengah tahun lamanya ayahnya Eyang Bilowo Djati berada di ruang khusus laku leluhur sekte Rajawal
"Hahh! Ka-kalian brengsek!" seru marah dan terkejut Jalu bukan main, dia langsung memaki dan mendekati kawanan remaja itu. Dilihatnya dengan marah dan sedih bangkai kelima ekor ayamnya yang telah mati, dengan leher remuk dihantam lesatan 5 buah batu kerikil. Jalu bergegas menghampiri keempat remaja yang nampak masih tergelak mengejeknya, kendati mereka melihat kemarahan di wajah Jalu. "Hahahaa! Kau mau apa ke sini?! Apa mau kami buat lehermu seperti kelima ayammu itu, hahh?!" seru tergelak seorang remaja diantara kawanan itu, seraya mengintimidasi Jalu. Plakkh! Secepat kilat Jalu menampar keras anak yang berkata mengancamnya itu. “Akhssh!” remaja yang bernama Arya itu tertampar telak seraya mengaduh kesakitan. Karena dia merasa terlalu yakin, jika Jalu tak mungkin bernyali menamparnya. "Sialan! Kau berani menamparku anak gembel! Hiahh!” seru marah Arya memaki, tendangan putarnya langsung melesat cepat ke arah kepala Jalu. Daghhk! Gludug, gludukh! Jalu yang memang telah siaga b
"Terimakasih ya. Nama kamu siapa?" Jalu ucapkan rasa terima kasihnya seraya bertanya."Ahh, itu bukan apa-apa. Namaku Kirana, aku tinggal di Desa Karanglesem. Nama kau siapa dan dari desa mana?" sahut Kirana ramah, seraya balik bertanya."Wah! Desa Karanglesem lumayan jauh dari Trowulan Kirana. Namaku Jalu," sentak Jalu kaget, seraya menyebut namanya."Iya Mas Jalu. Kebetulan Ayahanda mengajakku ke sini, karena ada beberapa ketua sekte yang juga ikut datang bersama Ayahku ke desa ini,” sahut ramah Kirana.Kirana langsung memberikan panggilan 'Mas' pada Jalu, karena dia memperkirakan usia Jalu lebih tua darinya.Dan Kirana juga seperti melihat pancaran kharisma yang membuatnya merasa segan dan respek pada diri Jalu."Wah! Rupanya Ayahmu adalah seorang ketua sekte juga ya Kirana. Pantas saja jurusmu tadi sangat hebat!" seru Jalu kagum dan memuji Kirana."Mas Jalu kenapa sampai dikeroyok oleh Arya dan teman-temannya tadi?" tanya Kirana penasaran, tanpa pedulikan pujian dari JaluLalu Jalu