Anehnya, Hasta tidak terluka atau kesakitan. Dia langsung berdiri kembali menyerang Rangga dengan beringas. "Hiyaaa!" Hasta melompat tinggi melayang ke arah Rangga. Tangannya bergerak melemparkan bola api ke arah Rangga. Rangga menghindar dan bola api itu kembali menghantam pohon. "Dhaaar!" Pohon itupun terbakar, hampir saja Rangga terkena serangannya. Terlambat sedikit saja dia akan mengalami nasib yang sama seperti pohon itu. Entah darimana datangnya tiba-tiba muncul kabut ungu yang turun di antara Rangga dan Hasta. Kabut itu baunya harum memabukan seperti wangi bunga melati yang sangat pekat membuat kepala Rangga mulai terasa pusing. Rangga berusaha bertahan agar tidak jatuh tersungkur. "Kurang ajar, ternyata kamu menggunakan racun!"seru Rangga. Rangga melihat Hasta yang kebingungan, sehingga dia mulai curiga. "Jangan-jangan ini ulah si Raja Racun, pikir Rangga. Belum sempat berpikir lebih lanjut tiba-tiba Rangga merasakan pandangannya berkunang-kunang dan akhirnya
Wajah tengkorak itu tak menjawab, dia hanya menatap Rangga dengan lubang mata tengkoraknya, lalu kembali menatap ke depan sambil mendayung perahu perlahan. Rangga memang sudah terbiasa dengan hantu-hantu pendekar di Lembah Hantu. Namun dengan tengkorak hidup ini, Rangga merasakan Aura neraka saat berada di dekatnya."Makhluk ini bukanlah sesuatu yang baik, dia seperti penjaga gerbang neraka,"bisik Rangga pada Awehpati.Awehpati mengangguk, dia sudah sering menemui hal seperti ini saat mencari bahan obat di alam sebelah."Sebaiknya kamu berdoa sebisamu, mohon keselamatan pada Sang Hyang Widhi agar dapat segera menemukan Bunga Ungu."Sepanjang perjalanan Rangga terus berdoa memohon keselamatan pada Sang Hyang Widhi. Perahu terus melaju menembus kabut pekat di sungai. Perjalanan itu seperti sebuah perjalanan panjang tanpa akhir. Rangga yang merasa kuatir menoleh pada Awehpati yang tampak tenang duduk di perahu sambil terkantuk-kantuk."Ki Sanak, apa perjalanan kita masih lama?"tanya R
"Kami harus segera pergi dari tempat ini, kami tak punya waktu lagi dengan kalian!" Awehpati yang sedari tadi tak berkomentar mulai emosi perjalanannya terhambat "Maaf Ki Sanak, kami harus segera pergi, kami tidak mengenalmu dan tidak ada urusan dengan kalian. Jadi biarkan kami pergi!" Awehpati menoleh pada Rangga dan berkata "Rangga, ayo kita pergi dari sini, lebih cepat lebih baik!" Tiba-tiba terdengar suara Kiyongko tertawa ngakak "Ha ha ha tidak semudah itu kalian bisa pergi dari sini! Kalian sudah terjebak di istanaku!" Kiyongko menatap tajam Rangga dan Awehpati lalu mulai mengancam_ "Makanya, nggak usahlah berlagak sebagai pahlawan! Jangan pernah mencoba membebaskan jiwa-jiwa para pendekar itu atau kalian akan menerima siksaan dariku!" Rangga dan Awehpati menoleh dan betapa terkejutnya mereka melihat Kiyongko telah berubah wujud. Kiyongko yang tadinya tampak charming dan tampan berubah menjadi tengkorak yang menyeramkan. Demikian pula para abdinya, wajah mereka
Dalam keadaan kulit yang meleleh seperti patung lilin kepanasan, Kiyongko masih berusaha masuk kembali ke dunianya menyelamatkan diri. Rangga dan Awehpati berusaha keras menahan Kiyongko agar tetap berada di sisi terang di dunia manusia dengan memegangi kakinya dan menyeretnya menjauh dari portal ke dunia siluman. Suara Kiyongko yang melolong memelas membuat miris hati siapapun yang melihatnya. Tiba-tiba terdengar suara ledakan "Blaaar!" Tubuh Kiyongko langsung hancur jadi debu, Rangga dan Awehpati terlempar dan jatuh di antara tanaman sayur. Upaya mereka berhasil, tubuh siluman tengkorak itu akhirnya hancur jadi debu. Rangga dan Awehpati akhirnya menghela nafas lega, siluman itu telah musnah terbakar. Rangga melirik ke arah portal, hutan terbakar itu terlihat makin samar dan akhirnya menghilang beserta portalnya. "Aku pernah mendengar legenda Siluman Tengkorak tapi baru kali ini aku bisa melihatnya sendiri. Ternyata legenda itu benar ada,"ujar Awehpati. Rangga masih tampa
Nyai, apakah di sini ada Sinshe atau tabib dari China yang buka praktek pengobatan?"tanya Rangga.Nyai Yasa menggeleng"Tidak ada, mereka hanya buka praktek di kota,"jawab Nyai Yasa.Rangga menghela nafas berat, desa Dadapan adalah desa terpencil yang dikelilingi hutan. Sepertinya tidak ada harapan untuk memperoleh bahan obat terbaik. Dia harus bisa mencari bahan alternatif yang ada di desa itu. "Suami Nyai daya tahan tubuhnya sangat lemah sehingga penyakit ini dengan mudah menjangkitinya. Saya rasa dia juga ada penyakit lain sehingga makin memperparah sakitnya. Ginseng itu dapat meningkatkan daya tahan tubuhnya, setidaknya beliau bisa segera sembuh termasuk penyakit-penyakit lain yang sudah lama dideritanya,"ujar Rangga.Nyai Yasa hanya termangu mendengar penjelasan Rangga, dia lalu berkata"Aku tidak berani meminta pada keluarga Prawara. Aku takut anggota keluargaku bakal dijadikan tumbal. Mereka keluarga yang aneh, jarang bergaul dengan masyarakat di desa ini."Rangga terdiam me
"Kamu harus bisa menyembuhkan penyakit kami sekeluarga,"ujar Prawara. Rangga terkejut lalu buru-buru menukas "Kalau penyakit itu menurut saya adalah penyakit keturunan. Mohon maaf, kalau penyakit keturunan saya tidak bisa,"tukas Rangga. Prawara tampak tidak suka dengan alasan Rangga. "Ini bukan penyakit keturunan, aku tidak mau tahu pokoknya penyakit di keluargaku ini harus sembuh! Kamu mau orang-orang desa itu sembuh tidak?" Rangga sejenak tertegun, ucapan Prawara seolah bagai ancaman bagi penduduk desa. Sedangkan penyakit itu ada karena praktek pesugihan yang mereka lakukan. "Baiklah saya bersedia mengobati anda sekeluarga. Tapi saya harus mengobati penduduk desa terlebih dahulu baru keluarga anda." Prawara tampak gembira mendengarnya. "Baiklah, mari ke gudang, di sana ada banyak bahan obat yang kamu perlukan. Ambil saja semaumu." Prawara dan Rangga ke gudang penyimpanan obat. Saat memasuki tempat itu, aroma herbal langsung menyergap.hidung. Saat memasuki ruangan, Rangga
"Ya memang seperti itu resikonya. Tapi di sini aku akan mendapatkan keuntungan, jika pasukanku berhasil menghancurkan Sadeng, pasti Gusti Ratu akan menganugerahkan kenaikan pangkat bahkan menjadikanku sebagai Mahapatih Majapahit menggantikan Mpu Krewes,"ujar Ra Kembar dengan yakin.Wajah Ra Kembar merah menahan kemarahan, nafasnya sudah terengah-engah. Persaingan Ra Kembar dengan Gajah Mada dalam memperebutkan jabatan Mahapatih Majapahit sudah menjadi rahasia umum. Ra Kembar yang merasa senior, mengabdi sejak Prabu Wijaya berkuasa tak rela jika harus menjadi bawahan Gajah Mada yang jauh lebih muda.Melihat Ra Kembar yang dalan keadaan marah, Hasta belum berani berkomentar. Setelah berhasil menenangkan dirinya Ra Kembar melanjutkan perkataannya."Aku ini sudah mengabdi semenjak Prabu Wijaya berkuasa. Aku juga ikut serta berperang melawan Jayakatwang dan pasukan Mongol, memadamkan pemberontakan Ranggalawe ,Nambi dan Ra Kuti. Masa bertahun aku terus menerus berada bersama para prajurit y
Hasta bersama rombongan telik sandi dan tak lupa dua sahabat sekaligus abdi setianya Gembong dan Tunggul yang senantiasa bersamanya menyusuri jalanan di perbatasan wilayah Lamajang Tigang Juru dan Majapahit. Setelah beberapa saat berjalan tibalah mereka di benteng Renon yang dibangun semasa Aria Wiraraja berkuasa sebagai penguasa Lamajang Tigang Juru. Dari kejauhan benteng itu terlihat sepi, tidak ada prajurit bersenjata lengkap yang berjaga di atas tembok benteng. "Aneh, benteng itu kelihatannya kosong, aku tidak melihat satupun prajurit di atas sana,"ujar Tunggul.Hasta ikut memperhatikan benteng itu dengan seksama, benar kata Tunggul, benteng itu terlihat sepi, tidak ada tanda-tanda aktivitas di dalamnya. Tapi sesuai prosedur perang, dia tidak boleh hanya mempercayai dari apa yang dilihatnya saja."Memang sepertinya tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Tapi sesuai prosedur perang, kita harus tetap waspada,"Hasta berkomentar.Hasta menoleh pada Tunggul"Tunggul, kamu dan
"Jolodhong adalah nama julukan teman-temannya di dunia hitam. Nama aslinya adalah Jayendra. Dia sahabat Nambi Mahapatih Majapahit saat itu. Saat Nambi pulang ke Lamajang karena Pranaraja bapaknya meninggal, Halayuda memfitnah Nambi dengan mengatakan bahwa Nambi akan memberontak. Sehingga pasukan Majapahit menyerang Nambi dan keluarganya Lamajang." "Apakah Eyang membantu Nambi memberontak?"tanya Jiwo. "Tentu saja, sebagai sahabat yang baik, Eyang Jolodhong memberitahu Nambi tentang kelicikan Halayuda. Dia kemudian membantu Nambi menghadapi pasukan Majapahit di Benteng Arnon,"tutur Bima. "Pemberontakan Nambi bisa ditumpas, lalu bagaimana nasib Eyang setelah penyerangan di Lamajang?"tanya Wening. Bima menghela nafas lalu berkata "Eyangmu tidak pulang ke Majapahit karena jika pulang dia bisa dibunuh. Setelah mengetahui Nambi telah gugur, aku dan ibuku ke Lamajang mencari bapakku. Tapi sayang sesampainya di Lamajang ibuku meninggal karena sakit dan kelelahan. Demi keselamatanku, bap
Saraswati maju ke hadapan Jiwo lalu dengan cepat menampar wajahnya dua kali. "Plaaak...plaak!" "Kamu laki-laki dengan nafsu binatang, kalau tidak ingat kamu adalah anak Ki Bima, sudah aku kebiri kamu!" Wajah Jiwo langsung merah karena marah, tangan kirinya yang masih utuh bergerak hendak memukul Saraswati. "Perempuan jalang, bukannya kamu sendiri yang menggodaku saat itu? Lalu saat bapakku datang kamu pura-pura lumpuh karena ditotok dan mengatakan aku sudah memperkosamu?"ejek Jiwo. Rangga yang gusar karena tidak terima dengan penghinaan Jiwo pada Saraswati langsung protes. "Kamu lupa Jiwo, aku mendengar percakapanmu dengan Saraswati dan melihat apa yang kamu lakukan pada dia. Jadi jangan mencoba membohongi semua orang!" Wening yang melihat semua kejadian itu, seketika menyesali dirinya yang terlanjur bercerita tentang perasaannya pada Rangga pada kakaknya. Dia tak menyangka reaksi kakaknya setelah mendengar ceritanya sampai seperti itu. Kang Mas Jiwo rupanya tertarik pa
Namun Jiwo tak peduli, dia melangkah ke kamar Rangga, saat itu dia melihat Saraswati yang sedang menunggui Rangga minum madu. Hati Jiwo langsung terbakar melihat keakraban mereka berdua. "Rangga, lihat apa yang sudah kamu lakukan terhadapku! Sekarang aku harus membuntungi tanganmu sebagai balasannya! Saraswati, sebaiknya jauhi penjahat itu!" Saraswati langsung pasang badan di depan Rangga melindunginya. "Mau apa kamu Jiwo? Pergilah jangan ganggu dia! Aku akan selalu berada di sampingnya,"Saraswati mengusir Jiwo. Namun Jiwo yang sudah terbakar api cemburu tetap menghampiri Rangga dan menyerangnya. Spontan Saraswati mendorong Jiwo sehingga pemuda itu mundur beberapa langkah. Saraswati kemudian menyerang Jiwo yang mencoba mendekati Rangga. Kini Saraswati dan Jiwo terlibat dalam satu perkelahian di dalam kamar yang sempit. Rangga merasakan tubuhnya sudah membaik maka diapun bangun dari tidurnya. Dia tak ingin Saraswati yang bertarung untuknya dan membuat rumah Ki Bima berantak
Tubuh Rangga semakin panas, dia masih tidak dapat mengendalikan energi Sang Hyang Agni di dalam. Suara teriakan Saraswati sudah tidak terdengar lagi tapi justru hal itu membuatnya cemas. Dalam keadaan tersiksa marena panas, Rangga mencari sosok Saraswati. Matanya tertuju pada dua sosok di tepi sungai. Lampu minyak yang diletakan Saraswati di atas batu, menerangi dua sosok di tepi sungai.Tampak Jiwo sedang melucuti pakaian Saraswati yang hanya diam terpaku tak bisa melawan. Mendidih darah Ramgga melihat Saraswati dilecehkan seperti itu. Tanpa mempedulikan rasa sakitnya, Rangga keluar dari sungai lalu menghampiri Jiwo dengan langkah terhuyung."Lepaskan dia, atau aku akan membunuhmu!"Jiwo menoleh menatap Rangga dengan gusar"Ooh kamu menantangku? Dalam keadaan lemah begini kamu menantangku apa kamu mau cari mati?!"Jiwo melangkah menghampiri Rangga lalu memukulnya. Rangga menangkis pukulan Jiwo namun tangkisannya begitu lemah sehingga ada saatnya Rangga roboh terkena pukulan Jiwo. Di
Baru berendam beberapa menit, air di sekitarnya sudah tak lagi dingin. Rangga berpindah tempat yang airnya masih dingin. Tapi itupun tak banyak membantu. Saraswati terbangun dari tidurnya karena rasa haus di tenggorokannya. Dia membuka pintu kamarnya, lalu berjalan menuju ke dapur. Saat itu dia mendapati kamar Rangga sudah terbuka. Dia mengintip ke kamar dan dilihatnya tempat tidur Rangga yang sudah kosong. Perasaan Saraswati mulai tak enak. Dia segera menuju pintu depan, ternyata pintu depan juga sudah terbuka. Saraswati mengambil lampu minyak yang tergantung di dinding, lalu dia keluar rumah mencari Rangga. Matanya menjelajahi setiap sudut halaman dan jalan setapak di depan rumah, tapi bayangan Rangga tak juga tampak. Saraswati memutuskan untuk mengitari lingkungan di sekitar rumah mencari Rangga, namun bayangan Rangga tak juga di temukan. Dia berjalan ke halaman belakang menuju kebun sayur. Saraswati melihat beberapa tanaman sayur roboh terinjak-injak. Mungkin Rangga l
Gajah Mada tercekat, berita itu membuatnya sedih sekaligus marah. Seseorang telah membunuh Rangga. "Hasta...siapa dia?"tanya Gajah Mada. "Saya mencari informasi ke salah satu murid Mpu Waringin yang selamat. Ketika dia menyebut nama Hasta, saya langsung menyelidiki soal Hasta. Dia adalah salah satu Senopati di pasukan Araraman dan Ra Kembar adalah pamannya,"jawab Tudjo. Gajah Mada terkejut, tak menyangka Hasta ternyata adalah seorang prajurit Majapahit keponakan Ra Kembar. Gajah Mada yang murka langsung berujar "Kurang ajar, prajurit rendahan saja beraninya dia mengganggu Rangga." "Sabar dulu Gusti Patih, kita harus memastikan dulu apakah Rangga memang sudah mati dibunuh Hasta atau dia sebenarnya masih hidup. Jangan sampai anda balas dendam ke orang yang salah,"Wasis mengingatkan. "Tadi sewaktu acara selamatan di rumah Ra Kembar, saya menguping pembicaraan Hasta dan dua anak buah kepercayaannya Tunggul dan Gembong. Menurut informasi murid Mpu Waringin, Tunggul dan Gembong d
Tangisan bayi memecah ketenangan di Kasogatan Dharmasuci siang itu. Para bhiksuni di asrama bersuka cita menyambut kehadiran bayi laki-laki anak Siwi. Siwi tersenyum bahagia melihat anaknya terlahir selamat. Santini mendekatkan bayi yang sudah dibersihkan kepada Siwi. "Anaknya laki-laki, kamu sudah punya nama untuk dia?"tanya Santini Siwi menatap wajah anaknya lekat-lekat. Anak itu mirip dengan Hasta bapaknya. Kemudian dia berkata "Anak ini akan kunamai Shankara yang artinya pembawa keberuntungan. Semoga kelak hidupnya akan selalu beruntung." Senandung doa dari para bhiksuni menggema di seluruh relung Kasogatan Dharmasuci. Bersyukur atas kelahiran Shankara serta mendoakan Siwi dan Shankara. ***** Sementara itu Hasta sedang berada di kediaman keluarga Ra Kembar yang saat itu sedang dalam suasana duka. Sebuah acara selamatan sedang diselenggarakan oleh keluarga Ra Kembar. Saat itu rumah keluarga Ra Kembar dipenuhi oleh sanak saudara, teman dan rekan kerja Ra Kembar. Hast
Pedagang kue itu menjambak rambut Siwi dengan kasar hingga sanggulnya berantakan. "Kamu mau bayar tidak? Kalau tidak kami akan membawamu ke Dhayksa!" "Maaf saya lapar tapi saya tidak punya uang? Saya...saya tidak bisa bayar,"ucap Siwi lirih. Mata Siwi memandang ke sekelilingnya namun tak seorangpun yang membelanya. Salah seorang penonton berseru memprovokasi orang-orang disekitarnya. "Dia bohong, mana ada maling mau ngaku!" "Kita bawa dia ke Dhayksa!"penjual kue bersiap menyeret Siwi pergi. "Tunggu!" Seorang laki-laki dengan pakaian yang indah dengan banyak perhiasan mendatangi Siwi. Laki-laki itu wajahnya tampan dan kulitnya bersih. Dia memakai selendang sutera berwarna hijau serasi dengan kipas dari bulu merak hijau di tangannya. Di belakangnya seorang abdi laki-laki berbadan gempal dan pendek mengikuti di belakangnya. Laki-laki itu meraih dagu Siwi dan meneliti wajahnya. Sejurus kemudian dia tersenyum, kecantikan Siwi masih memancar walaupun penampilannya kumal da
"Gusti Putri Alit adalah putri bungsu Bhre Pajang Sureswari. Dia menghabiskan masa kecilnya di goa Selarong di kediaman keluarga bapaknya,"ungkap Rama. Tertegun Hasta mendengar penjelasan Rama, sejurus kemudian raut wajahnya tampak menyesal. "Sial, urusanku dengan Hasta jadi tambah panjang ditambah lagi aku harus berurusan dengan dia. Bhre Pajang sudah mengusirku, besok aku sudah harus pulang ke Trowulan,"ujar Hasta dengan geram. Rama menenangkan Hasta yang kecewa karena diusir dari Pajang "Kangmas Hasta tidak usah kuatir, masalah Hasta biar aku yang mengurusnya. Bhre Pajang boleh saja minta Rangga dibawa dalam keadaan hidup. Tapi aku tidak terima, Rangga dan teman-temannya sudah membunuh saudara-saudara seperguruanku. Mereka harus menerima balasannya!" Seorang abdi tiba-tiba masuk ke ruangan Hasta dengan tergesa-gesa "Ndoro Hasta, Ki Tunggul ingin bertemu dengan anda. Katanya ada berita penting yang harus segera disampaikan." "Suruh dia masuk!"perintah Hasta. Abdi itu