Bab 26 Belah durenSesampainya di rumah, mereka saling mendiamkan satu dengan yang lainnya. Hasan merebahkan dirinya ke sofa, menatap nanar tembok yang di depannya. Begitu juga Bu Endang yang langsung masuk ke kamar tanpa sepatah kata pun keluar.Badannya terasa linu bahkan rasanya tulang sudah berpindah tempat dari asalnya. Hasan melirik ke arah Rasty. "Ras, duduk dekat sini! Mas pegal semua, boleh pijitin dong!" suruhnya ke Rasty yang sedang asik dengan ponselnya.Rasty mendekat dan memijit lengannya Hasan. "Mas, besok masih libur?" tanyanya membuka obrolan."Iya, kenapa?" tanya Hasan tak bersemangat."Enggak ada rencana bulan madu gitu?" tanya Rasty sembari tangannya langsung meraba-raba pelan ke area sensitif yang membuat Hasan panas dingin. Hasan pun langsung membalas dan mengajak masuk ke kamar, rasa capek yang dirasa sudah terlupakan apalagi mengingat wanita yang di depannya adalah sah juga perawan.Tanpa mengunci pintu, Hasan langsung membuka helai demi helai kain yang menu
Tante Rendi masuk ke ruangan dan membawa botol minum yang berisikan rendaman akar Fatimah."Devi, kamu minum ini, ya! Aku pas kapan dikasih teman Tante akar Fatimah untuk membantu mempercepat pembukaan," suruhnya sambil ingin membantu meminumkannya."Eh! Apa itu?" tanya Bu bidan saat membawakan nampan berisi makanan."Ini rendaman akar Fatimah, Bu bidan. Katanya bagus untuk ibu mau melahirkan," jelas Tante Rendi."Buang!""Buang?" tanya Tante Rendi memastikan pendengarannya."Iya, buang. Apa Ibu gak tahu, kalau pemberian semacam akar Fatimah itu sudah dilarang keras dari kedokteran," jelas Bu bidan.Mulut Tante Rendi membulat sembari mengangguk-angguk, dan mendesah pelan dan menuruti ucapan Bu bidan."Tante ingin pipis tapi mau bangun sakit sekali," ungkap Devi bergetar.Tante Rendi dengan sigap membantunya turun dari ranjang."Loh, Dev. Kok keluar darah."Devi pun menunduk dan melihat ada darah berceceran di bawahnya. "Perut Devi sakit banget, Tante," ucapnya dengan air matanya yang
Sesampainya mereka ke rumah, Rendi dengan sigap memapah Devi dan Tante Rendi menggendong bayinya."Nanti Tante temani tidur di kamarmu, bantuin kalau tengah malam dedek pipis atau pup.""Makasih, Tante.""Owh ya, Ren. Nanti kamu ke supermarket ya, Tante lupa belum beli Pampers. Jangan lupa pilih yang new born ya!" suruhnya ke Rendi.Rendi mengangguk dan lekas beranjak."Ya sudah kamu istirahat dulu, dedeknya biar Tante yang ngurus!""Baik, Tante," ucap Devi langsung menuju ke kamar..Di kamar niatnya mau tidur namun pikiran dan hatinya begitu bersemangat memikirkan cara untuk membalas dendam ke Hasan. Bagaimanapun luka yang ditoreh Hasan masih menganga cukup lebar. Semakin hari luka itu semakin bertambah."Aku harus diet, dan merawat wajahku agar senantiasa glowing, setelah itu baru memikirkan balas dendam."Devi merebahkan diri ke ranjang dan mencoba memejamkan matanya, rasa kantuk sudah menghampiri ditambah capek akhirnya dengan cepat membuatnya tidur.***Rasty masih meringis kesa
Tepat jam delapan mereka sampai di depan halaman pengadilan. Tak lupa Devi membawa persiapan untuk aku banding nantinya yaitu sebuah foto pernikahan Hasan dan Rasty dan juga dokumen penting miliknya termasuk buku nikah. Devi menghela napas ragu-ragu, untuk pertama kalinya dia berada di sana. Takut hatinya tak siap. Apalagi mendengar seseorang yang pernah merasakan saat ketok palu. Hatinya akan hancur, sakit, dan bahkan dunianya serasa luruh seketika.Benar saja, belum sampai ketok palu pun, Devi sudah merasakan ketidaksiapan padahal baru sampai di depan pengadilan. Belum apa-apa bukan? Lantas bagaimana nanti. Bagaimana nanti akan menjelaskan siapa ayah biologisnya Reyhan, apa yang akan dia jawab. Belum sempat pertanyaan terjawab, seseorang mengagetkan dengan menepuk bahunya."Yakin, kamu bisa sendiri?" tanya Rendi yang melihat keraguan di wajah Devi yang berubah pucat.Devi mengangguk ragu. "Pergilah! Aku akan baik-baik saja."Mendengar itu, Rendi berbalik dan meninggalkan Devi sendi
Akhirnya perjuangan Devi membuahkan hasil, berat badannya turun sesuai yang diharapkan. Menatap wajah dan penampilannya di cermin.Wajahnya juga sudah glowing karena ketelatenannya memakai Pelling dan masker."Sekarang tinggal rambut dan beli beberapa potong baju, aku harus mengganti penampilanku. Apalagi nanti saat sudah bekerja."Devi langsung bersiap diri untuk ke salon, butik dan supermarket."Tante, nitip Rehyan dulu ya, Devi pengen membeli persiapan untuk bekerja.""Emang sudah diterima?""Ya ampun, sampai lupa bilang ke Rendi.""Sudah sana, kamu lekas pergi kalau mau belanja apa-apa. Lagian ada susu formula di rumah.""Makasih ya, Tante.""Itu kunci mobilnya ada di atas meja!""Oke, Tante."Devi berlalu menggunakan mobil jazz nya Tante Rendi yang berwarna merah. Dia langsung menuju salon untuk melakukan perawatan dan juga untuk merubah penampilan rambutnya.Saat menunggu proses perawatan rambut selesai, Devi mengambil ponselnya dan melakukan panggilan untuk Rendi."Halo, Dev,
Bab 31Hasan melihat Rasty yang tergeletak pingsan tidak membuat hatinya tergerak, dia langsung mandi dan keluar menemui Ibunya. "Bu, Rasty pingsan di dalam, bantuin dia dong! Hasan lapar," suruhnya sembari mengambil piring."Pingsan? Kok bisa sih?" jawabnya langsung menuju ke kamar Hasan.Bu Endang menatap nanar ke arah Rasty, terkapar lemas dengan badan telentang, dan ketika mendekat Bu Endang melihat ada darah yang sudah mengering dekat bibirnya. Saat ingin menutupi dengan selimut, dia teringat pertengkaran yang sempat terdengar tadi. Rasa simpati yang ada pada Bu Endang meluruh seketika, anaknya sendiri dipermainkan dengan perempuan yang tidak jelas. Bahkan dia juga terjebak hutang gara-gara dia.Bu Endang berdiri mengambil baskom di dapur dan mengisi dengan air penuh, dengan lantang langsung memutahkan isinya tepat di atas badan Rasty.Rasty terlonjak bangun dan tersedak batuk ketika air memaksa masuk Lewat lubang hidung dan mulut.Badannya yang masih sakit pun langsung mengigi
Jam menunjukkan pukul 08:10 Wib, pagi yang begitu cerah dengan matahari yang sudah terbit memantulkan cahayanya melalui jendela yang terbuka, membuat Devi mengerjapkan kelopak matanya berkali-kali, silau.Saat nyawanya kembali pulih, Devi meraih ponselnya untuk melihat jam, tidak sepi biasanya dia bangun kesiangan seperti ini, Kemarin malam Devi menemani Reyhan bermain hingga dini hari.Devi kembali tersentak dan saat ingat hari ini adalah hari pertama ia bekerja. Dia langsung menyantap handuk dan mandi dengan tergesa-gesa.Berdandan ala kadarnya dan berlari keluar meninggalkan Reyhan yang masih terlelap, juga tanpa berpamitan dengan Tante Rendi.Devi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, hatinya bergemuruh kita ponselnya beberapa kali mengeluarkan nada panggilan. Siapa lagi kalau bukan Rendi yang menghawatirkan karena terlambat masuk ke kantor.Keringat dingin mulai bermunculan, di benaknya sedang merancang untuk membuat alasan yang tepat saat di kantor nanti. Setibanya di
Bab 33"Assalamualaikum, Tante," sapa Devi sesampainya di rumah Tante Rendi."Walaikum salam, gimana, Dev. Tadi kerjanya? Lancar?""Sempat ada masalah, Devi kesiangan tadi, owh ya maaf ya tadi ninggalin Reyhan begitu saja," jawabnya setelah mencium takzim punggung tangannya Tante Rendi."Iya, gak papa, sudah sana makan, tadi Tante pesen go food!""Yuk, Tante. Makan bareng, nih Devi juga beli lauk udang asam manis tadi pas perjalanan pulang ke sini," ucapnya sembari mengangkat tangan kirinya yang menenteng kantong yang dibawanya."Yuklah, mumpung Rehyan lagi tidur."Mereka sama-sama berjalan ke arah meja makan, Devi pun tak peduli dengan bau keringat di badannya. "Tante, bolehkah bertanya sesuatu?" tanya Devi menyela."Boleh, kenapa, Dev?" jawab Tante Rendi menghentikan pergerakan tangannya yang sedang mengupas udang dan menatap Devi."Sebenarnya Rendi itu siapa? Kenapa para atasan bisa tunduk sama Rendi?""Maksudnya apa?""Tadi, untungnya Devi telat, dibalik itu semua, jadi bisa tahu