Devi dan Rendi berjalan beriringan menuju ke tempat resepsi. "Eh, tunggu! Ada yang tertinggal," ucap Devi sambil meminta kunci mobil ke Rendi.Ia segera berlari kecil ke arah mobil dan langsung gegas membuka dan mengambil sesuatu yang dibawa tadi tanpa sepengetahuan Rendi.Setelah menyalin ke tempat cup gelas, dan mengunci mobilnya kembali. Devi kembali ke tempat di mana Rendi menunggu.Rendi yang melihat itu mengernyit dan penasaran. "Dev, nanti di dalam kan kita dapat minum, ngapain bawa minum sendiri?""Ya gak papa, siapa tahu di dalam tidak ada jus jeruk.""Kamu bawa apa sih? Kok baunya kayak bensin begini?" tanya Rendi sambil menutup hidungnya."Hahaha, jus jeruk ini," ujarnya sambil tersenyum licik.Rendi menatap Devi curiga. "Yakin! Kamu jangan aneh-aneh deh!""Udah ah, ayo masuk!" ajak Devi sambil berlenggang meninggalkan Rendi yang masih diam di tempat.Rendi langsung tak ambil pusing dan menyusulnya. Dekorasi pernikahannya terlihat simpel dan elegan.Ada berapa orang yang
"Dev, apa kamu yang membuat kejadian tadi?" tanya Rendi sambil mengemudikan mobilnya."Emang kamu lihat aku membakar lokasi tadi?""Ya, enggak cuma heran aja, tiba-tiba kamu ngerokok.""Ya, katanya merokok bisa menghilangkan kesedihan, nyatanya batuk yang datang.""Alasan klise! Sudah jujur saja, itu tadi, kamu kan?"Devi bergeming. "Ya," jawab Devi setelah sekian menit tak ada obrolan.Rendi menghela napas panjang. "Devi, kamu terlalu nekat dan membahayakan nyawa orang lain.""Setidaknya mereka juga merasakan kepahitan yang aku rasakan, buktinya tadi juga tidak ada korban," ungkap Devi sambil menatap ke depan.Tatapannya kosong, hatinya masih dipenuhi dengan dendam.Dulu sangat begitu memuja dan mau melakukan apapun demi cinta dan kini rasa cinta sudah berubah, Devi begitu kecewa dengan hasil yang ia perjuangkan.Rendi menoleh ke arah Devi, dia belum paham dengan perasaan sakit yang dialami Devi karena waktunya habis buat bekerja sampai lupa berpacaran atau mengenal lawan jenis, umu
Bab 26 Belah durenSesampainya di rumah, mereka saling mendiamkan satu dengan yang lainnya. Hasan merebahkan dirinya ke sofa, menatap nanar tembok yang di depannya. Begitu juga Bu Endang yang langsung masuk ke kamar tanpa sepatah kata pun keluar.Badannya terasa linu bahkan rasanya tulang sudah berpindah tempat dari asalnya. Hasan melirik ke arah Rasty. "Ras, duduk dekat sini! Mas pegal semua, boleh pijitin dong!" suruhnya ke Rasty yang sedang asik dengan ponselnya.Rasty mendekat dan memijit lengannya Hasan. "Mas, besok masih libur?" tanyanya membuka obrolan."Iya, kenapa?" tanya Hasan tak bersemangat."Enggak ada rencana bulan madu gitu?" tanya Rasty sembari tangannya langsung meraba-raba pelan ke area sensitif yang membuat Hasan panas dingin. Hasan pun langsung membalas dan mengajak masuk ke kamar, rasa capek yang dirasa sudah terlupakan apalagi mengingat wanita yang di depannya adalah sah juga perawan.Tanpa mengunci pintu, Hasan langsung membuka helai demi helai kain yang menu
Tante Rendi masuk ke ruangan dan membawa botol minum yang berisikan rendaman akar Fatimah."Devi, kamu minum ini, ya! Aku pas kapan dikasih teman Tante akar Fatimah untuk membantu mempercepat pembukaan," suruhnya sambil ingin membantu meminumkannya."Eh! Apa itu?" tanya Bu bidan saat membawakan nampan berisi makanan."Ini rendaman akar Fatimah, Bu bidan. Katanya bagus untuk ibu mau melahirkan," jelas Tante Rendi."Buang!""Buang?" tanya Tante Rendi memastikan pendengarannya."Iya, buang. Apa Ibu gak tahu, kalau pemberian semacam akar Fatimah itu sudah dilarang keras dari kedokteran," jelas Bu bidan.Mulut Tante Rendi membulat sembari mengangguk-angguk, dan mendesah pelan dan menuruti ucapan Bu bidan."Tante ingin pipis tapi mau bangun sakit sekali," ungkap Devi bergetar.Tante Rendi dengan sigap membantunya turun dari ranjang."Loh, Dev. Kok keluar darah."Devi pun menunduk dan melihat ada darah berceceran di bawahnya. "Perut Devi sakit banget, Tante," ucapnya dengan air matanya yang
Sesampainya mereka ke rumah, Rendi dengan sigap memapah Devi dan Tante Rendi menggendong bayinya."Nanti Tante temani tidur di kamarmu, bantuin kalau tengah malam dedek pipis atau pup.""Makasih, Tante.""Owh ya, Ren. Nanti kamu ke supermarket ya, Tante lupa belum beli Pampers. Jangan lupa pilih yang new born ya!" suruhnya ke Rendi.Rendi mengangguk dan lekas beranjak."Ya sudah kamu istirahat dulu, dedeknya biar Tante yang ngurus!""Baik, Tante," ucap Devi langsung menuju ke kamar..Di kamar niatnya mau tidur namun pikiran dan hatinya begitu bersemangat memikirkan cara untuk membalas dendam ke Hasan. Bagaimanapun luka yang ditoreh Hasan masih menganga cukup lebar. Semakin hari luka itu semakin bertambah."Aku harus diet, dan merawat wajahku agar senantiasa glowing, setelah itu baru memikirkan balas dendam."Devi merebahkan diri ke ranjang dan mencoba memejamkan matanya, rasa kantuk sudah menghampiri ditambah capek akhirnya dengan cepat membuatnya tidur.***Rasty masih meringis kesa
Tepat jam delapan mereka sampai di depan halaman pengadilan. Tak lupa Devi membawa persiapan untuk aku banding nantinya yaitu sebuah foto pernikahan Hasan dan Rasty dan juga dokumen penting miliknya termasuk buku nikah. Devi menghela napas ragu-ragu, untuk pertama kalinya dia berada di sana. Takut hatinya tak siap. Apalagi mendengar seseorang yang pernah merasakan saat ketok palu. Hatinya akan hancur, sakit, dan bahkan dunianya serasa luruh seketika.Benar saja, belum sampai ketok palu pun, Devi sudah merasakan ketidaksiapan padahal baru sampai di depan pengadilan. Belum apa-apa bukan? Lantas bagaimana nanti. Bagaimana nanti akan menjelaskan siapa ayah biologisnya Reyhan, apa yang akan dia jawab. Belum sempat pertanyaan terjawab, seseorang mengagetkan dengan menepuk bahunya."Yakin, kamu bisa sendiri?" tanya Rendi yang melihat keraguan di wajah Devi yang berubah pucat.Devi mengangguk ragu. "Pergilah! Aku akan baik-baik saja."Mendengar itu, Rendi berbalik dan meninggalkan Devi sendi
Akhirnya perjuangan Devi membuahkan hasil, berat badannya turun sesuai yang diharapkan. Menatap wajah dan penampilannya di cermin.Wajahnya juga sudah glowing karena ketelatenannya memakai Pelling dan masker."Sekarang tinggal rambut dan beli beberapa potong baju, aku harus mengganti penampilanku. Apalagi nanti saat sudah bekerja."Devi langsung bersiap diri untuk ke salon, butik dan supermarket."Tante, nitip Rehyan dulu ya, Devi pengen membeli persiapan untuk bekerja.""Emang sudah diterima?""Ya ampun, sampai lupa bilang ke Rendi.""Sudah sana, kamu lekas pergi kalau mau belanja apa-apa. Lagian ada susu formula di rumah.""Makasih ya, Tante.""Itu kunci mobilnya ada di atas meja!""Oke, Tante."Devi berlalu menggunakan mobil jazz nya Tante Rendi yang berwarna merah. Dia langsung menuju salon untuk melakukan perawatan dan juga untuk merubah penampilan rambutnya.Saat menunggu proses perawatan rambut selesai, Devi mengambil ponselnya dan melakukan panggilan untuk Rendi."Halo, Dev,
Bab 31Hasan melihat Rasty yang tergeletak pingsan tidak membuat hatinya tergerak, dia langsung mandi dan keluar menemui Ibunya. "Bu, Rasty pingsan di dalam, bantuin dia dong! Hasan lapar," suruhnya sembari mengambil piring."Pingsan? Kok bisa sih?" jawabnya langsung menuju ke kamar Hasan.Bu Endang menatap nanar ke arah Rasty, terkapar lemas dengan badan telentang, dan ketika mendekat Bu Endang melihat ada darah yang sudah mengering dekat bibirnya. Saat ingin menutupi dengan selimut, dia teringat pertengkaran yang sempat terdengar tadi. Rasa simpati yang ada pada Bu Endang meluruh seketika, anaknya sendiri dipermainkan dengan perempuan yang tidak jelas. Bahkan dia juga terjebak hutang gara-gara dia.Bu Endang berdiri mengambil baskom di dapur dan mengisi dengan air penuh, dengan lantang langsung memutahkan isinya tepat di atas badan Rasty.Rasty terlonjak bangun dan tersedak batuk ketika air memaksa masuk Lewat lubang hidung dan mulut.Badannya yang masih sakit pun langsung mengigi